Monday, July 1, 2019

MAKET BETTERPAD-RAY - Bangunan Tradisional sebagai Refleksi Nilai Budaya



Bangunan tradisional sebagai refleksi nilai budaya masih sangat jelas terlihat dari perwujudan bentuk, struktur, tata ruang, dan hiasannya. Bentuk fisik rumah tradisional, meskipun tidak mengabaikan rasa keindahan, namun tetap terikat oleh nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat. Mengenai letaknya terkadang sesuai dengan nilai-nilai ajaran budaya setempat. Misalnya rumah di Jawa, khususnya Kabupaten Wonogiri, ada anjuran agar membangun rumah yang menghadap ke selatan, meskipun sebenarnya tidak terlalu diperhatikan, terlebih di zaman sekarang. Sebenarnya tidak harus ada nilai-nilai mitologi atau kepercayaan nenek moyang dalam hal posisi bangunan, entah untuk menjemput rezeki, menolak bala, keberuntungan, dan sebagainya. Tentu ada nilai-nilai yang dapat dipikir secara rasional dan berhubungan dengan alam beserta kenyamanan yang diperoleh. Misalnya tentang rumah yang menghadap ke selatan ini ternyata sesuai dengan letak lintang pulau Jawa secara geografis. Alasan rumah yang menghadap ke selatan adalah agar menerima cahaya alami dengan baik. Pulau Jawa terletak di sebelah garis khatulistiwa dengan posisi antara 60 lintang selatan hingga 80 lintang selatan, sehingga matahari terlihat lebih lama berada di sebelah utara Jawa dalam setahun, sekitar 7-8 bulan dari pertengahan bulan Februari hingga pertengahan bulan Oktober. Biasanya pada waktu tersebut adalah akhir musim penghujan, musim kemarau, hingga musim awal musim hujan lagi. Maka pada durasi tersebut biasanya cuaca cerah sering terjadi sehingga matahari sering terlihat. Karena posisi rumah menghadap ke selatan maka bagian depannya tidak langsung disinari cahaya matahari sehingga rumah, terutama bagian teras lebih teduh. Sedangkan pada pertengahan Oktober hingga pertengahan Februari, posisi matahari terlihat berada di sebelah selatan Jawa. Pada saat itu biasanya terjadi musim penghujan yang sering terjadi cuaca mendung bahkan hujan sehingga matahari sering tidak terlihat dan rumah bagian depan tetap terasa teduh, selain karena durasi posisi matahari yang terlihat di sebelah selatan Jawa lebih sedikit.
Selain itu, ada larangan untuk membuat rumah di ujung pertigaan, tepatnya di atas bagian tengah huruf T, karena bisa terkena malapetaka. Sebenarnya hal ini lebih baik dipikir secara rasional dan ternyata memang benar. Rumah yang berada di posisi tersebut maka langsung menghadap jalan yang lurus langsung menuju ke arah rumah tersebut. Misalnya jika ada kendaraan yang bergerak cepat dan tak bisa dikendalikan yang langsung mengarah ke rumah di posisi tersebut, maka akan berpotensi menabrak rumah tersebut sehingga terjadi kecelakaan. Namun memang ada rumah-rumah yang berada di posisi tersebut yang penghuninya merasa tidak ada masalah dalam hal tersebut. Intinya, dalam nilai-nilai budaya tentunya dapat diambil nilai-nilai positifnya yang rasional.
Rumah-rumah tradisional amat jelas dalam membedakan bagian depan dengan bagian belakang, seperti antara ruang tamu dengan dapur. Lalu ada juga tata susunannya dalam perkampungan/lingkungan masyarakat, ada tempat-tempat istimewa yang perlu diperhitungkan. Misalnya tata kota macapat di pulau Jawa yang meskipun tidak benar-benar diperhatikan, terlebih di zaman sekarang. Intinya, macapat dalam hal ini yaitu sebuah alun-alun / lapangan yang dikelilingi empat bangunan penting, yaitu tempat ibadah (masjid), kantor pemerintahan, pengadilan atau tempat masalah hukum, dan pasar. Alun-alun adalah tempat berkumpul masyarakat dalam kegiatan tertentu. Masjid terletak di sebelah barat karena arah kiblat di Jawa adalah ke barat. Kemudian kantor pemerintahan berada di selatan, tempat masalah hukum di timur, dan pasar di utara.
Dalam bangunan tradisional memang ada nilai-nilai yang terefleksi dari bentuk rumahnya. Ada masyarakat yang memberikan arti tertentu pada bentuk rumah mereka sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, bisa jadi itu tentang alam atau sesuatu yang berhubungan dengan komunitas mereka. Misalnya tentang keindahan arsitektur yang sering terlihat di televisi atau media internet, yaitu rumah adat Batak Toba (rumah Bolon di Sumatra Utara) dan Toraja (rumah Tongkonan di Sulawesi Selatan) yang memiliki bentuk atap rumah mirip perahu, bahkan termasuk rumah adat Minang (rumah Gadang di Sumatra Barat). Ada pendapat bahwa bentuk perahu ini adalah simbol tentang kendaraan yang telah berdampak positif untuk mereka. Contohnya menurut orang-orang Toraja, perahu adalah kendaraan nenek moyang mereka yang berhasil berlayar sampai di daratan Sulawesi. Kemudian, semakin tinggi wujud atapnya maka semakin tinggi martabat atau status sosial penghuninya. Contoh lain adalah bentuk atap Joglo di rumah-rumah Jawa yang memiliki bentuk yang unik. Bentuk atap Joglo yang tinggi hampir tegak ini adalah simbol tentang gunung yang besar dan kokoh. Pulau Jawa memang memiliki banyak gunung, baik gunung biasa maupun gunung berapi yang sangat berpengaruh dalam kehidupan orang Jawa, terutama dalam hal sumber daya alam. Gunung adalah salah satu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sering digunakan sebagai simbol keagungan dan sebenarnya bukti bawa Tuhan Maha Agung-lah yang mampu menciptakan alam raya yang luar biasa luas ini.
 Setiap bangunan memiliki struktur yang khas. Dalam rumah adat Jawa, misalnya pendopo (paviliun) memiliki tiang-tiang yang menyangga atap bangunan. Tiang-tiang ini biasanya terbuat dari kayu jati yang bisa ditemui dengan mudah di pulau Jawa. Begitu juga dengan setiap bangunan di daerah-daerah di Indonesia, atau dalam setiap peradaban di seluruh belahan dunia memiliki tiang-tiang sebagai penopang bangunan. Sebenarnya secara umum, tiang memiliki nilai tentang sesuatu yang mampu mendirikan dan menegakkan. Jadi setiap kegiatan atau proses atau organisasi tentu ada “tiang” yang menopangnya agar dapat berdiri kuat dan tidak mudah rubuh.
Mengenai pembagian ruang, memang terlihat jelas dibuat sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Rumah utama dianggap hanya pantas dimasuki oleh penghuni rumah dan kerabat dekat. Karena itu ada bagian-bagian yang terbuka untuk tamu dan ada juga bagian-bagian ruang tamu bagi orang lain menjadi satu dengan tempat tinggal. Contoh dalam hal tersebut adalah pendopo (paviliun) di depan rumah utama tradisional Jawa sebagai tempat tamu. Pendopo adalah bangunan yang penting bagi kegiatan sosialisasi penduduk setempat.
Bentuk dan pola hiasan rumah tradisional juga terkait dengan pengaruh nilai budaya, gagasan utama, dan keyakinan yang mendominasi penduduk. Kepala kerbau, sebagai hewan kerja dalam pertanian memiliki nilai tinggi. Kepala kerbau atau tanduknya menjadi benda penghias rumah yang penuh arti. Contohnya di Toraja, suku yang budayanya sudah terkenal di media massa, memasang tanduk kerbau di rumah mereka yang dapat menunjukkan tingkat status sosialnya. Semakin tinggi susunan tanduk kerbau, semakin tinggi status sosialnya. Di samping itu ada pula lambang-lambang lain yang menggambarkan nilai-nilai budaya, gagasan vital, dan keyakinan masyarakat yang menghias rumah atau bangunan tradisional dalam bentuk ukiran dan gambar.
Maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya “Tembok Mural”) adalah desain kompleks bangunan yang dapat merefleksikan nilai-nilai budaya Nusantara. Insya Allah jika terwujud, maka dapat ditampilkan unsur-unsur budaya secara detail. Maket tersebut merupakan wujud dari tujuan untuk mengenalkan nilai-nilai budaya yang penting diketahui bagi generasi mendatang, meskipun belum maksimal jika belum diwujudkan. Namun tetap ada unsur-unsur modern dan Barat agar sesuai dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini dengan tetap menonjolkan unsur-unsur budaya tradisional.
Masjid Syahadat

Pendapa Peradaban

Bangunan Utama Betterpad-Ray
Bentuk dari desain Maket Betterpad-Ray adalah berupa area berbentuk persegi panjang dengan Bangunan Utama Betterpad-Ray yang terletak di tengahnya. Bangunan Utama memiliki bentuk modern (cenderung gaya Barat) karena fungsinya yang kompleks. Sedangkan Pendapa Peradaban adalah paviliun atau aula yang memiliki bentuk atap khas Nusantara yang bagian tengahnya curam. Masjid Syahadat terletak di sebelah barat dengan bentuk atap piramida khas Nusantara dengan adanya bentuk lengkungan gaya Arab pada pintu dan jendela. Struktur bangunannya menggunakan bahan dari bata, semen, dan pasir dengan adanya tiang-tiang penyangga terutama pada Pendapa Peradaban. Penggunaan bahan-bahan modern ini mungkin bisa diganti dengan kayu, dan hal tersebut masih bisa diatur sesuai kebutuhan. Namun aula-aula besar atau bangunan zaman sekarang umumnya sudah menggunakan semen sebagai bahan dasar. Sebagai kompleks bangunan di negara tropis, maka atapnya berbentuk curam agar air hujan mudah mengalir ke bawah. Kompleks Betterpad-Ray memiliki berbagai bangunan yang diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan kepantasannya. Aula (Pendapa Peradaban) sebagai ruang publik terletak di depan Bangunan Utama, lalu ada halaman yang luas di depannya. Sedangkan Masjid Syahadat terletak di sebelah barat ke arah kiblat. Insya Allah, hiasan-hiasan detail pada Betterpad-Ray menampilkan unsur-unsur budaya Nusantara, bahkan seluruh daerah di Indonesia jika ada, sebagai wujud persatuan dalam keanekaragaman. Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya arti arsitektur tradisional sebagai salah satu refleksi kebudayaan. Maka pelestarian bangunan tradisional tidak hanya sekadar memelihara bangunan kuno tetapi juga memperluas pesan dan informasi nilai-nilai budaya yang ada dan diperkuat oleh dan untuk generasi mendatang.
Demikianlah penjelasan dari artikel mengenai desain maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya). Insya Allah bisa diwujudkan. Aamiin. Mohon maaf apabila ada kesalahan terutama di artikel ini.

Referensi:
§  Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia. 1997. Bandung: Penerbit Alumni.  *Termasuk oleh: Prof. Dr. S. Budhisantoso, seperti yang tercantum dalam buku referensi.  (https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)


(Hobi Arsitektur)

No comments:

Post a Comment

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts