Tampak depan desain Maket
Betterpad-Ray/Benteng Mural
Setiap
bangunan memiliki tipe sendiri. Arti kata “tipe” berasal dari bahasa Yunani,
yaitu kata “typos” yang berati “the root of . . .”. Ilmu untuk
mempelajari pelbagai hal yang berhubungan dengan tipe disebut tipologi. Dalam
memahami tipe bangunan, harus dijelaskan dahulu pengertian yang terdapat dalam
kata “arsitektur” agar bisa membahas tipologi secara tuntas, karena kata
tersebut memiliki berbagai pengertian yang terus berkembang seiring berkembangnya
zaman.
Secara
tipologis, maksud kata “arsitektur” adalah kegiatan yang menghasilkan objek
tertentu yang disebut “objek arsitektural”. Dengan begitu, tipologi berusaha
menelusuri awal mula terbentuknya objek-objek arsitektural. Ada tiga tahapan
yang harus ditempuh untuk mengetahuinya, yaitu:
1.
Menentukan
“bentuk-bentuk dasar” (formal structures) yang ada dalam setiap objek
arsitektural.
2.
Menentukan
“sifat-sifat dasar” (properties) yang ada dalam setiap objek
arsitektural berdasarkan bentuk dasar yang ada.
3.
Mempelajari
proses perkembangan bentuk dasar tersebut hingga perwujudannya sekarang.
Maksud
dari “bentuk dasar” adalah unsur-unsur geometris utama, misalnya lingkaran,
elips, segi tiga, dan segi empat; termasuk pelbagai variasi tiap-tiap unsur
tersebut. Unsur geometris utama ini dapat disebut sebagai “geometri abstrak”
atau juga dikenal dengan “deeper geometry”. Disebut “abstrak” karena
unsur-unsur ini lebih sering ditemukan dalam keadaan yang tidak terwujud secara
nyata saat pengamatan, tetapi hanya terindikasi saja. Sebuah atap berbentuk
pelana dapat diasumsikan terdiri dari beberapa unsur segi tiga yang berderet.
Maksud
dari “sifat dasar” adalah hal-hal seperti memusat, simetris, memencar, statis,
dan sebagainya. Beberapa sifat dasar ini telah menjadi milik beberapa bentuk
dasar tertentu. Contoh, sebuah lingkaran memiliki sifat dasar “memusat”, karena
lingkaran sendiri adalah kumpulan titik-titik yang mengelilingi pusat hingga
kembali/tersambung di titik awal. Sedangkan persegi memiliki sifat dasar
“statis”. Namun, wujud gabungan dari beberapa bentuk persegi atau lingkaran belum
tentu memiliki sifat dasar itu lagi. Terlebih bila pelbagai bentuk dasar yang
berlainan digabungkan menjadi wujud bentuk dasar yang baru.
Tampak atas desain Maket
Betterpad-Ray/Benteng Mural
[Maket
Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya) atau Benteng Mural adalah contoh desain
kompleks bangunan yang menggabungkan unsur tradisional dan modern. Menariknya,
diusahakan agar unsur tradisional cenderung menonjol dalam wujudnya. Desain
maket Betterpad-Ray adalah penggambaran tipe bangunan dalam skala kecil yang
multi rupa. Formasi bangunan-bangunan ini mengikuti kaidah apa yang sudah ada
di dalam budaya arsitektur Nusantara (Indonesia) ditambah dengan sifat efektif
dan efisien rupa arsitektur modern yang praktis.
Bentuk-bentuk dasar pada desain maket
Betterpad-Ray dapat dilihat dengan jelas karena tampak sederhana tanpa
detail-detail rumit. Bentuk dasar bujur sangkar adalah hal yang paling umum
dijumpai dalam setiap bangunan, termasuk maket Benteng Mural ini. Bentuk bujur
sangkar dapat dilihat secara jelas dalam tiga desain bangunan utama dalam maket
Benteng Terpadu, yaitu Pendapa Peradaban, Gedung Utama Betterpad-Ray, dan
Masjid Syahadat. Alasan penggunaan bentuk bujur sangkar memang sesuai dengan
pandangan umum, bahwa bentuk dasar tersebut mudah dibuat, tegas, sederhana, dan
dapat diukur dengan mudah. Bentuk persegi yang keempat sudutnya adalah 90
derajat, jelas membentuk ruangan yang lebih luas dan efektif daripada besar
sudut yang lebih besar atau lebih kecil. Jika terlalu besar sudutnya, maka
membutuhkan banyak lahan. Bila sudutnya kecil, maka luas ruangannya menjadi
sempit.
Sedangkan
bentuk dasar segi tiga adalah hal yang umum dijumpai dalam bentuk atap di
sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun dengan variasi masing-masing. Bentuk
ini terkesan natural – seperti gunung yang kokoh atau benda apa pun yang kuat.
Kemiringan pada bentuk segi tiga membuat atap bangunan daerah tropis yang
banyak curah hujannya ini mudah mengalirkan air hujan jatuh ke tanah. Memang
ada bentuk atap yang memakai bentuk dasar lingkaran, lebih tepatnya setengah
bola. Contohnya pada rumah Honai di Papua. Ada juga yang berbentuk seperti
perahu, seperti rumah Gadang di Sumatera Barat atau rumah Tongkonan di Sulawesi
Selatan. Yang jelas, bentuk atap seperti itu memberi kesan ruang atap yang
luas.
Sifat dasar
bangunan berwujud segi empat, menurut saya, memang ke arah statis dan simetris.
Statis karena rumah atau bangunan dibuat agar bangunannya terkesan tahan lama
dan permanen. Meskipun rumah kayu tradisional mudah dibongkar, bahkan ada yang
seluruh bangunannya bisa diangkat oleh banyak orang untuk dipindahkan ke tempat
lain, namun wujud statis dari bujur sangkar memberi makna bahwa rumah adalah
objek yang diharapkan langgeng wujudnya. Umumnya rumah tradisional Indonesia
berbentuk simetris karena simetris adalah sesuatu yang seimbang, mudah dibagi
rata, dan terlihat nyaman jika dipandang. Begitu pula dengan desain Maket
Betterpad-Ray yang dirancang berdasarkan bentuk-bentuk dasar yang umum agar
tampak memiliki sifat yang kuat dan enak dipandang.
Sebagai desain
kompleks bangunan, maket Benteng Mural memang penggabungan dari bentuk-bentuk
dasar yang lebih kompleks jika dilihat secara keseluruhan. Hal ini dilakukan
agar ada ciri khas yang baru dan lain. Tentu harus ada penataan komposisi dan
proporsi dengan penghitungan yang teliti agar wujud desain terlihat serasi.
Tidak semua bentuk dasar harus digabungkan menjadi bangunan semua. Wujud taman
yang memakai bentuk dasar juga menambah warna penampilan dari desain maket
Betterpad-Ray.]
Ada
dua pendapat yang berlainan mengenai asal-usul arsitektur sebagai sebuah objek
arsitektural. Pendapat pertama menyatakan bahwa arsitektur terbentuk ketika
manusia berhasil ‘mewujudkan kehadiran Tuhan’ di dunia. Menurut pernyataan
tersebut, bangunan/konstruksi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan atau kuil
adalah objek arsitektural pertama di dunia yang dibuat manusia. Pendapat kedua
menyatakan bahwa arsitektur terbentuk saat manusia menyadari kehadirannya di
dunia dan mulai terarah pada lingkungannya. Menurut pernyataan tersebut,
bangunan berupa hunian atau tempat tinggal adalah objek arsitektural pertama di
dunia yang dibuat manusia, misalnya gubuk primitif.
Hingga
sekarang, pengaruh kedua pendapat tadi masih dapat dirasakan. Pendapat pertama
mengarahkan pemikiran bahwa yang patut disebut sebagai karya arsitektur adalah
karya-karya yang bersifat monumental dan berfungsi sebagai tempat untuk
kepentingan umum. Nikolaus Pevsner, dalam bukunya An Outline of European
Architecture (1974) memberikan pandangannya:
“Gudang sepeda adalah sebuah
bangunan. Katedral Lincoln adalah sebuah karya arsitektur. Apapun yang
membentuk ruang dalam skala yang cukup bagi manusia untuk bergerak di dalamnya
adalah sebuah bangunan. Istilah arsitektur hanya berlaku bagi bangunan-bangunan
yang dirancang dengan tujuan estetis.”
Pada abad ke-18 dan ke-19, kata “estetis” hanya diperuntukkan pada
bangunan-bangunan monumental dan umum saja. Pevsner menampilkan hal tersebut
dalam uraiannya.
Di sisi lain, pendapat kedua mengarahkan kepada sesuatu yang dapat dimengerti
bahwa setiap bangunan, apa pun fungsinya dan bagaimanapun wujudnya, harus
disebut sebagai karya arsitektur, kendati bukan seorang arsitek yang
merancangnya.
Kedua pendapat tersebut juga memberi pernyataan yang berbeda
tentang arsitektur sebagai sebuah objek. Pendapat pertama menyatakan bahwa
objek arsitektural itu bersifat unik dan orisinal. Setiap objek arsitektural
adalah hasil curahan ekspresi yang muncul dari pemikiran pembuatnya secara
sesaat, sehingga seharusnya tak mungkin ada dua objek arsitektural yang sama
persis, bahkan jika dibuat oleh orang yang sama. Pendapat ini masih berpengaruh
hingga sekarang. Berikut ini pendapat Profesor Parmono Atmadi:
“Pada
dasarnya, arsitektur selalu ingin menyampaikan pesan. Hanya karena pesan itu
tidak tertulis, maka pesan tadi dapat saja diartikan berbeda dari yang
dimaksudkan. Selain itu, pesan yang diharapkan dapat dan hampir selalu
diartikan lain oleh seseorang yang mencoba membaca pesan tersebut. Apalagi bila
pengamatan dilakukan dengan selisih waktu yang cukup lama.”
Menurut beliau, hal itu terjadi karena:
“. .
. tumbuhnya pandangan dan nilai baru yang tidak hanya berbeda, tetapi juga
dapat bertolak belakang dengan yang lama.”
Pendapat Profesor Parmono berasal dari salah satu kegiatan di
bidang linguistik, yaitu “Semiologi”. Semiologi melihat bahasa sebagai sarana
komunikasi. Dalam hal ini, manusia adalah makhluk bersimbol yang berkomunikasi
antar sesama dengan tanda-tanda yang ditujukan pada arti tertentu. Bahasa yang
dipakai sehari-hari dipelajari dalam Semiologi dengan cara menguraikannya
menjadi sebuah sistem tanda-tanda. Diharapkan bahwa proses pembentukan
pengertian tentang apa pun dapat ditelusuri dengan pendekatan tersebut.
Diyakini bahwa simbol dan tanda bersifat universal, sehingga proses dalam
pembentukan sebuah bahasa juga ada dalam hal lain, misalnya pada arsitektur.
Elemen-elemen tektonis pembentukan sebuah objek arsitektural disamakan dengan
kata-kata. Objek arsitektural sendiri disamakan dengan sebuah kalimat. Dalam
berbicara, tiap orang memiliki cara masing-masing. Pembuat objek arsitektural
juga punya cara masing-masing dalam menghasilkan karya. Dengan kata lain,
setiap objek arsitektural adalah khas dari pembuatnya sehingga bersifat unik
dan orisinal.
Pendapat kedua memberi pernyataan berlawanan. Objek-objek
arsitektural memiliki nilai yang sama dengan objek lain yang lahir dari
kegiatan yang bersifat berulang-ulang. Objek arsitektural memang sengaja dibuat
agar bisa diulangi lagi. Artinya, objek arsitektural bukan hanya menghasilkan
sebuah pengulangan melainkan juga dihasilkan dari sebuah pengulangan. Dalam pandangan
ini, pembuat objek arsitektural hanya punya satu pedoman, yaitu “bentuk-bentuk
dasar” serta “sifat-sifat dasar”. Hanya kemampuan membedakan dan mengelompokkan
pelbagai bentuk dasar serta mencirikan sifat dasar yang dimiliki pembuat objek
arsitektural. Transformasi, modifikasi, dan imitasi bentuk-bentuk dasar bisa
saja dilakukan, namun hanya setelah menetapkan satu bentuk dasar atau melakukan
penggabungan pelbagai bentuk dasar. Maka, dengan mudah orang lain dapat meniru
proses tersebut setelah bentuk dasar atau gabungan bentuk-bentuk dasar pilihan
orang pertama tadi telah diketahui.
Dalam pernyataan tersebut, karakter tidak dikaitkan dengan
pembuatnya, tetapi dengan objeknya sendiri dengan pengaturan di dalam objek itu
sendiri. Pembuat tidak punya peran sedikit pun dalam objek yang dibuat, dan
tiap objek arsitektural telah memiliki identitasnya yang telah ada sebelum
disentuh oleh pembuat.
Sebuah karakter dapat dikaitkan dengan fungsi bangunan. Contohnya,
atap rumah memberi karakter perlindungan karena melindungi penghuninya dari
panas matahari langsung atau hujan deras yang mengguyur tempat tinggalnya. Yang
disebut perlindungan adalah sesuatu yang dapat menghalangi sesuatu dari bencana
atau keburukan. Maka sebuah atap harus memiliki sifat yang tidak mudah tembus
oleh apa pun, kuat dalam menerima berbagai terpaan benda-benda fisik, dan tidak
perlu memiliki detail yang aneh-aneh.
Tipologi dapat dilihat sebagai sebuah kegiatan mengelompokkan
sesuatu berdasarkan langgam/gaya. Akibatnya muncul apa yang disebut selera yang
dapat menggerakkan dibuatnya sebuah langgam tertentu, bahkan muncul langgam
jenis baru. Secara garis besar, ada tiga langgam utama menurut waktu
berkembangnya, yaitu langgam primitif/natural, kuno/tradisional, dan modern.
Adanya kreasi yang tidak ada batasnya membuat semua langgam bisa dicampurkan
dengan proporsi sendiri-sendiri sehingga menimbulkan gaya baru, misalnya rumah
modern yang memiliki detail tradisional dengan adanya gazebo dan taman
bernuansa natural. Tentu ini adalah selera setiap orang yang nyaman menurut
perasaan orang itu sendiri. Langgam objek arsitektural menentukan kepribadian
pembuat atau penghuninya, bahkan kepribadian kelompok atau bangsa jika objek
arsitektural adalah bangunan umum yang monumental.
Desain
Masjid Syahadat
Desain
Pendapa Peradaban
Desain
Bangunan Utama Betterpad-Ray
[Berdasarkan kedua pandangan tadi, desain Maket Betterpad-Ray
cenderung merupakan sekumpulan bangunan umum yang memiliki fungsi
masing-masing. Artinya, Maket Benteng Mural adalah kompleks bangunan yang
memiliki ciri khas unik dan orisinal yang jelas tak ada wujud lain yang serupa
yang dapat diciptakan manusia. Memang, rumah hunian cenderung tidak disebut
karya atau objek arsitektur hanya karena wujudnya yang relatif sederhana dan
fungsi yang personal sehingga memang tak ada niat membuat wujud rumah yang
unik, sebatas rapi dan indah secara umum saja. Sedangkan bangunan umum adalah
bangunan yang diperuntukkan bagi banyak orang. Maka, wujudnya harus mampu
mengakomodasi pemikiran banyak orang, yaitu indah, unik, dan bisa diingat
setiap orang dengan mudah.
Mengingat rumah tinggal adalah kebutuhan pokok manusia selain
makanan dan pakaian, maka pendapat bahwa rumah tinggal adalah objek
arsitektural yang dibuat agar dapat ditiru selanjutnya adalah hal yang mendasar
dan benar. Karena tidak ada tuntutan dalam kebutuhan fisik manusia untuk
membuat sesuatu yang semakin jauh berbeda dengan cepat. Yang ada hanyalah rasa
aman dan nyaman sehingga bagaimana pun wujud bangunan sudah mencukupi
kebutuhan. Terlebih, bentuk rumah hunian merupakan wujud dari hasil pemikiran
manusia tentang satu atau beberapa bentuk dasar yang tersusun menjadi objek
arsitektural. Arsitektur adakah hasil budaya dan peradaban manusia dalam hidupnya.
Sehingga pada dasarnya bentuk konstruksi yang dihasilkan dari kreasi manusia,
bukan secara alami ada, sudah disebut sebagai karya
arsitektur yang utuh.
Desain Benteng Mural Betterpad-Ray memang bukan rumah yang
sederhana. Namun, bentuk bangunannya adalah pengulangan dari bentuk-bentuk yang
sudah ada, seperti Pendapa Peradaban dengan sisi terbuka, Bangunan Utama dengan
wujud mengelilingi ruang kosong, dan Masjid Syahadat dengan bentuk atap limas
segi empat khas Nusantara. Jadi, boleh dikatakan bahwa desain Benteng Mural
berbicara dari sudut pandang kedua pendapat tersebut.
Karakter dalam desain Betterpad-Ray dibuat agar sesuai dengan
karakter bangunan publik yang luas dan kokoh. Jika ditanya tentang langgam,
tentu bisa dinyatakan bahwa maket Benteng Mural menggunakan langgam tradisional
Nusantara yang berpadu dengan kebutuhan kegiatan modern pada Bangunan Utama
yang terlihat multi fungsi. Sebenarnya hanyalah hal yang bisa ditemukan pada
kompleks-kompleks bangunan lainnya. Ini bukan hanya masalah selera, melainkan
tentang jati diri bangsa yang perlu dijaga dan ditunjukkan kepada dunia dengan
tetap memerhatikan nilai-nilai universal dalam arsitektur.]
Bidang tipologi berawal dari pandangan bahwa gubuk primitif adalah
awal objek arsitektural yang bersifat repetitif.
Raphael Monco memberikan pernyataannya sebagai berikut:
“Secara
sederhana, tipologi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep yang
mendeskripsikan sebuah kelompok objek atas dasar kesamaan karakter
bentuk-bentuk dasarnya. Pada dasarnya, tipologi berlandaskan pada kemungkinan
mengelompokkan beberapa objek karena mempunyai kesamaan sifat-sifat dasar.
Bahkan bisa juga dikatakan bahwa tipologi berarti tindakan berpikir dalam
kerangka pengelompokkan.”
Maka, pengertian “arsitektur” adalah:
“. .
. sebuah cara membuat elemen-elemen tipologi – yaitu ide mengenai sebuah
struktur bentuk – mencapai keadaan yang bisa mencirikan karya yang utuh.”
[Demikian artikel yang tercampur antara ilmu pengetahuan dan
pembahasan mengenai desain Maket Betterpad-Ray ini. Tidak ada karya tulis yang
sempurna, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Sempurna. Mohon maaf bila
ada kesalahan dan mohon kritik serta saran. Terima kasih.]
Referensi:
§ Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia.
1997. Bandung: Penerbit Alumni.
*Termasuk oleh: Ir.Budi A. Sukada,Grand.Hond,Dipl.(AA), seperti yang
tercantum dalam buku referensi.(https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
No comments:
Post a Comment