Perang Ahzab adalah perang yang terjadi pada tahun 5 Hijriah. Sebelumnya, jazirah Arab mengalami masa-masa tenang dan kondusif setelah melalui berbagai perang. Kaum Muslimin merasakan hidup yang lebih baik dan dapat mengatur hidup tanpa kesulitan berarti. Kendati demikian, Nabi Muhammad tentang waspada terhadap keadaan sekitar dengan mengirim mata-mata ke berbagai penjuru jazirah. Hal ini dilakukan agar kaum Muslimin dapat selalu siap siaga menghadapi bahaya atau musuh.
Kaum Yahudi merasa tidak suka dengan keadaan tenang tersebut dan menjadi semakin dengki terhadap kaum Muslimin. Mereka sudah mengalami kekalahan dan kehinaan yang membuat mereka sakit hati. Maka, terpikir rencana untuk menghasut orang-orang Arab agar memerangi kaum Muslimin. Untuk mencoba membalas rasa sakit mereka, mereka mengutus 20 orang tokoh-tokoh mereka serta para pemimpin Bani Nadhir untuk menemui pihak Quraisy agar mau melawan Nabi Muhammad dan pasukan Muslimin. Tokoh-tokoh Bani Nadhir ini adalah Huyayy bin Akhtab, Sallam bin Abi Al Huqaiq, dan Kinana bin Al Huqaiq, serta orang-orang dari lain Bani. Kaum Yahudi berjanji untuk memihak Quraisy dan selalu membantu segala urusan Quraisy. Kaum Quraisy menerima ajakan itu dengan senang hati. Hal yang sama juga diterima oleh utusan Yahudi tersebut saat menemui suku Ghathafan untuk memerangi Nabi Muhammad.
Kaum Yahudi merasa tidak suka dengan keadaan tenang tersebut dan menjadi semakin dengki terhadap kaum Muslimin. Mereka sudah mengalami kekalahan dan kehinaan yang membuat mereka sakit hati. Maka, terpikir rencana untuk menghasut orang-orang Arab agar memerangi kaum Muslimin. Untuk mencoba membalas rasa sakit mereka, mereka mengutus 20 orang tokoh-tokoh mereka serta para pemimpin Bani Nadhir untuk menemui pihak Quraisy agar mau melawan Nabi Muhammad dan pasukan Muslimin. Tokoh-tokoh Bani Nadhir ini adalah Huyayy bin Akhtab, Sallam bin Abi Al Huqaiq, dan Kinana bin Al Huqaiq, serta orang-orang dari lain Bani. Kaum Yahudi berjanji untuk memihak Quraisy dan selalu membantu segala urusan Quraisy. Kaum Quraisy menerima ajakan itu dengan senang hati. Hal yang sama juga diterima oleh utusan Yahudi tersebut saat menemui suku Ghathafan untuk memerangi Nabi Muhammad.
Maka, pasukan
sekutu mereka berhasil terbentuk dalam jumlah yang lebih besar daripada
musuh-musuh pasukan Muslim sebelumnya. Beberapa waktu kemudian, pasukan Quraisy
berangkat dengan kekuatan 4000 pasukan, 300 ekor kuda, dan 1500 orang dengan
unta yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Kekuatan pasukan Quraisy juga masih ditambah
dengan kekuatan para sekutunya, termasuk dari Kinanah. Sementara, suku Ghathafan
beserta sekutu juga mulai berangkat. Pasukan Sekutu (Ahzab) menuju ke tempat
yang telah mereka sepakati sebelum mencapai Madinah.
Ternyata,
informasi tentang pasukan sekutu telah diketahui oleh Rasulullah melalui
laporan intelijen. Rasullah segera memanggil para tokoh Muslimin terbaik untuk
bermusyawarah tentang cara menghadapi musuh. Salah seorang sahabat asal Persia,
Salman Al Farisi, mengusulkan untuk membuat parit agar gerakan pasukan Ahzab
dapat dihadang. “Ya Rasulullah, di negeri Persia jika kami terkepung, maka kami
membuat parit”, usul Salman Al Farisi.
Saat itu, strategi
parit belum dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya. Karena menurut mereka strategi
itu efektif dalam menghadapi musuh saat situasi mendesak itu, kaum Muslimin
menyetujui usulan Salman Al-Farisi. Kaum Muslimin membuat parit dengan penuh
semangat. Rasulullah juga turut membuat parit bersama mereka sambil melantunkan
bait syair:
Ya
Allah, sesungguhnya tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Maka
ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.
Sepanjang hari,
kaum Muslimin terus menggali parit yang dapat menahan serangan pasukan Ahzab.
Jika menjelang malam, mereka pulang ke rumah dan istirahat. Mereka merasa lapar
karena persediaan makanan hanya sedikit. Di sinilah salah satu mukjizat
Rasulullah terjadi. Karena Jabir bin Abdullah merasa kasihan melihat keadaan
Rasulullah yang tidak begitu baik, dia segera menyembelih seekor kambing dan
memasaknya. Lalu, dia mengundang Rasullah dan beberapa orang sahabat saja untuk
menyantap hidangan olahan itu. Namun, tidak hanya beberapa orang saja yang
diundang. Seluruh sahabat yang menggali parit yang berjumlah tidak kurang dari
1000 orang juga turut diundang Rasulullah. Sungguh luar biasa karunia dari
Allah SWT, seluruh orang dapat menyantap hidangan itu sampai kenyang, bahkan
masih ada sisa seperti sedia kala.
Tidak seluruh
sisi Kota Madinah yang digali parit. Hanya sisi utara kota saja yang digali
parit karena hanya daerah itu saja yang terbuka. Sedangkan sekeliling Madinah
lainnya adalah berupa pegunungan dan kebun-kebun. Menurut perhitungan mereka,
musuh mungkin akan menyerbu dari arah utara saja. Setelah bekerja keras dalam
waktu lama dengan iringan doa, parit telah selesai dibuat sesuai rencana. Menurut
riwayat, pembuatan parit berlangsung selama enam hari.
Empat ribu orang
pasukan Quraisy mulai berdatangan, begitu juga pasukan suku Ghatafan beserta
sekutu.
Surat Al Ahzab
ayat 22:
وَلَمَّا
رَءَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡأَحۡزَابَ قَالُواْ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ
وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمۡ إِلَّآ إِيمَٰنٗا
وَتَسۡلِيمٗا ٢٢
22. Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang
dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman
dan ketundukan.
Tiga ribu orang
pasukan Rasulullah juga siap menyambut musuh menuju perbatasan parit. Dinding-dinding
rumah yang menghadap arah datangnya musuh diperkuat. Rumah-rumah di belakang
parit dikosongkan. Kaum wanita dan anak-anak ditempatkan di tempat perlindungan.
Di samping parit dari arah Madinah juga disiapkan batu-batu sebagai senjata. Rasulullah
memerintahkan Abdullah bin Ummi Maktum tinggal di Madinah untuk menjaga kaum
wanita dan anak-anak di dalam kota.
Saat pasukan
musuh sudah siap menyerbu Madinah,
mereka terkejut dengan adanya parit yang memanjang dan cukup dalam sehingga
menghadang pergerakan mereka. Mereka belum pernah mengenal strategi perang
seperti itu sebelumnya. Mereka berusaha mencari jalan masuk atau celah agar
dapat melewati parit itu dan menyerang pasukan Muslimin. Namun, usaha mereka
tidak berguna karena pasukan Muslimin memantau gerak-gerik mereka dari seberang
parit agar musuh tidak berani menyeberang. Sesekali pasukan Muslimin juga
melontarkan anak panah agar musuh tidak mendekat. Abu Sufyan dan para
pengikutnya sebenarnya berpikir bahwa sia-sia saja mereka berlama-lama
menghadapi Madinah dengan batas parit itu karena sulit atau tak mungkin
melewatinya.
Saking sibuknya
menjaga parit dan mengawasi musuh, pasukan Muslimin sampai lupa untuk
melaksanakan salat Asar hingga habis waktunya. Maka, Rasulullah dan pasukan
melaksanakan salat Asar usai terbenamnya matahari dilanjutkan salat Maghrib.
Berhari-hari
pengepungan terus berlanjut. Korban dari kedua pihak juga tak dapat dihindari
meskipun hanya sedikit karena serangan-serangan kecil seperti lontaran anak
panah saling dilakukan. Kondisi yang tidak menguntungkan pasukan Muslimin
terjadi di saat-saat genting. Bani Quraidzah dari kaum Yahudi mengkhianati kaum
Muslimin, padahal sebelumnya mereka telah terikat perjanjian dengan Rasulullah
untuk saling melindungi dan saling menolong jika salah satu pihak diserang.
Konon, pengkhianatan Bani Quraidzah ini terjadi karena bujukan Huyayy bin
Akhtab terhadap Ka’b bin Asad, orang yang berkepentingan dengan adanya
perjanjian Bani Quraidzah itu.
Salah seorang
dari Bani Quraidzah diutus untuk menyusup ke tempat perlindungan kaum wanita
yang dijaga Hassan bin Tsabit. Shafiah binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah
yang berada di tempat itu, mengetahui ada seorang Yahudi yang mengendap-endap
di tempat perlindungan itu. Beliau memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk
menindak orang itu karena tidak yakin dengan orang Yahudi yang mencurigakan
gerak-geriknya itu. Karena Hassan tidak berani melakukannya, Shafiah keluar
dari perlindungan dan mengambil tindakan sendiri dengan memukul orang Yahudi
itu dengan kayu hingga tewas.
Keberanian
Shafiah terhadap orang Yahudi itu membuat Bani Quraidzah mengira bahwa tempat
perlindungan kaum wanita dikawal oleh orang-orang yang kuat. Padahal orang
Yahudi tadi tidak kembali karena hantaman dari Shafiah dan tidak ada tentara
muslimin kuat yang menjaganya. Maka, kaum Yahudi itu tidak berani menyerang
tempat perlindungan kaum Muslimah sehingga amanlah kaum wanita. Tindakan Bani
Quraidzah tidak hanya itu karena mereka juga mengirim bantuan logistik kepada
pasukan musuh sebagai bukti bergabungnya mereka untuk melawan pasukan Muslimin.
Rasulullah telah
mengetahui kabar itu dan segera mencari tahu sikap Bani Quraidzah yang
sebenarnya dengan mengutus Sa’ad bin Mu’az, Sa’ad bin Ubadah, dan Abdullah bin
Rawahah agar dapat diambil tindakan yang pantas diterima Bani Quraidzah. Para
utusan Rasulullah tersebut sampai di benteng Bani Quraidzah dan menerima
teriakan pernyataan dari Bani Quraidzah, “Siapa itu Rasulullah? Tak ada
perjanjian antara kami dengan Muhammad."
Maka para utusan
pulang untuk memberitahu Rasulullah tentang sikap buruk Bani Quraidzah. Rasulullah
menyamakan sikap mereka dengan suku Qoroh dan Adhal yang membunuh beberapa
sahabat Rasulullah pada peristiwa Ar Raji’ sebelumnya. Tentu saja kondisi
seperti itu memberi tekanan kepada pihak Muslimin. Musuh dalam jumlah banyak di
seberang parit tetaplah berbahaya dan kaum Yahudi yang berkhianat ada di dalam
kota yang dapat mengancam keselamatan kaum wanita dan anak-anak.
Surat Al Ahzab
ayat 10-11:
إِذۡ
جَآءُوكُم مِّن فَوۡقِكُمۡ وَمِنۡ أَسۡفَلَ مِنكُمۡ وَإِذۡ زَاغَتِ ٱلۡأَبۡصَٰرُ
وَبَلَغَتِ ٱلۡقُلُوبُ ٱلۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠ ١٠ هُنَالِكَ ٱبۡتُلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
وَزُلۡزِلُواْ زِلۡزَالٗا شَدِيدٗا ١١
10. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari
atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu
naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam purbasangka.
11. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan
digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.
Bahkan kaum
munafik juga menunjukkan sikap aslinya, “Dahulu Muhammad menjanjikan kita untuk
makan dari gudang harta kekaisaran Kisra dan Kaisar (Persia dan Romawi), namun
sekarang untuk pergi kakus saja tidak merasa aman.”
Di antara mereka
ada yang meminta keluar dari Madinah karena merasa sudah tak aman lagi dari
bahaya musuh.
Surat Al Ahzab
ayat 12-13:
وَإِذۡ
يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ
وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا ١٢ وَإِذۡ
قَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ يَٰٓأَهۡلَ يَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمۡ فَٱرۡجِعُواْۚ
وَيَسۡتَٔۡذِنُ فَرِيقٞ مِّنۡهُمُ ٱلنَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا
عَوۡرَةٞ وَمَا هِيَ بِعَوۡرَةٍۖ إِن يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارٗا ١٣
12. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya
tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".
13. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka
berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka
kembalilah kamu". Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk
kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka
(tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka,
mereka tidak lain hanya hendak lari.
Rasulullah
berupaya untuk menghadapi masalah itu dengan mengatur strategi. Salah satunya,
beliau mengirim beberapa penjaga ke dalam Madinah untuk melindungi kaum wanita
muslimah dan anak-anak. Beliau juga berencana untuk memecah kekuatan musuh
dengan mengajak tokoh-tokoh suku Ghathafan untuk berdamai dengan cara
memberikan sepertiga hasil panen penduduk Madinah kepada mereka agar mereka mau
pulang ke negeri asal, sehingga kekuatan musuh menjadi berkurang dan kaum
Muslimin sudah mengetahui kekuatan pasukan tersisa berdasarkan pengalaman
sebelumnya. Rasulullah meminta pendapat Sa’ad bin Mu’az dan Sa’ad bin Ubadah.
Keduanya mengatakan dengan sopan bahwa jika itu adalah perintah Allah SWT,
mereka akan menaatinya. Namun, jika strategi itu merupakan pendapat Rasulullah,
keduanya tidak akan melakukannya karena yang akan mereka berikan kepada pasukan
musuh adalah pedang (pertempuran), bukan panen hasil kerja keras mereka.
Rasulullah membenarka sikap mereka.
Ternyata, Allah
SWT sudah menetapkan rencana lain. Seorang laki-laki suku Ghathafan bernama Na’im
bin Mas’ud bin Amir Al Asyja’i menghadap Rasulullah dan mengatakan bahwa dia
telah masuk Islam tanpa diketahui oleh seorangpun dari sukunya. Dia siap
membantu pasukan Muslimin dan mau melaksanakan perintah Rasulullah. Rasulullah
memerintahkannya untuk mengacaukan kekuatan musuh, “Sesungguhnya peperangan
adalah tipu muslihat.”
Kemudian, Na’im
bin Mas’ud menemui Bani Quraidzah yang semasa Jahiliah telah memiliki hubungan
erat. Na’im mengatakan bahwa tindakan Bani Quraidzah memihak pasukan Ahzab
adalah tidak tepat, karena pasukan Ahzab tidak tinggal di Madinah. Jika pasukan
Ahzab menang, maka sudah tentu mereka akan merampas semua yang ada di Madinah.
Jika kalah, mereka akan pergi meninggalkan Madinah begitu saja tanpa peduli
dengan nasib Bani Quraidzah yang mungkin akan diserang balik oleh pasukan
Muslimin. Na’im pun menganjurkan agar Bani Quraidzah tidak memihak pasukan
Ahzab jika mereka tidak mau memberikan beberapa orang mereka sebagai jaminan.
Bani Quraidzah memercayai hal itu dan menerima usulan Na’im.
Selanjutnya, Na’im
menemui pasukan Quraisy yang semasa jahiliah juga memiliki hubungan yang baik. Na’im
mengatakan bahwa Bani Quraidzah telah menyesal memihak mereka dengan
mengkhianati kaum Muslimin. Karena itu, Bani Quraidzah telah menyurati Nabi
Muhammad bahwa mereka akan meminta jaminan dari pasukan Quraisy yang akan
mereka berikan kepada Nabi Muhammad untuk mengembalikan perjanjian itu dan
bersatu melawan pasukan Ahzab. Maka, Na’im menyuruh pasukan Quraisy agar tidak
mau melakukan apa dikatakan Bani Quraidzah untuk meminta jaminan. Lalu, Na’im
menuju suku Ghathafan dan menyampaikan hal yang sama.
Ternyata
strategi ini berhasil. Bani Quraidzah mengirim surat kepada pasukan Ahzab untuk
meminta jaminan dari mereka sebagai imbalan karena telah memihak mereka. Jika
tidak, Bani Quraidzah tidak akan mau bergabung dengan pasukan Ahzab. Pihak Quraisy
dan Ghathafan merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Na’im benar adanya. Maka
pihak Ahzab tidak mau melakukan apa yang diminta Bani Quraidzah. Bani Quraidzah
juga merasa bahwa yang dikatakan Na’im adalah benar setelah menerima jawaban
dari pasukan Ahzab. Maka, kekuatan musuh pun terpecah.
Dalam cerita
lain, Abu Sufyan telah mengutus beberapa orang untuk menemui Ka’b, pemimpin
Bani Quraidzah dengan pesan, “Kami sudah cukup lama mengepung kota ini di
tempat itu. Sebaiknya kalian harus melawan Muhammad saat besok dan kami di belakangmu.”
Pemimpin
Quraidzah berkata, “Besok hari Sabtu dan kami tak dapat berperang atau bekerja
pada hari Sabtu.”
Abu Sufyan tidak
terima dengan pernyataan itu dan mengutus orang lagi untuk membawa pesan, “Cari
Sabtu lain saja sebagai pengganti, karena Muhammad harus sudah diserang. Jika kami
sudah menyerang Muhammad dan kalian tidak melakukannya, maka persekutuan kita
bubar dan kalian akan kami serang terlebih dahulu sebelum Muhammad.”
Bani Quraidzah
tetap menyatakan tidak bisa melanggar hari Sabtu, sebab sebagian golongan
Yahudi pernah mendapat hukuman Tuhan yaitu berubah menjadi kera dan babi karena
melanggar hari Sabtu.
Selama
pengepungan Madinah, kaum Muslimin juga sempat berdoa kepada Allah SWT, “Ya
Allah, lindungilah aurat kami, dan berikanlah keamanan kepada kami.”
Rasulullah
berdoa, “Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, Yang Cepat Hisab-Nya, Hancurkanlah
pasukan Ahzab. Ya Allah, hancurkan dan goyahkan mereka.”
Doa Rasulullah
dan kaum Muslimin dikabulkan Allah SWT dengan datangnya badai yang menghantam
kemah-kemah pasukan Ahzab sehingga hancur leburlah kekuatan mereka. Allah SWT
juga mengutus tentara-Nya berupa malaikat untuk menggoncangkan mereka dengan
menghembuskan ketakutan di dada mereka.
Di malam yang
dingin itu, Rasulullah SAW memerintahkan Huzaifah bin Al Yaman untuk menyelidiki
keadaan pasukan Ahzab. Huzaifah melaporkan bahwa pasukan musuh sudah dalam kondisi
yang buruk dan bersiap-siap untuk pulang.
Rasulullah
mengetahui bahwa Allah SWT telah mengabulkan doa beliau dengan kemenangan dan
selamatnya kaum Muslimin dan hancurnya pasukan Ahzab. Kaum Muslimin menyatakan
rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan ini. Maka Rasulullah memutuskan
untuk kembali ke dalam kota Madinah. Pengepungan pasukan Ahzab ini berlangsung
kira-kira selama satu bulan.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
No comments:
Post a Comment