Wednesday, January 29, 2020

KISAH NABI MUHAMMAD SAW - Perang Melawan Bani Quraidzah

Perang Bani Quraidzah adalah perang yang terjadi langsung setelah berakhirnya Perang Ahzab (Perang Khandaq/Parit, perang antara kaum Muslimin melawan gabungan Quraisy, Ghathafan, dan para sekutu). Perang ini terjadi pada bulan Dzulqa’idah tahun 5 Hijriah. Sehari setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah (setelah dari Perang Ahzab) ketika waktu Dzuhur, beliau ditemui malaikat Jibril pada saat akan mandi di rumah Ummu Salamah. Jibril berkata, “Apakah kamu sudah meletakkan senjata? Sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjata mereka dan saya tak akan kembali sebelum menyerbu suatu kaum. Maka, engkau dan para sahabatmu harus berangkat menuju Bani Quraidzah. Saya akan berjalan di depanmu untuk mengguncangkan benteng-benteng mereka dan menebarkan ketakutan di dada mereka.”

Setelah, Jibril beserta pasukan malaikat berangkat terlebih dahulu. Memang, Allah SWT telah menyelamatkan kaum Muslimin dari keadaan sulit sebelumnya. Namun, pihak Yahudi Bani Quraidzah tetap menjadi ancaman serius karena pengkhianatan mereka seperti pada perang Ahzab dapat terulang lagi. Pengkhianatan mereka terhadap Rasulullah yang saat perang parit sangat membutuhkan bantuan memang benar-benar keterlaluan. Bani Quraidzah telah merusak perjanjian yang telah disepakati agar saling membantu saat salah satu pihak diserang. Saat perang Ahzab, Bani Quraidzah tidak mau memberi bantuan kepada kaum Muslimin.

Rasulullah memerintahkan seseorang untuk mengumumkan kepada kaum Muslimin untuk berangkat ke tempat Bani Quraidzah dan berpesan agar mereka tidak melakukan shalat Ashar kecuali di pemukiman Bani Quraidzah. Abdullah bin Ummi Maktum ditugaskan untuk menjaga kota Madinah dan Ali bin Abi Thalib ditugaskan untuk membawa bendera perang.

Rasulullah beserta pasukan beliau segera berangkat bersama-sama. Dengan rasa percaya diri dan tekad menegakkan kebenaran, pasukan Muslimin yakin memperoleh kemenangan. Meskipun Bani Quraidzah memiliki benteng-benteng perlindungan yang kokoh, pasti tidak akan lama melindungi mereka.

Para sahabat yang masih berada di Madinah juga segera menyusul Rasulullah agar dapat shalat Ashar di tempat Bani Quraidzah. Sebelum sampai di tempat, waktu shalat Ashar telah tiba. Sebagian sahabat memilih untuk terus melanjutkan perjalanan agar dapat shalat di tempat yang dimaksud dalam pesan Rasulullah. Sementara sebagian lagi berpendapat  bahwa yang dimaksud Rasulullah adalah untuk segera berangkat tanpa menunggu hal lain. Meskipun ada perbedaan pendapat, mereka tidak terpecah dan persatuan tetap kokoh.

Rombongan demi rombongan pasukan Muslimin berangkat menuju Bani Quraidzah dengan jumlah seluruhnya 3000 orang. Sampai di sana, mereka melakukan pengepungan terhadap pemukiman itu. Sempat terjadi beberapa bentrokan dengan saling melontarkan anak panah dan batu. Bani Quraidzah sama sekali tidak keluar dari perlindungan mereka. Sebenarnya, Bani Quraidzah mampu bertahan baik dalam waktu lama karena kuatnya benteng mereka dan persediaan bahan makanan dan minuman yang cukup. Sedangkan pasukan Muslimin di luar harus merasakan dinginnya udara tanpa perlindungan memadai dan juga lapar yang sangat. Namun, peperangan ini adalah tentang ‘betah-betahan’ dan karena Bani Quraidzah ternyata takut terhadap kekuatan kaum Muslimin, mereka menyerah dan pasrah terhadap keputusan Rasulullah. Pengepungan terhadap Bani Quraidzah ini telah berlangsung selama 25 hari.

Kaum Anshar menghadap Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman terhadap Bani Quraidzah karena hubungan baik yang telah dijalin oleh mereka. Sebelumnya, Bani Quraidzah sempat ditawarkan untuk masuk Islam, namun mereka menolak. Rasulullah mengambil sikap bijaksana dengan memerintahkan Sa’ad bin Mu’adz, sahabat dari kaum Anshar, untuk menetapkan hukuman bagi Bani Quraidzah. Sa’ad bin Mu’adz memutuskan untuk memberikan hukuman mati kepada setiap laki-laki dewasa dari Bani Quraidzah, menawan kaum wanitan dan anak-anaknya, dan harta-harta mereka dibagi-bagikan. Rasulullah menanggapi keputusan tersebut, “Engkau telah menetapkan hukum Allah dari atas tujuh lapis langit.”

Eksekusi hukuman mati dilaksanakan dengan memenggal kepada orang dewasa Bani Quraidzah yang berjumlah antara 600-700 orang, termasuk tokoh Yahudi Bani Nadhir, Huyayy bin Akhtab, bapak dari Shafiah, perempuan yang kelak menjadi istri Rasulullah yang saat itu juga berlindung di benteng Bani Quraidzah. Eksekusi hukuman mati dilakukan di parit-parit yang telah digali dan di sana juga mereka dikuburkan. Hukuman yang tampak sangat keras ini sebenarnya memang layak bagi Bani Quraidzah karena pengkhianatan mereka. Terlebih setelah benteng mereka diperiksa oleh pasukan Muslimin, ditemukan perlengkapan perang yang sangat banyak dan lengkap. Tentu dapat diduga bahwa Bani Quraidzah hendak merencanakan sesuatu yang besar dan buruk terhadap kaum Muslimin. Mereka memang layak dicap sebagai kelompok penjahat perang yang harus menerima hukuman mati.

Menurut riwayat, ada empat orang pihak Yahudi yang masuk Islam sehingga terhindar dari hukuman mati. Pada dasarnya, Huyayy bin Akhtab adalah penyebab kematian orang-orang Bani Quraidzah, karena dia yang menghasut Bani Quraidzah agar mengkhianati pasukan Muslimin saat Perang Ahzab. Pada akhirnya, Huyayy dari suku Yahudi Bani Nadhir juga ikut menerima hukuman. Serbuan Ahzab dan hukuman mati bagi Bani Quraidzah telah membuktikan kekuatan kaum Muslimin. Dan jalan untuk menjalankan perintah Allah SWT masih terus berlanjut.


Referensi:

·         Mubarakfuri, Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·         Haekal, Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad



Monday, January 27, 2020

KISAH NABI MUHAMMAD SAW - Perang Khandaq (Parit) / Al Ahzab

 Perang Ahzab adalah perang yang terjadi pada tahun 5 Hijriah. Sebelumnya, jazirah Arab  mengalami masa-masa tenang dan kondusif setelah melalui berbagai perang. Kaum Muslimin merasakan hidup yang lebih baik dan dapat mengatur hidup tanpa kesulitan berarti. Kendati demikian, Nabi Muhammad tentang waspada terhadap keadaan sekitar dengan mengirim mata-mata ke berbagai penjuru jazirah. Hal ini dilakukan agar kaum Muslimin dapat selalu siap siaga menghadapi bahaya atau musuh.

Kaum Yahudi merasa tidak suka dengan keadaan tenang tersebut dan menjadi semakin dengki terhadap kaum Muslimin. Mereka sudah mengalami kekalahan dan kehinaan yang membuat mereka sakit hati. Maka, terpikir rencana untuk menghasut orang-orang Arab agar memerangi kaum Muslimin. Untuk mencoba membalas rasa sakit mereka, mereka mengutus 20 orang tokoh-tokoh mereka serta para pemimpin Bani Nadhir untuk menemui pihak Quraisy agar mau melawan Nabi Muhammad dan pasukan Muslimin. Tokoh-tokoh Bani Nadhir ini adalah Huyayy bin Akhtab, Sallam bin Abi Al Huqaiq, dan Kinana bin Al Huqaiq, serta orang-orang dari lain Bani. Kaum Yahudi berjanji untuk memihak Quraisy dan selalu membantu segala urusan Quraisy. Kaum Quraisy menerima ajakan itu dengan senang hati. Hal yang sama juga diterima oleh utusan Yahudi tersebut saat menemui suku Ghathafan untuk memerangi Nabi Muhammad.

Maka, pasukan sekutu mereka berhasil terbentuk dalam jumlah yang lebih besar daripada musuh-musuh pasukan Muslim sebelumnya. Beberapa waktu kemudian, pasukan Quraisy berangkat dengan kekuatan 4000 pasukan, 300 ekor kuda, dan 1500 orang dengan unta yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Kekuatan pasukan Quraisy juga masih ditambah dengan kekuatan para sekutunya, termasuk dari Kinanah. Sementara, suku Ghathafan beserta sekutu juga mulai berangkat. Pasukan Sekutu (Ahzab) menuju ke tempat yang telah mereka sepakati sebelum mencapai Madinah.

Ternyata, informasi tentang pasukan sekutu telah diketahui oleh Rasulullah melalui laporan intelijen. Rasullah segera memanggil para tokoh Muslimin terbaik untuk bermusyawarah tentang cara menghadapi musuh. Salah seorang sahabat asal Persia, Salman Al Farisi, mengusulkan untuk membuat parit agar gerakan pasukan Ahzab dapat dihadang. “Ya Rasulullah, di negeri Persia jika kami terkepung, maka kami membuat parit”, usul Salman Al Farisi.

Saat itu, strategi parit belum dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya. Karena menurut mereka strategi itu efektif dalam menghadapi musuh saat situasi mendesak itu, kaum Muslimin menyetujui usulan Salman Al-Farisi. Kaum Muslimin membuat parit dengan penuh semangat. Rasulullah juga turut membuat parit bersama mereka sambil melantunkan bait syair:

Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.

Sepanjang hari, kaum Muslimin terus menggali parit yang dapat menahan serangan pasukan Ahzab. Jika menjelang malam, mereka pulang ke rumah dan istirahat. Mereka merasa lapar karena persediaan makanan hanya sedikit. Di sinilah salah satu mukjizat Rasulullah terjadi. Karena Jabir bin Abdullah merasa kasihan melihat keadaan Rasulullah yang tidak begitu baik, dia segera menyembelih seekor kambing dan memasaknya. Lalu, dia mengundang Rasullah dan beberapa orang sahabat saja untuk menyantap hidangan olahan itu. Namun, tidak hanya beberapa orang saja yang diundang. Seluruh sahabat yang menggali parit yang berjumlah tidak kurang dari 1000 orang juga turut diundang Rasulullah. Sungguh luar biasa karunia dari Allah SWT, seluruh orang dapat menyantap hidangan itu sampai kenyang, bahkan masih ada sisa seperti sedia kala.

Tidak seluruh sisi Kota Madinah yang digali parit. Hanya sisi utara kota saja yang digali parit karena hanya daerah itu saja yang terbuka. Sedangkan sekeliling Madinah lainnya adalah berupa pegunungan dan kebun-kebun. Menurut perhitungan mereka, musuh mungkin akan menyerbu dari arah utara saja. Setelah bekerja keras dalam waktu lama dengan iringan doa, parit telah selesai dibuat sesuai rencana. Menurut riwayat, pembuatan parit berlangsung selama enam hari.

Empat ribu orang pasukan Quraisy mulai berdatangan, begitu juga pasukan suku Ghatafan beserta sekutu.

Surat Al Ahzab ayat 22:

وَلَمَّا رَءَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡأَحۡزَابَ قَالُواْ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمۡ إِلَّآ إِيمَٰنٗا وَتَسۡلِيمٗا  ٢٢

22.  Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.

Tiga ribu orang pasukan Rasulullah juga siap menyambut musuh menuju perbatasan parit. Dinding-dinding rumah yang menghadap arah datangnya musuh diperkuat. Rumah-rumah di belakang parit dikosongkan. Kaum wanita dan anak-anak ditempatkan di tempat perlindungan. Di samping parit dari arah Madinah juga disiapkan batu-batu sebagai senjata. Rasulullah memerintahkan Abdullah bin Ummi Maktum tinggal di Madinah untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak di dalam kota.

Saat pasukan musuh  sudah siap menyerbu Madinah, mereka terkejut dengan adanya parit yang memanjang dan cukup dalam sehingga menghadang pergerakan mereka. Mereka belum pernah mengenal strategi perang seperti itu sebelumnya. Mereka berusaha mencari jalan masuk atau celah agar dapat melewati parit itu dan menyerang pasukan Muslimin. Namun, usaha mereka tidak berguna karena pasukan Muslimin memantau gerak-gerik mereka dari seberang parit agar musuh tidak berani menyeberang. Sesekali pasukan Muslimin juga melontarkan anak panah agar musuh tidak mendekat. Abu Sufyan dan para pengikutnya sebenarnya berpikir bahwa sia-sia saja mereka berlama-lama menghadapi Madinah dengan batas parit itu karena sulit atau tak mungkin melewatinya.

Saking sibuknya menjaga parit dan mengawasi musuh, pasukan Muslimin sampai lupa untuk melaksanakan salat Asar hingga habis waktunya. Maka, Rasulullah dan pasukan melaksanakan salat Asar usai terbenamnya matahari dilanjutkan salat Maghrib.

Berhari-hari pengepungan terus berlanjut. Korban dari kedua pihak juga tak dapat dihindari meskipun hanya sedikit karena serangan-serangan kecil seperti lontaran anak panah saling dilakukan. Kondisi yang tidak menguntungkan pasukan Muslimin terjadi di saat-saat genting. Bani Quraidzah dari kaum Yahudi mengkhianati kaum Muslimin, padahal sebelumnya mereka telah terikat perjanjian dengan Rasulullah untuk saling melindungi dan saling menolong jika salah satu pihak diserang. Konon, pengkhianatan Bani Quraidzah ini terjadi karena bujukan Huyayy bin Akhtab terhadap Ka’b bin Asad, orang yang berkepentingan dengan adanya perjanjian Bani Quraidzah itu.

Salah seorang dari Bani Quraidzah diutus untuk menyusup ke tempat perlindungan kaum wanita yang dijaga Hassan bin Tsabit. Shafiah binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah yang berada di tempat itu, mengetahui ada seorang Yahudi yang mengendap-endap di tempat perlindungan itu. Beliau memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk menindak orang itu karena tidak yakin dengan orang Yahudi yang mencurigakan gerak-geriknya itu. Karena Hassan tidak berani melakukannya, Shafiah keluar dari perlindungan dan mengambil tindakan sendiri dengan memukul orang Yahudi itu dengan kayu hingga tewas.

Keberanian Shafiah terhadap orang Yahudi itu membuat Bani Quraidzah mengira bahwa tempat perlindungan kaum wanita dikawal oleh orang-orang yang kuat. Padahal orang Yahudi tadi tidak kembali karena hantaman dari Shafiah dan tidak ada tentara muslimin kuat yang menjaganya. Maka, kaum Yahudi itu tidak berani menyerang tempat perlindungan kaum Muslimah sehingga amanlah kaum wanita. Tindakan Bani Quraidzah tidak hanya itu karena mereka juga mengirim bantuan logistik kepada pasukan musuh sebagai bukti bergabungnya mereka untuk melawan pasukan Muslimin.

Rasulullah telah mengetahui kabar itu dan segera mencari tahu sikap Bani Quraidzah yang sebenarnya dengan mengutus Sa’ad bin Mu’az, Sa’ad bin Ubadah, dan Abdullah bin Rawahah agar dapat diambil tindakan yang pantas diterima Bani Quraidzah. Para utusan Rasulullah tersebut sampai di benteng Bani Quraidzah dan menerima teriakan pernyataan dari Bani Quraidzah, “Siapa itu Rasulullah? Tak ada perjanjian antara kami dengan Muhammad."

Maka para utusan pulang untuk memberitahu Rasulullah tentang sikap buruk Bani Quraidzah. Rasulullah menyamakan sikap mereka dengan suku Qoroh dan Adhal yang membunuh beberapa sahabat Rasulullah pada peristiwa Ar Raji’ sebelumnya. Tentu saja kondisi seperti itu memberi tekanan kepada pihak Muslimin. Musuh dalam jumlah banyak di seberang parit tetaplah berbahaya dan kaum Yahudi yang berkhianat ada di dalam kota yang dapat mengancam keselamatan kaum wanita dan anak-anak.

Surat Al Ahzab ayat 10-11:

إِذۡ جَآءُوكُم مِّن فَوۡقِكُمۡ وَمِنۡ أَسۡفَلَ مِنكُمۡ وَإِذۡ زَاغَتِ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَبَلَغَتِ ٱلۡقُلُوبُ ٱلۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠  ١٠ هُنَالِكَ ٱبۡتُلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَزُلۡزِلُواْ زِلۡزَالٗا شَدِيدٗا  ١١

10.  (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
11.  Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.

Bahkan kaum munafik juga menunjukkan sikap aslinya, “Dahulu Muhammad menjanjikan kita untuk makan dari gudang harta kekaisaran Kisra dan Kaisar (Persia dan Romawi), namun sekarang untuk pergi kakus saja tidak merasa aman.”

Di antara mereka ada yang meminta keluar dari Madinah karena merasa sudah tak aman lagi dari bahaya musuh.

Surat Al Ahzab ayat 12-13:

وَإِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا  ١٢ وَإِذۡ قَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ يَٰٓأَهۡلَ يَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمۡ فَٱرۡجِعُواْۚ وَيَسۡتَ‍ٔۡذِنُ فَرِيقٞ مِّنۡهُمُ ٱلنَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوۡرَةٞ وَمَا هِيَ بِعَوۡرَةٍۖ إِن يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارٗا  ١٣

12.  Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".
13.  Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu". Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari.

Rasulullah berupaya untuk menghadapi masalah itu dengan mengatur strategi. Salah satunya, beliau mengirim beberapa penjaga ke dalam Madinah untuk melindungi kaum wanita muslimah dan anak-anak. Beliau juga berencana untuk memecah kekuatan musuh dengan mengajak tokoh-tokoh suku Ghathafan untuk berdamai dengan cara memberikan sepertiga hasil panen penduduk Madinah kepada mereka agar mereka mau pulang ke negeri asal, sehingga kekuatan musuh menjadi berkurang dan kaum Muslimin sudah mengetahui kekuatan pasukan tersisa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Rasulullah meminta pendapat Sa’ad bin Mu’az dan Sa’ad bin Ubadah. Keduanya mengatakan dengan sopan bahwa jika itu adalah perintah Allah SWT, mereka akan menaatinya. Namun, jika strategi itu merupakan pendapat Rasulullah, keduanya tidak akan melakukannya karena yang akan mereka berikan kepada pasukan musuh adalah pedang (pertempuran), bukan panen hasil kerja keras mereka. Rasulullah membenarka sikap mereka.

Ternyata, Allah SWT sudah menetapkan rencana lain. Seorang laki-laki suku Ghathafan bernama Na’im bin Mas’ud bin Amir Al Asyja’i menghadap Rasulullah dan mengatakan bahwa dia telah masuk Islam tanpa diketahui oleh seorangpun dari sukunya. Dia siap membantu pasukan Muslimin dan mau melaksanakan perintah Rasulullah. Rasulullah memerintahkannya untuk mengacaukan kekuatan musuh, “Sesungguhnya peperangan adalah tipu muslihat.”

Kemudian, Na’im bin Mas’ud menemui Bani Quraidzah yang semasa Jahiliah telah memiliki hubungan erat. Na’im mengatakan bahwa tindakan Bani Quraidzah memihak pasukan Ahzab adalah tidak tepat, karena pasukan Ahzab tidak tinggal di Madinah. Jika pasukan Ahzab menang, maka sudah tentu mereka akan merampas semua yang ada di Madinah. Jika kalah, mereka akan pergi meninggalkan Madinah begitu saja tanpa peduli dengan nasib Bani Quraidzah yang mungkin akan diserang balik oleh pasukan Muslimin. Na’im pun menganjurkan agar Bani Quraidzah tidak memihak pasukan Ahzab jika mereka tidak mau memberikan beberapa orang mereka sebagai jaminan. Bani Quraidzah memercayai hal itu dan menerima usulan Na’im.

Selanjutnya, Na’im menemui pasukan Quraisy yang semasa jahiliah juga memiliki hubungan yang baik. Na’im mengatakan bahwa Bani Quraidzah telah menyesal memihak mereka dengan mengkhianati kaum Muslimin. Karena itu, Bani Quraidzah telah menyurati Nabi Muhammad bahwa mereka akan meminta jaminan dari pasukan Quraisy yang akan mereka berikan kepada Nabi Muhammad untuk mengembalikan perjanjian itu dan bersatu melawan pasukan Ahzab. Maka, Na’im menyuruh pasukan Quraisy agar tidak mau melakukan apa dikatakan Bani Quraidzah untuk meminta jaminan. Lalu, Na’im menuju suku Ghathafan dan menyampaikan hal yang sama.

Ternyata strategi ini berhasil. Bani Quraidzah mengirim surat kepada pasukan Ahzab untuk meminta jaminan dari mereka sebagai imbalan karena telah memihak mereka. Jika tidak, Bani Quraidzah tidak akan mau bergabung dengan pasukan Ahzab. Pihak Quraisy dan Ghathafan merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Na’im benar adanya. Maka pihak Ahzab tidak mau melakukan apa yang diminta Bani Quraidzah. Bani Quraidzah juga merasa bahwa yang dikatakan Na’im adalah benar setelah menerima jawaban dari pasukan Ahzab. Maka, kekuatan musuh pun terpecah.

Dalam cerita lain, Abu Sufyan telah mengutus beberapa orang untuk menemui Ka’b, pemimpin Bani Quraidzah dengan pesan, “Kami sudah cukup lama mengepung kota ini di tempat itu. Sebaiknya kalian harus melawan Muhammad saat besok dan kami di belakangmu.”

Pemimpin Quraidzah berkata, “Besok hari Sabtu dan kami tak dapat berperang atau bekerja pada hari Sabtu.”

Abu Sufyan tidak terima dengan pernyataan itu dan mengutus orang lagi untuk membawa pesan, “Cari Sabtu lain saja sebagai pengganti, karena Muhammad harus sudah diserang. Jika kami sudah menyerang Muhammad dan kalian tidak melakukannya, maka persekutuan kita bubar dan kalian akan kami serang terlebih dahulu sebelum Muhammad.”

Bani Quraidzah tetap menyatakan tidak bisa melanggar hari Sabtu, sebab sebagian golongan Yahudi pernah mendapat hukuman Tuhan yaitu berubah menjadi kera dan babi karena melanggar hari Sabtu.

Selama pengepungan Madinah, kaum Muslimin juga sempat berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, lindungilah aurat kami, dan berikanlah keamanan kepada kami.”

Rasulullah berdoa, “Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, Yang Cepat Hisab-Nya, Hancurkanlah pasukan Ahzab. Ya Allah, hancurkan dan goyahkan mereka.”

Doa Rasulullah dan kaum Muslimin dikabulkan Allah SWT dengan datangnya badai yang menghantam kemah-kemah pasukan Ahzab sehingga hancur leburlah kekuatan mereka. Allah SWT juga mengutus tentara-Nya berupa malaikat untuk menggoncangkan mereka dengan menghembuskan ketakutan di dada mereka.

Di malam yang dingin itu, Rasulullah SAW memerintahkan Huzaifah bin Al Yaman untuk menyelidiki keadaan pasukan Ahzab. Huzaifah melaporkan bahwa pasukan musuh sudah dalam kondisi yang buruk dan bersiap-siap untuk pulang.

Rasulullah mengetahui bahwa Allah SWT telah mengabulkan doa beliau dengan kemenangan dan selamatnya kaum Muslimin dan hancurnya pasukan Ahzab. Kaum Muslimin menyatakan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan ini. Maka Rasulullah memutuskan untuk kembali ke dalam kota Madinah. Pengepungan pasukan Ahzab ini berlangsung kira-kira selama satu bulan.



Referensi:
·         Mubarakfuri, Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·         Haekal, Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·     

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts