Thursday, February 6, 2020

KISAH NABI MUHAMMAD SAW - Perjanjian Hudaibiyah (Kemenangan yang Nyata)

Posisi kaum Muslimin sudah semakin kokoh di kawasan Arab saat menjelang akhir tahun 6 Hijriah. Perjuangan dan kerja keras yang mereka lakukan sebelumnya mulai memberi hasil yang semakin meningkat bagi perkembangan agama Islam. Hal-hal melelahkan yang mereka lalui tentu membuat mereka ingin menenangkan diri, beristirahat sebentar, fokus untuk beribadah kepada Allah. Mereka mulai berpikir untuk memperoleh hak yang sangat mereka impikan, yaitu beribadah di Masjidil Haram. Sudah enam tahun mereka tidak ke sana karena dihalangi kaum musyrikin.

Selama enam tahun itu, banyak sekali ayat-ayat turun berturut-turut mengenai Masjidil Haram yang oleh Allah SWT dijadikan sebagai tempat berkumpul manusia dan tempat yang aman. Ayat-ayat itu antara lain adalah Surat Al Baqarah ayat 217 yang diturunkan pada tahun pertama Hijriah:

يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٖ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٞ فِيهِ كَبِيرٞۚ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ  ٢١٧

217.  Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Dan Surat Al Anfal ayat 34-36 yang diturunkan setelah perang Badar:

وَمَا لَهُمۡ أَلَّا يُعَذِّبَهُمُ ٱللَّهُ وَهُمۡ يَصُدُّونَ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَمَا كَانُوٓاْ أَوۡلِيَآءَهُۥٓۚ إِنۡ أَوۡلِيَآؤُهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُتَّقُونَ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ  ٣٤ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمۡ عِندَ ٱلۡبَيۡتِ إِلَّا مُكَآءٗ وَتَصۡدِيَةٗۚ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ  ٣٥ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ  ٣٦

34.  Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
35.  Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
36.  Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,

Namun, pihak musyrikin Quraisy menganggap Nabi Muhammad dan kaum Muslimin telah mengingkari dewa-dewa mereka dalam wujud berhala dalam rumah suci tersebut. Karena itu, kaum Quraisy melarang kaum Muslimin untuk mengunjungi Ka’bah dan memerangi mereka jika tidak mau kembali ke ajaran pagan sesat itu. Kaum Muslimin merasa menderita karena tak dapat melakukan tugas agama yang telah menjadi kewajiban mereka. Kaum Muhajirin sendiri juga tidak enak juga bila terus berada di tempat lain (Madinah) tanpa sekali-kali pulang ke rumah asal mereka, yaitu tanah air dan keluarga. Tentu, mereka yakin bahwa pertolongan Allah SWT pasti datang.

Suatu ketika, Nabi Muhammad bermimpi memasuki kota Mekkah untuk menunaikan Umrah dan thawaf di sana. Beliau menyampaikan mimpi itu kepada para sahabat. Maka, mereka diperintahkan agar bersiap-siap melakukan perjalanan untuk umrah. Rasulullah beserta sekitar 1400 orang sahabat mulai berangkat pada hari Senin bulan Dzul Qa’idah tahun 6 Hijriah. Tidak ada senjata perang yang dibawa kecuali pedang dalam sarung yang dibawa Nabi Muhammad. Ummu Salamah adalah isteri yang beliau ajak ke Mekkah. Tiba di Dzulhulaifah (miqat atau tempat awal bagi penduduk Madinah atau dari arah Madinah yang akan umrah atau haji), Rasulullah memulai ihram.

Sementara itu, kaum kafir Quraisy yang mengetahui kedatangan Rasulullah berusaha untuk menghalangi. Rasulullah yang juga mengetahui rencana Quraisy juga memilih untuk mengubah rute perjalanan hingga singgah di Hudaibiyah. Di situ, Rasulullah memilih Badil bin Warqa’ Al Khuza’i sebagai penengah antara kaum Muslimin dan kaum kafir. Beliau menegaskan kepadanya bahwa kedatangan kaum Muslimin hanya untuk menunaikan ibadah umrah saja, bukan untuk bertempur. Namun jika kaum kafir Quraisy tetap menghalangi, Rasulullah dan kaum Muslimin akan menyambutnya dengan pertempuran juga.

Mendengar hal itu, kaum Quraisy mengirim utusannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Rasulullah kembali menegaskan hal tadi kepada utusan tersebut. Utusan itu kembali ke pihak Quraisy dan mengatakan bahwa kaum Muslimin memang hanya hendak menunaikan Umrah.

Rasulullah juga ingin mengetahui sikap kaum kafir Quraisy. Maka, Utsman bin Affan diutus untuk memberitahu kaum Quraisy bahwa kedatangan kaum Muslimin memang untuk umrah. Sampai di Mekkah, Utsman menyampaikan pesan itu kepada para tokoh Quraisy. Lalu, kaum Quraisy menawarkan Utsman untuk memulai thawaf, namun Utsman  menolaknya karena dia tidak akan thawaf sebelum Rasulullah melakukannya.

Kaum kafir Quraisy berdiskusi untuk memberi tanggapan mereka terhadap pesan Rasulullah. Maka, mereka menahan Utsman bin Affan hingga jawaban mereka sudah diputuskan dan akan disampaikan kepada Rasulullah melalui Utsman. Namun karena lamanya penahanan itu, tersiar kabar di kalangan kaum Muslimin yang menunggu di Hudaibiyah bahwa Utsman telah dibunuh.

Mendengar kabar itu, Rasulullah meminta para sahabat untuk melakukan Ba’iat  bahwa mereka akan membalas perbuatan Quraisy jika Utsman memang dibunuh (padahal tidak). Ba’iat dilakukan di bawah sebuah pohon dan perbuatan ini dikenal sebagai Ba’iatur Ridwan.

Allah SWT berfirman mengenai peristiwa itu dalam Q.S. Al Fath ayat 18:

۞لَّقَدۡ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ يُبَايِعُونَكَ تَحۡتَ ٱلشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ عَلَيۡهِمۡ وَأَثَٰبَهُمۡ فَتۡحٗا قَرِيبٗا  ١٨

18.  Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).

Kaum kafir Quraisy yang mendengar Ba’iat itu segera mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan Rasulullah. Sampai utusan itu di Hudaibiyah, kedua pihak menyepakati perjanjian yang berisi empat hal:

1.      Tahun ini (6 H), Muhammad harus kembali (tidak melakukan umrah). Tahun depan, beliau dan kaum Muslimin boleh memasuki Mekkah dan tinggal di sana selama tiga hari saja. Mereka hanya boleh membawa persenjataan yang biasa dibawa musafir sedangkan pedang-pedang harus dimasukkan ke dalam sarung. Pada saat itu, kaum Quraisy tidak boleh menghalanginya.
2.      Gencatan senjata dari kedua pihak selama 10 tahun dan mewujudkan keamanan di tengah masyarakat.
3.      Pihak yang menjalin persekutuan dengan Muhammad atau kaum Quraisy akan menjadi bagian dari masing-masing pihak. Penyerangan kepada suku-suku tersebut akan dianggap sebagai penyerangan terhadap sekutunya.
4.      Siapa yang kabur dari kaum Quraisy (Mekkah) dan mendatangi Muhammad (Madinah), maka harus dikembalikan. Sedangkan yang kabur dari Muhammad (Madinah) menuju kaum Quraisy (Mekkah), tidak dikembalikan.

Ali bin Abi Thalib diperintahkan Rasulullah untuk mencatat isi perjanjian. Beliau mendiktenya dengan menuliskan Bismillahirrahmanirrahim.

Suhail menolaknya, “Adapun Arrahman, kami tidak mengenalnya. Tulis saja Bismika Allahumma.”

Rasulullah memerintahkan Ali untuk menulis bacaan itu saja. Lalu Rasulullah mendiktekan lagi, “Ini adalah isi perjanjian antara Muhammad Rasulullah.”

Suhail memotongnya, “Jika kami percaya engkau sebagai Rasulullah, tentu kami tidak akan menghalangimu dari Baitullah dan tidak akan memerangimu. Tulislah: Muhammad bin Abdullah.”

“Aku tetaplah Rasulullah meski engkau dustakan aku.”, tegas Rasulullah.

Akhirnya Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis Muhammad bin Abdullah. Namun, Ali bin Abi Thalib menolaknya. Rasulullah pun menghapusnya dengan tangan beliau sendiri.

Perjanjian pun disepakati kedua belah pihak. Setelah itu, suku Khuza’ah menyatakan untuk menjadi sekutu Rasulullah, sedangkan Bani Bakr menyatakan untuk menjadi sekutu Quraisy.

Rasulullah pun diuji dengan peristiwa yang dialami oleh Abu Jandal, seorang sahabat yang masih ditawan kaum musyrikin Quraisy. Dia mendatangi Rasulullah dalam keadaan terbelenggu dan meminta agar dirinya dibebaskan. Namun, sikap untuk menaati perjanjian Hudaibiyah membuat Rasulullah mengembalikan Abu Jandal kepada pihak Quraisy meskipun dengan berat hati dan memintanya untuk bersabar.

Setelah itu, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan dam (dalam ibadah haji dan umrah, seseorang yang sudah ihram dan membatalkan ibadahnya, maka sebagai tahallul / tanda penyudahnya adalah harus menyembelih seekor kambing. Tiga kali beliau mengatakan hal itu, namun tidak dilaksanakan oleh para sahabat. Hal ini bukan karena pembangkangan, namun karena mereka merasa berat hati dan begitu besarnya niat untuk umrah. Rasulullah pun menemui istri beliau, Ummu Salamah, dan sang istri menyarankan agar beliau menyembelih unta beliau sendiri dan menyuruh seseorang untuk mencukur rambutnya. Rasulullah langsung menyembelih unta dan meminta seseorang untuk menggundul kepala beliau.

Maka, para sahabat juga turut melakukan hal yang sama. Mereka menyembelih unta untuk tujuh orang dan menggundul kepala atau memendekkan rambut. Rasulullah mendoakan sebanyak tiga kali bagi yang menggundul kepala dan satu kali bagi yang memendekkan rambut.

Saat ada seorang wanita muslimah kabur dari Mekkah untuk memperoleh perlindungan Rasulullah, wali wanita itu mendesak Rasulullah agar mengembalikan wanita itu berdasarkan isi perjanjian. Namun Rasulullah menolaknya karena isi perjanjian hanya berlaku untuk laki-laki.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Surat Al Mumtahanah ayat 10:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا جَآءَكُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ مُهَٰجِرَٰتٖ فَٱمۡتَحِنُوهُنَّۖ ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِإِيمَٰنِهِنَّۖ فَإِنۡ عَلِمۡتُمُوهُنَّ مُؤۡمِنَٰتٖ فَلَا تَرۡجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلۡكُفَّارِۖ لَا هُنَّ حِلّٞ لَّهُمۡ وَلَا هُمۡ يَحِلُّونَ لَهُنَّۖ وَءَاتُوهُم مَّآ أَنفَقُواْۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّۚ وَلَا تُمۡسِكُواْ بِعِصَمِ ٱلۡكَوَافِرِ وَسۡ‍َٔلُواْ مَآ أَنفَقۡتُمۡ وَلۡيَسۡ‍َٔلُواْ مَآ أَنفَقُواْۚ ذَٰلِكُمۡ حُكۡمُ ٱللَّهِ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡۖ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ  ١٠

10.  Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Perjanjian Hudaibiyah memiliki pengaruh besar bagi perkembangan agama Islam. Keberadaan kaum Muslimin di Madinah menjadi diakui dan ternyata menjadi kemenangan bagi kaum Muslimin, karena sebelumnya mereka selalu diperangi oleh kaum musyrikin Quraisy agar agama Islam tidak berkembang. Setelah perjanjian, keangkuhan dan kezaliman kaum musyrikin menjadi luntur. Pintu dakwah kaum Muslimin justru semakin terbuka lebar karena tidak adanya perang yang menghabiskan waktu. Hasilnya, kaum Muslimin yang sebelum perjanjian hanya berjumlah tak lebih dari 3000 orang sudah meningkat menjadi 10.000 orang yang dihitung sebagai pasukan Muslimin saat peristiwa Fathu Mekkah ketika dua tahun setelah perjanjian.

Pandangan Rasulullah sungguh tepat sekali. Perjanjian Hudaibiyah telah meletakkan dasar yang kokoh dalam penyebaran agama Islam. Hubungan antara kaum Muslimin dan Musyrikin Quraisy menjadi tenang dan masing-masing pihak pun merasa aman pula. Rasulullah mulai fokus untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia dan Kaum Quraisy fokus berdagang.

Poin yang menyebutkan bahwa penduduk Mekkah yang kabur ke Madinah harus dikembalikan ke Mekkah, dan penduduk Madinah yang kembali Mekkah tidak dikembalikan, sekilas terasa merugikan kaum Muslimun. Namun jika dicermati, ternyata berguna bagi kaum Muslimin. Orang beriman tidak mungkin kabur ke Mekkah dari Madinah, dan jika dia kabur pastilah dia orang kafir yang tidak perlu dipertahankan oleh kaum Muslimin. Sedangkan jika kaum Muslimin hendak kabur dari Mekkah, maka Bumi Allah SWT adalah luas. Madinah bukanlah satu-satunya tujuan untuk tempat perlindungan dan masih banyak tempat lain yang aman. Buktinya, ada seorang sahabat bernama Abu Bashir yang kabur dari Mekkah ke Madinah. Tentu saja, Rasulullah tidak bisa menerimanya berdasarkan isi perjanjian. Maka Abu Bashir diserahkan kembali kepada dua utusan Quraisy yang menjemput. Di luar dugaan saat dalam perjalanan, Abu Bashir memberontak dan berhasil kabur setelah membunuh dua utusan Quraisy tadi. Dia menetap di suatu lokasi di tepi pantai. Abu Jandal yang berhasil kabur juga turut bergabung bersama Abu Bashir.

Satu demi satu kaum Muslimin yang ada di Mekkah kabur ke tempat tadi dan akhirnya membentuk komunitas sendiri. Mereka sering menghalangi atau mengganggu kafilah dagang Quraisy, musuh mereka, yang berada di sekitar tempat tinggal mereka sebagai pembalasan atas kezaliman Quraisy terhadap mereka. Tentu saja kaum Quraisy merasa kesulitan menghadapinya.

Memang pada awalnya para sahabat merasa keberatan dengan isi perjanjian Hudaibiyah, karena terkesan menguntungkan kaum Musyrikin Quraisy. Namun, mereka akhirnya sadar bahwa keputusan Rasulullah selalu mendatangkan kemaslahatan, karena hal itu dan semuanya berasal dari Allah SWT. Allah SWT menurunkan ayat 1 Surat Al Fath:

إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا  ١

1.  Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,

Para sahabat bergembira dengan datangnya kabar gembira tentang kemenangan yang nyata tersebut. Dan pada awal tahun 7 Hijriah, sejumlah tokoh Quraisy masuk Islam, di antaranya adalah Amr bin Ash, Khalid bin Walid, dan Utsman bin Talhah.


Referensi:
·         Mubarakfuri, Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·         Haekal, Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.


No comments:

Post a Comment

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts