Perang Bani
Musthaliq terjadi pada bulan Sya’ban tahun 6 Hijriah. Meskipun perang ini
bukanlah perang besar dari segi militer, namun terdapat pelajaran bagi kaum
Muslimin agar mengetahui sikap-sikap kaum munafik yang di dalam hatinya tidak
suka dengan kaum Muslimin. Mereka selalu berupaya untuk menggerogoti kekuatan
kaum Muslimin dari dalam seperti dalam peristiwa dusta yang terjadi setelah
perang ini. Persoalan yang dihadapi adalah tentang iman dan kekuatan hati.
Awalnya, Nabi
Muhammad menerima kabar bahwa pemimpin Bani Musthaliq, Al Harits bin Abu Dhiror
bersama pengikutnya berencana untuk menyerang beliau. Nabi Muhammad juga telah
yakin akan kebenaran kabar itu setelah mengutus mata-mata. Maka beliau bersama
pasukan Muslimin berangkat menuju tempat Bani Musthaliq. Pasukan Muslimin
sempat menangkap dan membunuh mata-mata yang dikirim Harits bin Dhiror yang
hendak mengumpulkan informasi pasukan Muslimin. Pihak Bani Musthaliq menjadi
sangat ketakutan dan kekuatan mereka
runtuh ketika mendengar kabar terbunuhnya mata-mata mereka.
Ketika pasukan Muslimin sampai di perkampungan
Bani Musthaliq, mereka berhasil mengalahkan musuh dan menawan kaum wanita
beserta anak-anak. Dari pihak Muslimin hanya ada satu orang yang terbunuh yang
konon bernama Hisyam bin Shubaba yang dibunuh oleh salah seorang dari kaum
Anshar, itu pun karena dikira musuh oleh temannya sendiri. Bani Musthaliq
akhirnya menyerah di bawah gempuran kaum Muslimin. Putri pemimpin Bani
Musthaliq, Juwairiah binti Al Harits, adalah salah satu dari sekian tawanan.
Lalu, perempuan itu dimerdekakan dan dinikahi Rasulullah sehingga budak-budak
tawanan yang masuk Islam dapat dimerdekakan dari kaum Muslimin dan mereka
disebut Besan Rasulullah.
Setelah perang
usai, kaum munafik sempat memprovokasi kaum Muslimin dengan mendengungkan
semangat kesukuan. Sempat terjadi bentrokan kecil antara kaum Anshar dan kaum
Muhajirin dan mereka masing-masing minta bantuan kelompoknya. Untungnya,
Rasulullah segera melarang sikap itu yang disebut sebagai seruan-seruan
jahiliah. Pentolan kaum munafik adalah Abdullah bin Ubay bin Salul yang sengaja
memancing konflik ini agar kaum Anshar merasa emosi dan melakukan pembalasan
terhadap kaum Muhajirin jika sampai di Madinah. Peristiwa ini dijelaskan oleh
Allah SWT dalam surat Al Munafiqun ayat 7-8.
هُمُ
ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنفِقُواْ عَلَىٰ مَنۡ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ حَتَّىٰ
يَنفَضُّواْۗ وَلِلَّهِ خَزَآئِنُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
لَا يَفۡقَهُونَ ٧ يَقُولُونَ لَئِن
رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا ٱلۡأَذَلَّۚ
وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
لَا يَعۡلَمُونَ ٨
7. Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada
orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada
orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar
(meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan
langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.
8. Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita
telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada
mengetahui.
Umar bin Khattab
yang mengetahui kabar itu meminta Abbad bin Yasir untuk membunuh Abdullah bin
Ubay, namun dilarang Rasulullah agar tidak timbul fitnah bahwa Rasulullah
dianggap membunuh kawannya sendiri. Putra Abdullah bin Ubay, Abdullah bin
Abdullah bin Ubay bin Salul adalah seorang muslim yang sholeh. Dia tidak suka
dengan sikap ayahnya. Saat pasukan Muslimin tiba di pintu masuk Madinah, dia
berdiri di depan pintu. Saat ayahnya hendak masuk, dia mencegahnya sebelum
mendapat izin dari Rasulullah. Ayahnya baru bisa masuk Madinah setelah mendapat
izin dari Rasulullah. Dia juga sempat berkata kepada Rasulullah bahwa dia siap
membunuh ayahnya jika diperintahkan oleh Rasulullah.
Setelah ini,
terjadilah peristiwa Haditsul Ifki yang membuat hubungan antara Rasulullah
dengan Aisyah sempat memburuk. Setiap akan bepergian atau berperang, Rasulullah
melakukan undian untuk memilih salah satu isteri beliau yang ikut menemani.
Aisyah adalah istri yang terpilih untuk ikut bepergian dalam Perang Bani
Musthaliq. Ketika kaum Muslimin hendak pulang dari peperangan, mereka
beristirahat di suatu tempat. Aisyah pun keluar dari haudaj (tandu
tertutup yang diletakkan di atas unta yang umumnya digunakan oleh wanita saat
perjalanan) untuk buang hajat. Saat akan kembali, Aisyah menyadari bahwa kalung
yang dipinjam dari saudaranya tidak ada. Maka, dia kembali ke tempat buang
hajat tadi untuk mencarinya.
Saat itu,
rombongan melanjutkan perjalanan pulang ke Madinah. Orang-orang yang membawa
tandu Aisyah tidak sadar bahwa di dalamnya tidak Aisyah karena banyaknya orang
yang membawa sehingga terasa ringan. Terlebih Aisyah memiliki badan yang
ramping dan masih muda.
Aisyah sudah
menemukan kalung tersebut. Saat sampai di tempat istirahat tadi, ternyata sudah
tidak ada orang. Akhirnya beliau menunggu sambil mengharap mereka kembali jika mereka
sadar bahwa beliau tertinggal. Aisyah terus menunggu dan tertidur.
Beruntungnya, masih ada seorang Muslim yang tertinggal dari rombongan. Dia
adalah Shofwan bin Mu’aththol. Dia terkejut melihat Aisyah yang hanya seorang
diri, “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un, Isteri Rasulullah SAW!?”
Aisyah terbangun.
Shofwan segera menundukkan hewan tunggangan agar dinaiki oleh Aisyah. Lalu
Shofwan menuntun hewan yang ditunggangi Aisyah hingga tiba di Madinah saat
siang hari. Pemandangan ini menjadi bahan pembicaraan di kalangan penduduk
Madinah. Para tokoh munafik menyebarkan berita bohong bahwa Aisyah telah
berbuat menyimpang dengan Shofwan. Akhirnya kabar dusta itu tersebar ke seluruh
kota Madinah, bahkan banyak sejumlah muslimin yang percaya fitnah itu. Sebenarnya
tidak perlu hal semacam itu menjadi buah bibir, bahkan menjadi fitnah. Kedua
orang tersebut tiba di Madinah di hadapan banyak orang dengan terlihat jelas,
bahkan siang hari. Keduanya tidak tertinggal jauh di belakang pasukan Muslimin
sehingga tak perlu menjadi prasangka. Secara psikologis, orang-orang yang
berbuat menyimpang akan berusaha menyembunyikan perbuatannya agar tidak
diketahui orang lain, tentu berbeda dengan peristiwa ini. Wajah kedua orang itu
yang tampak berseri-seri tanpa ada keanehan tentunya tidak berpengaruh buruk
bagi warga Madinah. Namun, kebencian kaum munafik membuat kabar bohong rekaan
mereka terus menyebar.
Mendengar kabar
itu, Rasulullah menjadi diam. Beliau memanggil para sahabat untuk dimintai
pendapat. Ali bin Abi Thalib secara kiasan menyarankan agar Aisyah dicerai
saja, sementara Usamah dan beberapa orang lainnya menyarankan agar tetap
mempertahankan Aisyah dan jangan terpengaruh fitnah musuh. Di lain sisi, Aisyah
mengalami sakit selama sebulan sejak tiba di Madinah sehingga tidak tahu kabar
fitnah yang beredar itu, hanya saja Rasulullah tidak menemuinya selama itu
sehingga Aisyah tidak merasakan perhatian Rasulullah yang selalu dirasakan
Aisyah termasuk ketika sakit. Aisyah akhirnya tahu kabar fitnah itu setelah
diberitahu Ummu Misthah. Maka, Aisyah mendatangi Rasulullah dan mohon izin
untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Aisyah terus menangis selama dua malam
dan matanya tak bisa terpejam.
Namun kesedihan
dan fitnah akhirnya berakhir karena Rasulullah memperoleh wahyu dari Allah SWT
bahwa Aisyah terbebas dari tuduhan-tuduhan tersebut.
Surat An-Nur
ayat 11-19:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ عُصۡبَةٞ مِّنكُمۡۚ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّٗا لَّكُمۖ
بَلۡ هُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ
وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ مِنۡهُمۡ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ ١١ لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمۡ خَيۡرٗا وَقَالُواْ هَٰذَآ إِفۡكٞ مُّبِينٞ ١٢ لَّوۡلَا جَآءُو عَلَيۡهِ بِأَرۡبَعَةِ
شُهَدَآءَۚ فَإِذۡ لَمۡ يَأۡتُواْ بِٱلشُّهَدَآءِ فَأُوْلَٰٓئِكَ عِندَ ٱللَّهِ
هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ ١٣ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ
عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ لَمَسَّكُمۡ فِي مَآ
أَفَضۡتُمۡ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ١٤ إِذۡ
تَلَقَّوۡنَهُۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ لَكُم
بِهِۦ عِلۡمٞ وَتَحۡسَبُونَهُۥ هَيِّنٗا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٞ ١٥ وَلَوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ قُلۡتُم مَّا
يَكُونُ لَنَآ أَن نَّتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبۡحَٰنَكَ هَٰذَا بُهۡتَٰنٌ
عَظِيمٞ ١٦ يَعِظُكُمُ ٱللَّهُ أَن
تَعُودُواْ لِمِثۡلِهِۦٓ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٧ وَيُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۚ وَٱللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ ١٨ إِنَّ ٱلَّذِينَ
يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ
أَلِيمٞ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا
تَعۡلَمُونَ ١٩
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar.
12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon
itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka
sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata".
13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak
mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak
mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang
dusta.
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab
yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita
bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak
kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
16. Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu
mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita
memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang
besar".
17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan)
kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang
beriman.
18. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
(berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang
beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
Rasulullah
merasa gembira mengetahui kebenaran tersebut dan segera mengabarkan hal itu
kepada Aisyah. Rasa suram selama sebulan akhirnya berlalu. Keluarga Rasulullah
berhasil melewati fitnah dan kehinaan yang dilontarka oleh kaum munafik
terutama oleh Abdullah bin Ubay yang semakin tidak dipercayai oleh
masyarakatnya sendiri. Rasulullah melaksanakan hukum cambuk sebanyak 80 kali
kepada beberapa orang sahabat yang turut menyebarkan kabar bohong itu karena
menuduh perbuatan zina tanpa adanya konfirmasi dan bukti yang jelas, di antara
dari mereka adalah Misthah bin Utsasah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti
Jahsy.
Aisyah pun
kembali ke kehidupan rumah tangga semula bersama Rasulullah. Berakhirlah peristiwa
itu tanpa meninggalkan bekas di kota Madinah. Rasulullah dapat kembali
mengabdikan diri dalam mengajarkan agama Islam.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment