Perang Bani
Quraidzah adalah perang yang terjadi langsung setelah berakhirnya Perang Ahzab
(Perang Khandaq/Parit, perang antara kaum Muslimin melawan gabungan Quraisy,
Ghathafan, dan para sekutu). Perang ini terjadi pada bulan Dzulqa’idah tahun 5
Hijriah. Sehari setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah (setelah dari Perang
Ahzab) ketika waktu Dzuhur, beliau ditemui malaikat Jibril pada saat akan mandi
di rumah Ummu Salamah. Jibril berkata, “Apakah kamu sudah meletakkan senjata?
Sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjata mereka dan saya tak akan
kembali sebelum menyerbu suatu kaum. Maka, engkau dan para sahabatmu harus
berangkat menuju Bani Quraidzah. Saya akan berjalan di depanmu untuk
mengguncangkan benteng-benteng mereka dan menebarkan ketakutan di dada mereka.”
Setelah, Jibril
beserta pasukan malaikat berangkat terlebih dahulu. Memang, Allah SWT telah
menyelamatkan kaum Muslimin dari keadaan sulit sebelumnya. Namun, pihak Yahudi
Bani Quraidzah tetap menjadi ancaman serius karena pengkhianatan mereka seperti
pada perang Ahzab dapat terulang lagi. Pengkhianatan mereka terhadap Rasulullah
yang saat perang parit sangat membutuhkan bantuan memang benar-benar
keterlaluan. Bani Quraidzah telah merusak perjanjian yang telah disepakati agar
saling membantu saat salah satu pihak diserang. Saat perang Ahzab, Bani
Quraidzah tidak mau memberi bantuan kepada kaum Muslimin.
Rasulullah
memerintahkan seseorang untuk mengumumkan kepada kaum Muslimin untuk berangkat
ke tempat Bani Quraidzah dan berpesan agar mereka tidak melakukan shalat Ashar
kecuali di pemukiman Bani Quraidzah. Abdullah bin Ummi Maktum ditugaskan untuk
menjaga kota Madinah dan Ali bin Abi Thalib ditugaskan untuk membawa bendera
perang.
Rasulullah
beserta pasukan beliau segera berangkat bersama-sama. Dengan rasa percaya diri
dan tekad menegakkan kebenaran, pasukan Muslimin yakin memperoleh kemenangan. Meskipun
Bani Quraidzah memiliki benteng-benteng perlindungan yang kokoh, pasti tidak
akan lama melindungi mereka.
Para sahabat
yang masih berada di Madinah juga segera menyusul Rasulullah agar dapat shalat
Ashar di tempat Bani Quraidzah. Sebelum sampai di tempat, waktu shalat Ashar
telah tiba. Sebagian sahabat memilih untuk terus melanjutkan perjalanan agar
dapat shalat di tempat yang dimaksud dalam pesan Rasulullah. Sementara sebagian
lagi berpendapat bahwa yang dimaksud
Rasulullah adalah untuk segera berangkat tanpa menunggu hal lain. Meskipun ada perbedaan
pendapat, mereka tidak terpecah dan persatuan tetap kokoh.
Rombongan demi
rombongan pasukan Muslimin berangkat menuju Bani Quraidzah dengan jumlah
seluruhnya 3000 orang. Sampai di sana, mereka melakukan pengepungan terhadap
pemukiman itu. Sempat terjadi beberapa bentrokan dengan saling melontarkan anak
panah dan batu. Bani Quraidzah sama sekali tidak keluar dari perlindungan
mereka. Sebenarnya, Bani Quraidzah mampu bertahan baik dalam waktu lama karena kuatnya
benteng mereka dan persediaan bahan makanan dan minuman yang cukup. Sedangkan
pasukan Muslimin di luar harus merasakan dinginnya udara tanpa perlindungan
memadai dan juga lapar yang sangat. Namun, peperangan ini adalah tentang
‘betah-betahan’ dan karena Bani Quraidzah ternyata takut terhadap kekuatan kaum
Muslimin, mereka menyerah dan pasrah terhadap keputusan Rasulullah. Pengepungan
terhadap Bani Quraidzah ini telah berlangsung selama 25 hari.
Kaum Anshar
menghadap Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman terhadap Bani Quraidzah
karena hubungan baik yang telah dijalin oleh mereka. Sebelumnya, Bani Quraidzah
sempat ditawarkan untuk masuk Islam, namun mereka menolak. Rasulullah mengambil
sikap bijaksana dengan memerintahkan Sa’ad bin Mu’adz, sahabat dari kaum
Anshar, untuk menetapkan hukuman bagi Bani Quraidzah. Sa’ad bin Mu’adz
memutuskan untuk memberikan hukuman mati kepada setiap laki-laki dewasa dari
Bani Quraidzah, menawan kaum wanitan dan anak-anaknya, dan harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Rasulullah menanggapi keputusan tersebut, “Engkau telah
menetapkan hukum Allah dari atas tujuh lapis langit.”
Eksekusi hukuman
mati dilaksanakan dengan memenggal kepada orang dewasa Bani Quraidzah yang
berjumlah antara 600-700 orang, termasuk tokoh Yahudi Bani Nadhir, Huyayy bin
Akhtab, bapak dari Shafiah, perempuan yang kelak menjadi istri Rasulullah yang
saat itu juga berlindung di benteng Bani Quraidzah. Eksekusi hukuman mati
dilakukan di parit-parit yang telah digali dan di sana juga mereka dikuburkan.
Hukuman yang tampak sangat keras ini sebenarnya memang layak bagi Bani
Quraidzah karena pengkhianatan mereka. Terlebih setelah benteng mereka
diperiksa oleh pasukan Muslimin, ditemukan perlengkapan perang yang sangat
banyak dan lengkap. Tentu dapat diduga bahwa Bani Quraidzah hendak merencanakan
sesuatu yang besar dan buruk terhadap kaum Muslimin. Mereka memang layak dicap
sebagai kelompok penjahat perang yang harus menerima hukuman mati.
Menurut riwayat,
ada empat orang pihak Yahudi yang masuk Islam sehingga terhindar dari hukuman
mati. Pada dasarnya, Huyayy bin Akhtab adalah penyebab kematian orang-orang
Bani Quraidzah, karena dia yang menghasut Bani Quraidzah agar mengkhianati
pasukan Muslimin saat Perang Ahzab. Pada akhirnya, Huyayy dari suku Yahudi Bani
Nadhir juga ikut menerima hukuman. Serbuan Ahzab dan hukuman mati bagi Bani
Quraidzah telah membuktikan kekuatan kaum Muslimin. Dan jalan untuk menjalankan
perintah Allah SWT masih terus berlanjut.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment