Posisi kaum
Muslimin sudah semakin kokoh di kawasan Arab saat menjelang akhir tahun 6 Hijriah.
Perjuangan dan kerja keras yang mereka lakukan sebelumnya mulai memberi hasil
yang semakin meningkat bagi perkembangan agama Islam. Hal-hal melelahkan yang
mereka lalui tentu membuat mereka ingin menenangkan diri, beristirahat
sebentar, fokus untuk beribadah kepada Allah. Mereka mulai berpikir untuk
memperoleh hak yang sangat mereka impikan, yaitu beribadah di Masjidil Haram.
Sudah enam tahun mereka tidak ke sana karena dihalangi kaum musyrikin.
Selama enam
tahun itu, banyak sekali ayat-ayat turun berturut-turut mengenai Masjidil Haram
yang oleh Allah SWT dijadikan sebagai tempat berkumpul manusia dan tempat yang
aman. Ayat-ayat itu antara lain adalah Surat Al Baqarah ayat 217 yang
diturunkan pada tahun pertama Hijriah:
يَسَۡٔلُونَكَ
عَنِ ٱلشَّهۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٖ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٞ فِيهِ كَبِيرٞۚ وَصَدٌّ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ
أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۗ
وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ
وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ
حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢١٧
217. Mereka bertanya kepadamu tentang berperang
pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa
besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya)
daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Dan Surat Al
Anfal ayat 34-36 yang diturunkan setelah perang Badar:
وَمَا
لَهُمۡ أَلَّا يُعَذِّبَهُمُ ٱللَّهُ وَهُمۡ يَصُدُّونَ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
وَمَا كَانُوٓاْ أَوۡلِيَآءَهُۥٓۚ إِنۡ أَوۡلِيَآؤُهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُتَّقُونَ
وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ
٣٤ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمۡ عِندَ ٱلۡبَيۡتِ إِلَّا مُكَآءٗ وَتَصۡدِيَةٗۚ
فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ
٣٥ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن
سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ
يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ ٣٦
34. Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal
mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah
orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai(nya)
hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
35. Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu,
lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmu itu.
36. Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan
harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan
menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan
dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,
Namun, pihak
musyrikin Quraisy menganggap Nabi Muhammad dan kaum Muslimin telah mengingkari
dewa-dewa mereka dalam wujud berhala dalam rumah suci tersebut. Karena itu,
kaum Quraisy melarang kaum Muslimin untuk mengunjungi Ka’bah dan memerangi
mereka jika tidak mau kembali ke ajaran pagan sesat itu. Kaum Muslimin merasa
menderita karena tak dapat melakukan tugas agama yang telah menjadi kewajiban
mereka. Kaum Muhajirin sendiri juga tidak enak juga bila terus berada di tempat
lain (Madinah) tanpa sekali-kali pulang ke rumah asal mereka, yaitu tanah air
dan keluarga. Tentu, mereka yakin bahwa pertolongan Allah SWT pasti datang.
Suatu ketika,
Nabi Muhammad bermimpi memasuki kota Mekkah untuk menunaikan Umrah dan thawaf
di sana. Beliau menyampaikan mimpi itu kepada para sahabat. Maka, mereka
diperintahkan agar bersiap-siap melakukan perjalanan untuk umrah. Rasulullah
beserta sekitar 1400 orang sahabat mulai berangkat pada hari Senin bulan Dzul
Qa’idah tahun 6 Hijriah. Tidak ada senjata perang yang dibawa kecuali pedang
dalam sarung yang dibawa Nabi Muhammad. Ummu Salamah adalah isteri yang beliau
ajak ke Mekkah. Tiba di Dzulhulaifah (miqat atau tempat awal bagi penduduk
Madinah atau dari arah Madinah yang akan umrah atau haji), Rasulullah memulai
ihram.
Sementara itu,
kaum kafir Quraisy yang mengetahui kedatangan Rasulullah berusaha untuk
menghalangi. Rasulullah yang juga mengetahui rencana Quraisy juga memilih untuk
mengubah rute perjalanan hingga singgah di Hudaibiyah. Di situ, Rasulullah memilih
Badil bin Warqa’ Al Khuza’i sebagai penengah antara kaum Muslimin dan kaum
kafir. Beliau menegaskan kepadanya bahwa kedatangan kaum Muslimin hanya untuk
menunaikan ibadah umrah saja, bukan untuk bertempur. Namun jika kaum kafir
Quraisy tetap menghalangi, Rasulullah dan kaum Muslimin akan menyambutnya
dengan pertempuran juga.
Mendengar hal
itu, kaum Quraisy mengirim utusannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya.
Rasulullah kembali menegaskan hal tadi kepada utusan tersebut. Utusan itu
kembali ke pihak Quraisy dan mengatakan bahwa kaum Muslimin memang hanya hendak
menunaikan Umrah.
Rasulullah juga
ingin mengetahui sikap kaum kafir Quraisy. Maka, Utsman bin Affan diutus untuk
memberitahu kaum Quraisy bahwa kedatangan kaum Muslimin memang untuk umrah.
Sampai di Mekkah, Utsman menyampaikan pesan itu kepada para tokoh Quraisy.
Lalu, kaum Quraisy menawarkan Utsman untuk memulai thawaf, namun Utsman menolaknya karena dia tidak akan thawaf
sebelum Rasulullah melakukannya.
Kaum kafir
Quraisy berdiskusi untuk memberi tanggapan mereka terhadap pesan Rasulullah.
Maka, mereka menahan Utsman bin Affan hingga jawaban mereka sudah diputuskan
dan akan disampaikan kepada Rasulullah melalui Utsman. Namun karena lamanya
penahanan itu, tersiar kabar di kalangan kaum Muslimin yang menunggu di
Hudaibiyah bahwa Utsman telah dibunuh.
Mendengar kabar
itu, Rasulullah meminta para sahabat untuk melakukan Ba’iat bahwa mereka akan membalas perbuatan Quraisy
jika Utsman memang dibunuh (padahal tidak). Ba’iat dilakukan di bawah sebuah pohon dan
perbuatan ini dikenal sebagai Ba’iatur Ridwan.
Allah SWT
berfirman mengenai peristiwa itu dalam Q.S. Al Fath ayat 18:
۞لَّقَدۡ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ يُبَايِعُونَكَ
تَحۡتَ ٱلشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ
عَلَيۡهِمۡ وَأَثَٰبَهُمۡ فَتۡحٗا قَرِيبٗا
١٨
18.
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap
orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka
Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).
Kaum kafir
Quraisy yang mendengar Ba’iat itu segera mengutus Suhail bin Amr untuk
mengadakan perjanjian dengan Rasulullah. Sampai utusan itu di Hudaibiyah, kedua
pihak menyepakati perjanjian yang berisi empat hal:
1.
Tahun
ini (6 H), Muhammad harus kembali (tidak melakukan umrah). Tahun depan, beliau
dan kaum Muslimin boleh memasuki Mekkah dan tinggal di sana selama tiga hari
saja. Mereka hanya boleh membawa persenjataan yang biasa dibawa musafir
sedangkan pedang-pedang harus dimasukkan ke dalam sarung. Pada saat itu, kaum
Quraisy tidak boleh menghalanginya.
2.
Gencatan
senjata dari kedua pihak selama 10 tahun dan mewujudkan keamanan di tengah
masyarakat.
3.
Pihak
yang menjalin persekutuan dengan Muhammad atau kaum Quraisy akan menjadi bagian
dari masing-masing pihak. Penyerangan kepada suku-suku tersebut akan dianggap
sebagai penyerangan terhadap sekutunya.
4.
Siapa
yang kabur dari kaum Quraisy (Mekkah) dan mendatangi Muhammad (Madinah), maka
harus dikembalikan. Sedangkan yang kabur dari Muhammad (Madinah) menuju kaum
Quraisy (Mekkah), tidak dikembalikan.
Ali bin Abi
Thalib diperintahkan Rasulullah untuk mencatat isi perjanjian. Beliau
mendiktenya dengan menuliskan Bismillahirrahmanirrahim.
Suhail
menolaknya, “Adapun Arrahman, kami tidak mengenalnya. Tulis saja Bismika
Allahumma.”
Rasulullah
memerintahkan Ali untuk menulis bacaan itu saja. Lalu Rasulullah mendiktekan
lagi, “Ini adalah isi perjanjian antara Muhammad Rasulullah.”
Suhail
memotongnya, “Jika kami percaya engkau sebagai Rasulullah, tentu kami tidak
akan menghalangimu dari Baitullah dan tidak akan memerangimu. Tulislah:
Muhammad bin Abdullah.”
“Aku tetaplah
Rasulullah meski engkau dustakan aku.”, tegas Rasulullah.
Akhirnya
Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis Muhammad bin
Abdullah. Namun, Ali bin Abi Thalib menolaknya. Rasulullah pun menghapusnya
dengan tangan beliau sendiri.
Perjanjian pun
disepakati kedua belah pihak. Setelah itu, suku Khuza’ah menyatakan untuk menjadi
sekutu Rasulullah, sedangkan Bani Bakr menyatakan untuk menjadi sekutu Quraisy.
Rasulullah pun
diuji dengan peristiwa yang dialami oleh Abu Jandal, seorang sahabat yang masih
ditawan kaum musyrikin Quraisy. Dia mendatangi Rasulullah dalam keadaan
terbelenggu dan meminta agar dirinya dibebaskan. Namun, sikap untuk menaati
perjanjian Hudaibiyah membuat Rasulullah mengembalikan Abu Jandal kepada pihak
Quraisy meskipun dengan berat hati dan memintanya untuk bersabar.
Setelah itu,
Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan dam (dalam
ibadah haji dan umrah, seseorang yang sudah ihram dan membatalkan ibadahnya,
maka sebagai tahallul / tanda penyudahnya adalah harus menyembelih seekor
kambing. Tiga kali beliau mengatakan hal itu, namun tidak dilaksanakan oleh
para sahabat. Hal ini bukan karena pembangkangan, namun karena mereka merasa
berat hati dan begitu besarnya niat untuk umrah. Rasulullah pun menemui istri
beliau, Ummu Salamah, dan sang istri menyarankan agar beliau menyembelih unta
beliau sendiri dan menyuruh seseorang untuk mencukur rambutnya. Rasulullah
langsung menyembelih unta dan meminta seseorang untuk menggundul kepala beliau.
Maka, para
sahabat juga turut melakukan hal yang sama. Mereka menyembelih unta untuk tujuh
orang dan menggundul kepala atau memendekkan rambut. Rasulullah mendoakan
sebanyak tiga kali bagi yang menggundul kepala dan satu kali bagi yang
memendekkan rambut.
Saat ada seorang
wanita muslimah kabur dari Mekkah untuk memperoleh perlindungan Rasulullah,
wali wanita itu mendesak Rasulullah agar mengembalikan wanita itu berdasarkan
isi perjanjian. Namun Rasulullah menolaknya karena isi perjanjian hanya berlaku
untuk laki-laki.
Dalam hal ini
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Mumtahanah ayat 10:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا جَآءَكُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ مُهَٰجِرَٰتٖ فَٱمۡتَحِنُوهُنَّۖ
ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِإِيمَٰنِهِنَّۖ فَإِنۡ عَلِمۡتُمُوهُنَّ مُؤۡمِنَٰتٖ فَلَا
تَرۡجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلۡكُفَّارِۖ لَا هُنَّ حِلّٞ لَّهُمۡ وَلَا هُمۡ يَحِلُّونَ
لَهُنَّۖ وَءَاتُوهُم مَّآ أَنفَقُواْۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ أَن
تَنكِحُوهُنَّ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّۚ وَلَا تُمۡسِكُواْ بِعِصَمِ
ٱلۡكَوَافِرِ وَسَۡٔلُواْ مَآ أَنفَقۡتُمۡ وَلۡيَسَۡٔلُواْ مَآ أَنفَقُواْۚ
ذَٰلِكُمۡ حُكۡمُ ٱللَّهِ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡۖ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ١٠
10. Hai orang-orang yang beriman, apabila datang
berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji
(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika
kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada
halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada
mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)
dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah
kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Perjanjian
Hudaibiyah memiliki pengaruh besar bagi perkembangan agama Islam. Keberadaan
kaum Muslimin di Madinah menjadi diakui dan ternyata menjadi kemenangan bagi
kaum Muslimin, karena sebelumnya mereka selalu diperangi oleh kaum musyrikin
Quraisy agar agama Islam tidak berkembang. Setelah perjanjian, keangkuhan dan
kezaliman kaum musyrikin menjadi luntur. Pintu dakwah kaum Muslimin justru
semakin terbuka lebar karena tidak adanya perang yang menghabiskan waktu.
Hasilnya, kaum Muslimin yang sebelum perjanjian hanya berjumlah tak lebih dari
3000 orang sudah meningkat menjadi 10.000 orang yang dihitung sebagai pasukan Muslimin
saat peristiwa Fathu Mekkah ketika dua tahun setelah perjanjian.
Pandangan
Rasulullah sungguh tepat sekali. Perjanjian Hudaibiyah telah meletakkan dasar
yang kokoh dalam penyebaran agama Islam. Hubungan antara kaum Muslimin dan
Musyrikin Quraisy menjadi tenang dan masing-masing pihak pun merasa aman pula.
Rasulullah mulai fokus untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia dan
Kaum Quraisy fokus berdagang.
Poin yang
menyebutkan bahwa penduduk Mekkah yang kabur ke Madinah harus dikembalikan ke
Mekkah, dan penduduk Madinah yang kembali Mekkah tidak dikembalikan, sekilas
terasa merugikan kaum Muslimun. Namun jika dicermati, ternyata berguna bagi
kaum Muslimin. Orang beriman tidak mungkin kabur ke Mekkah dari Madinah, dan
jika dia kabur pastilah dia orang kafir yang tidak perlu dipertahankan oleh
kaum Muslimin. Sedangkan jika kaum Muslimin hendak kabur dari Mekkah, maka Bumi
Allah SWT adalah luas. Madinah bukanlah satu-satunya tujuan untuk tempat
perlindungan dan masih banyak tempat lain yang aman. Buktinya, ada seorang
sahabat bernama Abu Bashir yang kabur dari Mekkah ke Madinah. Tentu saja,
Rasulullah tidak bisa menerimanya berdasarkan isi perjanjian. Maka Abu Bashir
diserahkan kembali kepada dua utusan Quraisy yang menjemput. Di luar dugaan
saat dalam perjalanan, Abu Bashir memberontak dan berhasil kabur setelah
membunuh dua utusan Quraisy tadi. Dia menetap di suatu lokasi di tepi pantai.
Abu Jandal yang berhasil kabur juga turut bergabung bersama Abu Bashir.
Satu demi satu
kaum Muslimin yang ada di Mekkah kabur ke tempat tadi dan akhirnya membentuk
komunitas sendiri. Mereka sering menghalangi atau mengganggu kafilah dagang
Quraisy, musuh mereka, yang berada di sekitar tempat tinggal mereka sebagai
pembalasan atas kezaliman Quraisy terhadap mereka. Tentu saja kaum Quraisy
merasa kesulitan menghadapinya.
Memang pada
awalnya para sahabat merasa keberatan dengan isi perjanjian Hudaibiyah, karena
terkesan menguntungkan kaum Musyrikin Quraisy. Namun, mereka akhirnya sadar
bahwa keputusan Rasulullah selalu mendatangkan kemaslahatan, karena hal itu dan
semuanya berasal dari Allah SWT. Allah SWT menurunkan ayat 1 Surat Al Fath:
إِنَّا
فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا ١
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
kemenangan yang nyata,
Para sahabat
bergembira dengan datangnya kabar gembira tentang kemenangan yang nyata
tersebut. Dan pada awal tahun 7 Hijriah, sejumlah tokoh Quraisy masuk Islam, di
antaranya adalah Amr bin Ash, Khalid bin Walid, dan Utsman bin Talhah.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment