Sunday, February 23, 2020

Cerpen Lain Cangkir Nasionalisme



Angin malam berembus dari lereng Gunung Gamalama menuju pesisir pantai Pulau Ternate. Langit malam begitu bersih tanpa awan sehingga bintang-bintang tampak berkelip-kelip. Saat itu sedang fase bulan baru sehingga pemandangan kota Ternate menjadi gelap jika saja tak ada penerangan dari lampu-lampu jalan dan lampu-lampu dari bangunan-bangunan. Suasana itulah yang dirasakan Encer Kartoredjo dan Hawa Kusumadaya saat berjalan di trotoar jalan setelah makan malam dan melakukan sembahyang di suatu restoran. Keduanya sedang menuju rumah seorang profesor kenalan mereka yang bernama Profesor Bahruddin karena diundang untuk melihat dan mencoba suatu permainan yang dibuat Profesor. Saat keduanya sedang berbincang mengenai pemandangan kota Ternate, tiba-tiba muncul garis bercahaya di langit malam yang terpantul di mata mereka. Itu adalah meteor jatuh.
“Wah, lihat itu, Encer! Ada bintang jatuh! Aku ingin membuat permohonan!” seru Hawa sambil tersenyum kagum. Hawa adalah teman Detektif Encer sejak SMA yang kini merupakan seorang mahasiswa jurusan sejarah semester kelima di suatu universitas di Solo.
“Sungguh indah pemandangan ciptaan Allah! Kalau tentang permohonan, kamu tak perlu menunggu bintang jatuh. Cukup berdoa dan berusaha. Serahkan segala sesuatu kepada Allah. Maka, kau akan menikmati hasilnya.” ujar detektif mahasiswa jurusan arsitektur semester kelima di universitas yang sama itu.
Garis putih di langit itu terus bergerak hingga menghilang di suatu titik di cakrawala. Encer berucap, “Itu meteor jatuh. Mungkin serpihan dari benda-benda antariksa memasuki atmosfer dan terbakar habis sebelum sempat mencapai permukaan Bumi.”
“Untung saja ada atmosfer sebagai pelindung Bumi, ya?” ucap Hawa.
Beberapa puluh meter kemudian, keduanya sampai di depan sebuah rumah besar berlantai dua dan dikelilingi pagar tembok yang tinggi. Di samping gerbang yang tertutup ada sebuah kamera berjarak dua meter dari tanah dan ada beberapa tombol di bawahnya. Lalu, Encer menekan tombol untuk menghubungi orang di dalamnya.
Assalamu’alaikum! Kami berdua adalah Encer dan Hawa. Kami diundang oleh Profesor untuk bertemu pada malam ini.”
Seorang laki-laki menjawab melalui speaker, “Wa’alaikumsalam. Saya adalah penjaga rumah ini. Kalian memang sudah ditunggu Profesor malam ini. Silakan masuk!”
Tiba-tiba, kedua pintu gerbang terbuka sendiri dengan cara bergeser ke samping. Keduanya diajak masuk oleh seorang laki-laki berkumis di dalamnya. Dia memperkenalkan diri sebagai penanggung jawab urusan rumah Profesor. Lalu, mereka berdua memasuki halaman rumah Profesor yang cukup luas. Laki-laki berkumis itu mengantar keduanya sampai ke dalam ruang tamu rumah itu. Profesor Bahruddin sudah duduk sambil menunggu di sebuah kursi berukir indah. Lalu, keduanya berjabat tangan dengan Profesor dan dipersilakan duduk. Profesor Bahruddin adalah dokter spesialis saraf berdarah Papua yang menjadi guru besar di suatu universitas di Ambon. Mereka bertiga berbincang-bincang hangat mengenai hal-hal yang ringan sebelum hal yang utama dikatakan oleh Profesor.
“Nak Encer dan Nak Hawa! Saya mengundang kalian ke sini untuk menguji alat permainan komputer yang baru-baru ini saya buat bersama asisten saya. Permainan komputer ini adalah permainan canggih yang dapat terhubung ke saraf manusia sehingga pemain seperti dapat merasakan efek dan suasana secara sungguhan. Selain kalian, telah ada dua orang yang datang lebih dahulu. Mari, saya antar kalian ke laboratorium!” ujar Profesor.
Maka, kedua muda-mudi itu mengikuti langkah Profesor melewati beberapa ruangan hingga sampai di suatu laboratorium yang cukup luas yang masih berada di lantai satu. Di situ ada seorang laki-laki muda yang mungkin sedikit lebih tua dari Encer dan Hawa. Laki-laki itu berwajah seperti orang Eropa dengan rambut hitam. Selain itu, terlihat beberapa layar komputer dengan susunan tombol-tombol yang rapi di depannya. Yang lebih aneh, terlihat ada empat buah kapsul seukuran pintu ruangan sehingga orang dapat berbaring di dalamnya.
Laki-laki berwajah Eropa itu mengenalkan diri setelah berjabat tangan dengan Encer dan Hawa, “Selamat datang, Encer dan Hawa! Nama saya Stanley Niel. Saya berasal dari negara Blu (nama negara samaran) di Eropa. Saya adalah asisten Profesor Bahruddin yang kini menempuh pendidikan magister ilmu komputer di Universitas Nasional Blu. Saya di Indonesia untuk melengkapi tugas kuliah saya di bidang komputer. Saya menguasai tujuh bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Saya juga suka pergi ke Bali, Lombok, dan Labuan Bajo.”
Lalu, ada dua orang yang masuk ke laboratorium dengan mengatakan bahwa mereka baru saja dari kamar mandi. Itulah kedua orang yang dimaksud Profesor. Kedua laki-laki itu tampak seumuran dengan Encer dan Hawa. Encer dan Hawa berkenalan dengan mereka.
“Nama saya Satria Balansoa Ambat. Saya taruna Akmil tahun ketiga yang diundang ke sini.” kata pemuda berambut pendek dan bertubuh tinggi besar itu dengan tegas.
Lalu, pemuda lain berambut sedikit ikal berkata dengan nada santai namun jelas, “Saya Hiro Daniel. Saya mahasiswa jurusan hukum tata negara semester kelima.”
Profesor menjelaskan bahwa Hiro adalah putra Duta Besar Tropika (nama negara samaran yang dekat Indonesia) untuk Indonesia. Sedangkan Satria adalah putra Duta Besar Indonesia untuk Tropika. Hiro adalah mahasiswa di universitas terbaik di Tropika. Dia mendalami ilmu hukum karena ingin menegakkan dan memperkuat hukum di negaranya. Menurutnya, Tropika mengalami masalah hukum yang parah seperti kasus korupsi dan pelanggaran HAM sehingga negaranya masih belum maju. Sedangkan Satria adalah seorang taruna Akmil yang selalu masuk peringkat lima besar. Dia ingin mengabdi kepada negara dengan cara menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Sambil duduk di depan layar komputer yang paling besar, Profesor berkata, “Mesin besar yang kalian lihat ini bernama Statnia, juga merupakan nama permainan ini. Inti permainan ini adalah bahwa kalian akan memimpin suatu negara dan berusaha untuk mencapai tujuan negara tersebut. Kalian akan punya peran masing-masing dalam uji coba ini. Kalian akan masuk ke dalam kapsul yang telah disediakan dan saraf kalian akan terhubung ke komputer sehingga permainan akan terasa nyata. Tenang saja, saya sudah menguji permainan ini kepada para pegawai saya dan dijamin aman. Waktunya cukup malam ini saja”.
Profesor menjelaskan bahwa dia ingin menciptakan simulasi penyelenggaraan negara agar generasi muda bisa memimpin bangsa dengan baik, tidak seperti para pejabat sekarang yang sudah mengalami banyak kasus. Tanpa ragu, keempat muda-mudi itu masuk ke dalam tiap-tiap kapsul. Encer pun berbaring di dalamnya dengan mengucapkan kalimat bismillah. Keempat kapsul sudah ditutup dan permainan segera dimulai.
Beberapa detik kemudian, Encer dan kawan-kawan merasa berada di dalam suatu ruangan kubus dengan dinding berwarna kuning dan panjang rusuk 10 meter. Mereka melihat keadaan sekeliling yang kosong tanpa benda lain. Tiba-tiba, mereka dikejutkan dengan suara mirip bunyi sirene mobil polisi, dilanjutkan dengan suara seseorang yang menyapa mereka.
“Halo, para pejuang permainan negara Statniamania! Maksudku adalah Encer, Hawa, Satria, dan Hiro! Kalian pasti tahu suaraku ini tadi! Ya, aku Stanley Niel! Sebenarnya aku telah menyisipkan misi rahasiaku ke dalam program ini tanpa sepengetahuan Profesor. Aku datang ke Indonesia untuk mengumpulkan informasi rahasia negara ini dan akan kukirimkan ke negaraku melalui jaringan internet dengan kode-kode yang rumit. Nah, aku masih berbaik hati karena negara ini indah. Jika kalian bisa memecahkan masalah dalam permainan ini dalam waktu semalam, maka informasi rahasia itu tidak akan bocor ke negaraku dengan sendirinya. Jika tidak bisa sampai pagi nanti, kalian pasti tahu akibatnya. Petunjuknya ada dalam permainan. Profesor yang bisa melihat pikiran kalian melalui layar monitor juga telah menjadi sanderaku, sehingga tidak akan bisa membantumu melalui mikrofon atau berbuat hal lain. Selamat berjuang!” itulah suara Stanley dengan nada kejam.
“Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi meskipun ini bukan negaraku dan dia akan menerima hukumannya!” ujar Hiro.
“Terlebih aku. Sebagai taruna Akmil, aku telah disumpah untuk setia kepada NKRI. Ayo, semangat!” seru Satria dengan lantang.
Encer berkata, “Allah akan selalu bersama kita dan negara Indonesia asal kita mau berjuang.”
Lalu, muncullah empat portal di atas diri mereka masing-masing dan mereka semua tersedot ke dalam portal tersebut menuju tiap-tiap dimensi lain.
Setelah melewati lorong spiral panjang yang berliku, Encer pun sampai di sebuah kamar tidur beserta ruang kerja dengan posisi duduk di sebuah kursi. Encer mengamati keadaan ruangan tersebut. Tempatnya begitu rapi, bersih, dan luas. Ruangan itu memiliki jendela yang memperlihatkan sinar matahari pagi, ranjang tidur, lemari, meja, kursi, rak buku, jam, kalender, komputer, dan lain-lain. Mata Encer tertuju pada sebuah buku berwarna hitam di atas meja kerja. Encer menghampiri meja dan mengambil buku itu. Sampul buku itu bertuliskan Catatan Detektif dengan nama lengkap Encer di bawahnya. Encer membuka buku itu dan dia membaca berbagai kasus-kasus yang pernah ditangani dalam dunia komputer itu. Dia mengetahui bahwa dia sedang menjadi Warga Negara Kopisia dan dia sedang berada di ibukota negara itu, Juniharja. Artinya, dia sedang berperan sebagai detektif dalam permainan itu.
Encer menutup buku dan melihat keadaan sekitarnya lagi. Dia melihat sebuah rak buku yang penuh berisi koran-koran. Namun, di depan bagian bawah rak itu terdapat dua buah koran yang berserakan. Encer mengambil salah satu koran dan membaca halaman depan koran tersebut dengan tanggal terbit 2 Oktober 1999. Padahal, kalender di ruangan itu menunjukkan bulan September tahun 2049. Artinya, koran itu terbit sekitar 50 tahun yang lalu. Dia membaca berita tentang meteor jatuh yang menghantam kawasan kota Gerbang di negara Tehia, sebuah negara di luar Kopisia. Tragedi itu terjadi pada tanggal 1 Oktober 1999. Koran itu menjelaskan bahwa meteorit kecil telah merusak sebagian gedung Our Care Hospital di Gerbang. Encer membaca artikel itu sampai selesai. Kemudian, dia membaca sekilas artikel-artikel lainnya, namun tidak begitu menarik.
Lalu, Encer mengambil koran yang satunya lagi dengan tanggal terbit 12 September 2019. Encer berpikir bahwa mungkin koran itu terbit hari ini. Dia membaca artikel di halaman paling depan dengan judul “Presiden Bingung karena Negara Terlilit Banyak Utang”. Artikel itu menjelaskan bahwa Presiden Kopisia, Bapak Hari, sedang mencari solusi dalam menghadapi krisis di negaranya. Encer membaca artikel koran itu sampai selesai. Dia membuka halaman-halaman selanjutnya dan ketika membaca halaman berita mancanegara, Encer fokus untuk membaca berita berjudul “Gerakan Separatis dan Sengketa Wilayah di Negara Juseika”. Diketahui bahwa Presiden Juseika, Tuan Dylan, sedang pusing karena negaranya mengalami masalah kedaulatan. Encer membaca artikel itu sampai selesai dan dia melanjutkan membaca sekilas pada halaman-halaman selanjutnya. Namun, Encer masih belum menemukan penunjuk apa-apa. Alasan Encer fokus membaca ketiga artikel tersebut adalah karena artikel lain hanya memberitakan kasus para selebriti yang dianggapnya tidak sesuai tema permainan.
Ketika Encer hendak merapikan kedua koran tadi, ponsel di saku jaketnya berdering keras. Rupanya dia bisa memiliki ponsel dalam permainan Statnia itu. Encer merogoh saku jaket dan mengangkat ponselnya. Dia melihat layar bertuliskan nama Hawa yang sedang meneleponnya. Encer menerima panggilan itu dan mendengarkannya.
“Halo, ini Encer, kan?” tanya suara perempuan tersebut.
“Ya, aku Encer. Di panggilan ini juga tertulis namamu, Hawa. Oke, langsung saja. Aku berperan sebagai detektif di negara Kopisia dan tinggal di ibukotanya, Juniharja. Aku menemukan beberapa artikel koran yang mungkin bisa menjadi petunjuk. Kalau kamu?” tanya Encer.
“Aku berperan sebagai ahli sejarah dan penulis biografi di sebuah negara bernama Juseika. Aku tinggal di ibukotanya, Lawton. Aku akan memberitahumu tentang hal yang bisa menjadi petunjuk sekaligus akan kukirimkan gambar petunjuk itu melalui aplikasi chat. Ketika aku membaca buku catatan bertuliskan namaku, aku menemukan daftar beberapa tokoh dunia komputer ini yang penah kuwawancarai. Namun, hanya ada nama dua tokoh yang dilingkari. Keduanya adalah Tuan Dylan, Presiden Juseika, dan Bapak Hari, Presiden Kopisia. Uniknya, mereka lahir di tempat dan pada tanggal yang sama, yaitu Our Care Hospital di Gerbang pada tanggal 1 Oktober 1999.”
Setelah menghela napas, Hawa melanjutkan, “Tuan Dylan dikenal sebagai ahli hukum terkemuka dan jujur di Juseika sehingga dia dipinang oleh Partai Glory untuk menjadi calon presiden pada tahun 2042. Dia memenangkan pemilihan dan dilantik menjadi presiden pada tahun itu juga. Berkat kebijakannya di bidang hukum, kasus korupsi di Juseika menurun drastis. Pertanian diperkuat dan industri digalakkan sehingga negaranya makmur. Tuan Dylan pun terpilih lagi pada tahun 2017. Namun, dia mengalami masalah besar. Di Juseika muncul gerakan separatis di provinsi Greenfarm karena perbedaan budaya dan merasa bisa berdiri sendiri karena provinsi itu mendapat peringkat ketiga dalam hal pendapatan dari 40 provinsi. Juseika juga mengalami masalah sengketa pulau dengan negara tetangga, Yoguta. Dia terlihat bingung menghadapi masalah itu.”
Setelah jeda sebentar, Hawa meneruskan, “Bapak Hari adalah perwira militer terkenal yang mengundurkan diri lebih awal karena dipinang oleh Partai Makmur untuk menjadi calon presiden pada tahun 2042 dan terpilih saat itu. Dia dikenal sebagai seseorang yang mampu memenangkan kasus sengketa Pulau Ayam Putih dengan negara tetangga, Taria. Dia juga menghentikan gerakan separatis provinsi Tanah Minyak di Kopisia melalui jalan militer dan perundingan. Di masa kepemimpinannya sejak tahun 2042, kedaulatan dan stabilitas negara terjaga. Namun, utang pembangunan negara itu terus menumpuk sejak beberapa dekade sehingga dia merasa kesulitan. Encer, kalau petunjuk yang kamu kumpulkan?”
“Hentikan dulu panggilan ini! Aku akan mengirim gambar koran petunjuk itu kepadamu. Aku sudah punya dugaan.”
Lalu, Encer menutup panggilan. Dia segera memotret artikel-artikel tadi dan mengirimnya ke nomor Hawa. Disuruhnya Hawa untuk menghubunginya lagi jika sudah selesai membaca. Belasan menit kemudian, Hawa menelepon lagi dan Encer menerimanya.
“Bagaimana pendapatmu, Encer?” tanya Hawa.
“Aku menduga bahwa mereka adalah presiden yang tertukar. Menurutku, itulah tema permainan ini. Mereka mungkin tertukar saat meteor merusak sebagian rumah sakit karena penyebab tertentu. Kita bisa membuktikannya dengan mencari rekaman kejadian itu kepada pihak rumah sakit atau oknum yang bersangkutan, tepatnya mencari rekaman di ruang bayi pada tanggal itu. Di daftar nomor ponselku hanya ada tiga orang, yaitu kamu, Satria sebagai Duta Besar Kopisia untuk Juseika, dan Hiro sebagai Duta Besar Juseika untuk Kopisia. Daftar nomormu pasti juga sama. Aku akan menjelaskan hal ini serta mengirim bukti kepada keduanya. Kamu juga lakukan hal yang sama! Mereka pasti paham.”
Lalu, panggilan itu ditutup. Encer segera menghubungi Satria dan Hiro melalui panggilan dan aplikasi chat. Encer menjelaskan permasalahan itu secara panjang lebar. Maka, Satria dan Hiro hendak membicarakan masalah ini kepada Konsulat Jenderal di Gerbang. Encer yang sudah sibuk selama 180 menit mencoba untuk beristirahat sebentar di ruangan itu. Dia mencoba keluar melalui pintu ruangan namun tidak bisa karena ada pembatas tak terlihat. Maka, dia membaca buku berjudul 100 Tokoh Indonesia yang ditemukannya di rak. Rupanya buku di dunia nyata bisa berada di dunia komputer. Setelah 70 menit membaca, tiba-tiba muncul portal di hadapan Encer yang membawanya ke dimensi lain.
Encer pun tiba di suatu ruangan dan melihat ada empat orang lain di sana. Mereka adalah Hawa, Satria, Hiro, dan satu orang yang belum dikenal.
Hiro menyambut, “Akhirnya kamu datang juga. Kita sampai di sini berkat kerja kerasmu.”
Satria juga bekata, “Kita sudah menunggu kamu, lho! Kita sedang berada di salah satu ruang rahasia di Our Care Hospital. Kita sampai di sini karena aku dan Hiro telah menghubungi Konsulat Jenderal di Gerbang untuk mencari informasi dan bukti berdasarkan hasil analisismu. Mereka telah mengecek rekaman kejadian itu di rumah sakit ini dan memang terbukti bahwa Pak Hari dan Tuan Dylan telah tertukar sejak baru lahir. Bapak yang baru kamu lihat di sini adalah petugas kamera tersebut. Karena menjadi dokumen sangat rahasia, rekaman itu tidak bisa disalin secara sembarangan. Karena itu, rekaman itu harus diputar di sini. Kedua Presiden di dunia komputer ini juga telah diberi penjelasan mengenai masalah ini dan mereka akan datang sebentar lagi.”
Lalu, Bapak petugas kamera berjabat tangan dengan Encer, “Perkenalkan, saya Joy, petugas kamera saat tragedi itu.”
Encer pun sempat melihat tanggal dan waktu pada layar komputer di ruang itu. Waktu menunjukkan pukul setengah dua dini hari pada tanggal 1 Oktober 2049. Dia ingat bahwa dia datang ke rumah Profesor pada tanggal 30 September 2019 pukul delapan malam. Mungkin waktu di dalam permainan Statnia saat itu sama dengan waktu di dunia nyata, hanya lebih banyak 30 tahun.
Satu-satunya pintu ruangan terbuka dan masuklah dua orang pria berpakaian jas rapi yang ditemani beberapa pengawal. Keduanya adalah Pak Hari dan Tuan Dylan. Setelah orang-orang di situ berbincang-bincang sebentar, Pak Joy segera memutar video rekaman itu.
Di dalam rekaman terlihat ada beberapa ranjang bayi. Pak Joy menerangkan bahwa lokasinya berada di ruang bayi di lantai dua. Pak Joy menjelaskan bahwa dua ranjang yang terlihat paling dekat dengan kamera adalah ranjang Pak Hari dan Tuan Dylan. Kedua bayi itu terlihat menghadap ke arah kamera dengan Pak Hari di sebelah kanan dan Tuan Dylan di sebelah kiri. Beberapa detik kemudian, benda-benda di ruangan terlihat sedikit bergetar. Lalu, terlihat bahwa di ruang bayi terdapat beberapa reruntuhan kecil di lantai. Lantainya juga terlihat runtuh dan retak meskipun hanya sedikit. Semua bayi terlihat selamat. Beberapa detik kemudian, terlihat beberapa orang menuju ruangan itu untuk mengambil bayi saja atau bayi beserta ranjangnya. Seorang laki-laki berjaket hitam berada di antara ranjang Pak Hari dan Tuan Dylan dengan posisi membelakangi kamera. Lelaki itu mengambil kedua bayi itu dengan tiap-tiap kedua tangannya. Mungkin dia bermaksud menyelamatkan kedua bayi itu dengan cepat. Saat lelaki itu berbalik arah sehingga menghadap kamera, datanglah beberapa petugas yang nampaknya menyuruh lelaki itu untuk mengembalikan kedua bayi ke ranjang masing-masing. Kedua petugas mengambil tiap-tiap bayi itu dan mengembalikannya ke dalam ranjang sesuai posisi kanan-kiri kedua tangan lelaki saat itu. Artinya, posisi kedua bayi telah tertukar karena para petugas tidak tahu bahwa lelaki itu telah berbalik arah. Laki-laki itu langsung pergi begitu saja tanpa memerhatikan posisi kedua bayi yang sebenarnya. Mungkin petugas bermaksud membawa bayi beserta ranjangnya agar mudah dikenali berdasarkan identitas di ranjangnya, tapi tidak tahu jika posisinya tertukar. Pemutaran rekaman pun selesai.
Kedua Presiden meneteskan air mata dan saling berpelukan sambil menangis haru. Sungguh pemandangan yang begitu menguras emosi. Hawa pun sampai menangis tersedu-sedu meskipun ini hanya permainan. Setelah itu, kedua Presiden berjanji dan bersepakat untuk saling membantu dan saling bekerja sama.
Encer berkata, “Sebaiknya ruang bayi berada di lantai dasar agar mudah dievakuasi. Bayi mutlak tak bisa menyelamatkan diri sendiri. Itu hanya pendapatku saja.”
“Iya, Anak Arsitektur.” canda Hawa.
Tiba-tiba, muncullah portal pada tiap-tiap diri keempat muda-mudi tersebut yang langsung mengirim mereka ke ruangan kubus tadi. Mereka pun mulai terlihat merasa lega ketika sudah sampai di tempat pertama tadi walaupun masih dengan ekspresi bertanya-tanya. Tak lama, pengumuman yang terdengar mirip suara wanita di suatu mesin pencarian terkemuka menjawab rasa penasaran mereka.
Selamat! Kalian berhasil memecahkan masalah dalam permainan Statnia ini. Perekonomian Kopisia bangkit dan melesat setelah dibantu oleh Tuan Dylan. Juseika juga berhasil menyelesaikan konflik sengketa wilayah dengan Yoguta dan gerakan separatis Greenfarm dengan kemenangan berada di Juseika berkat bantuan Bapak Hari. Semoga kalian senang dengan hasil permainan ini. Permainan selesai dan sampai jumpa!
Lalu, muncul cahaya yang menyilaukan empat pasang mata mereka. Beberapa saat kemudian, keempat kapsul terbuka sendiri dan keempat muda-mudi itu keluar dari tiap-tiap kapsul. Hiro dan Satria langsung melabrak Stanley yang sedang duduk di depan salah satu layar monitor kecil.
Hiro membentak, “Siapa kamu, hah? Membuat cerita permainan menyebalkan ini!”
Satria ikut bicara, “Informasi negeri ini tak jadi terkirim, kan?”
“Sudah, tenanglah kalian berdua!” kata Profesor Bahruddin yang duduk santai di depan layar monitor utama sambil memegang beberapa lembar kertas. “Apa yang dilakukan Stanley tadi hanya bercanda, termasuk tentang menyandera diriku. Ucapan tadi hanya untuk menambah rasa semangat kalian dalam game Statnia ini. Sebenarnya, Stanley memang punya maksud lain dalam permainan ini.”
Stanley berkata, “Benar. Awalnya, Profesor terkejut dengan tindakanku yang memang belum diketahuinya. Aku segera menyerahkan lembaran kertas tentang bukti masalah kalian berdua kepada Profesor agar Profesor tenang. Encer dan Hawa memang diundang khusus oleh Profesor. Namun, kalian berdua diundang karena aku yang meminta. Satria bisa libur pendidikan Akmil karena hal ini dianggap sebagai tugas negara, bukan? Karena permainan Statnia sudah diketahui oleh beberapa petinggi negara dari berbagai kalangan. Kalian berdua tidak sadar bahwa masalah kedua Presiden tadi adalah masalah kalian? Kalian berdua sama-sama lahir di God Bless Hospital di kota Naga di negara Sejuk (nama lokasi samaran)  pada tanggal 1 Oktober 1999 ketika meteor jatuh menghantam kota itu.”
Satria mengingat, “Sebenarnya, aku juga merasa ada hal yang aneh karena beberapa latar kejadiannya mirip dengan yang kualami saat baru lahir. Dan kenapa kau bisa tahu?”
Hiro berkata, “Benar, aku memang lahir pada tanggal itu dan di tempat itu.”
Stanley berkata, “Sebenarnya kalian adalah putra yang tertukar. Sebenarnya, video tadi adalah rekaman asli yang menampilkan peristiwa tertukarnya kalian. Bapak Hari ketika masih bayi yang digambarkan dalam rekaman itu adalah Satria. Sedangkan Tuan Dylan adalah Hiro. Lembaran yang dipegang Profesor adalah bukti tertukarnya kalian berupa artikel-artikel koran dan bukti-bukti lain tentang identitas kalian.”
Encer berkata, “Stanley, kau tahu banyak. Jangan-jangan, kau age-
“Identitas yang kukatakan tadi adalah palsu. Secara khusus, aku berada di pihak ayah kandung asli Tuan Satria Akmil ini. Aku juga seorang keturunan campuran.” potong Stanley.
Hawa berkata, “Satria dan Hiro, tetap semangat dan bekerja sama seperti cerita permainan tadi, ya!”
Satria dan Hiro saling menepuk bahu sambil berlinang air mata. Sejak bayi, keduanya tidak hanya telah bertukar identitas, keluarga, dan lingkungan, tetapi juga bertukar rasa nasionalisme. Suasana tersebut benar-benar mengharukan. Kejadiannya tepat pada hari ulang tahun mereka pada usia dua puluh tahun, 1 Oktober 2019. Tentu ada perasaan antara bingung dan bahagia tentang kehidupan yang akan mereka jalani setelahnya. Yang terpenting, mereka berjanji akan bekerja sama seperti cerita di Statnia tadi. Itulah babak baru peristiwa tentang tertukarnya cangkir kehidupan bernama nasionalisme, menjalani apa yang seharusnya dijalani oleh orang lain dan kemudian akan saling merasakan.
Encer dan Hawa pun berpamitan untuk menginap sementara di rumah bibinya Hawa di Ternate dan mereka harus segera melanjutkan petualangan di Kepulauan Natuna untuk urusan lain. Peristiwa di rumah Profesor Bahruddin tak akan mereka lupakan dan akan menjadi pelajaran yang sangat berharga.



No comments:

Post a Comment

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts