Pengertian
mengenai arsitektur yang semakin beragam tidak hanya dikemukakan oleh para
arsitek saja namun juga semua kalangan. Ada kalanya pernyataan hanya dibuat
berdasarkan anggapan saja tanpa ada kajian ilmu yang mendalam. Ini memang hal
yang wajar mengingat arsitektur lekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga
kalangan non arsitek baik sedikit maupun banyak mau membahas arsitektur.
Pernyataan tanpa pemahaman detail menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dari
esensi arsiktektur dan akhirnya telah diterima oleh masyarakat luas. Salah
kaprah adalah istilah yang mungkin tepat untuk menggambarkanhal tersebut.
Memang bangunan adalah kebutuhan dasar manusia yang bisa digunakan dan
bermanfaat langsung bagi manusia. Untuk masalah bentuk yang penting
diperhatikan adalah tepat guna dan efisien. Masalah lain yang berhubungan dengan
gaya adalah tentang rasa. Arsitektur sendiri dipandang sebagai ilmu yang bisa
dibahas secara mendetail, mengglobal, dan seluruh aspek yang ada dalam
‘bangunan’. Namun, untuk benar-benar membahas arsitektur harus tahu
pengertiannya yang sebenarnya. Inilah yang menjadi pekerjaan dari para pegiat
arsitektur, sedangkan kalangan lain pada umumnya cukup tahu secara dasar dan
bisa memahami arsitektur sesuai kehidupan nyata.
Anggapan
yang sering dilontarkan adalah bahwa arsitektur merupakan wadah kegiatan yang
berhubungan dengan bangunan. Dalam hal ini, aristektur diidentikkan atau lekat
dengan wujud fisik atau struktur. Ini adalah anggapan yang jelas, namun terlalu
ekstrim, tidak bisa menerangkan yang “lebih lembut” tentang hubungan antara
kegiatan dengan sarana, seperti kebutuhan akan waktu dan ruang, kebahagiaan,
suasana, kebanggaan, dan lain-lain. Dalam bangunan itu sendiri, tentu sudah
cukup jika tertutup dan melindungi penghuni dari macam-macam gangguan dengan
setiap pembagian ruangan sesuai kebutuhan. Namun, faktor psikis juga tak
mungkin diabaikan. Sebagai makhluk yang mampu berkarya dan berusaha, tentu
tidak merasa cukup kalau bangunan yang ada dianggap sekadar ada apanya tanpa
ada variasi lain yang berbeda. Bolehlah dikatakan bahwa variasi atau hal baru
itu terus muncul dan berkembang dalam apa yang disebut arsitektur.
Kegiatan-kegiatan untuk merias bangunan telah menjadi salah satu agenda
kehidupan agar lebih baik dan tidak stagnan di tempat. Intinya, penghuni tidak
hanya merasa kebutuhannya tercukupi, tapi juga merasakan suasana yang
membahagiakan dengan adanya tampilan indah arsitektur sesuai seleranya. Maka,
arsitektur tidak hanya membahas bangunan secara umum, namun dengan dampaknya
terhadap kehidupan jasmani dan rohani manusia.
Jika
arsitektur sebagai wadah kegiatan merupakan hal yang mudah diterima, maka cukup
mudah pula jika memandang arsitektur sebagai produk dari kebudayaan. Selama ada
dalam pikiran bahwa arsitektur adalah bagian dari kebudayaan (dan saling
memengaruhi), akan mudah pula mengamati ragam peristiwa di masyarakat.
Selanjutnya, apabila arsitektur dipandang sebagai ‘hardware’ dan kebudayaan
adalah ‘software’, pembahasannya akan lebih rumit. Dalam dunia komputer, hal
tersebut memang mudah dipahami karena memang itulah yang tampak jelas saat
memasuki dunia elektronik yang menyediakan banyak alat atau aplikasi dalam
dunia semu. Namun, tidak untuk bangunan yang fungsi utamanya dan penggunaannya
jelas berhubungan langsung dengan fisik dengan kebutuhan psikis sebagai
tujuannya. Dalam dunia bangunan, arsitektur telah menyimpan ‘program-program’
tertentu yang setiap saat dapat “dimainkan”. Tanpa mengenal waktu, program-program
ini dapat menghasilkan penampilan yang memberi nuansa gembira, khusus, atau
bahkan membuat bulu kuduk bergetar. Inilah kenapa bahwa dalam membahas
arsitektur tidak hanya melihat apa yang tampak saja, namun juga hal-hal
tertentu yang dapat memengaruhi suasana dan perasaan. Meskipun tak ada tujuan
secara materi, tentu ada perbedaan pada pola arsitektur yang tumbuh berdasarkan
pola kehidupan masyarakatnya sehingga dianggap bahwa arsitektur suatu daerah
berasal dari suatu daerah. Sedangkan penyebarannya bisa melalui media
mobilisasi manusia suatu daerah ke daerah lain atau adanya sumber-sumber
literasi.
Arsiktektur
juga dianggap sebagai wadah untuk menyampaikan ungkapan berdasarkan situasi dan
kondisi. Dapat diartikan bahwa masyarakat merasa telah menerima apa yang
dimaksud dalam suatu karya arsitektur yang diamati. Tersirat bahwa arsitektur
telah menjadi media komunikasi bagi masyarakat dengan mengungkapkan apa yang
hadir dari kehidupan masyarakatnya, entah itu sekarang, di masa lalu, atau
harapan yang akan datang. Sebelum ada mesin cetak yang bisa menampilkan deretan
aksara bermakna dalam lembaran kertas, manusia bisa menitipkan pesan, ilmu,
atau pernyataan melalui semua benda buatan pada zamannya, sehingga walau buku
belum ada, ‘buku’ telah terbit dalam benda-benda tersebut. Ideologi, kebiasaan,
pembagian golongan masyarakat, nilai-nilai kehidupan, moral, dan lain-lain
merupakan hasil budi manusia yang harus dipahami dan diamalkan oleh anggota
masyarakat. Desain arsitektur juga bisa memengaruhi pergerakan manusia saat
berada di dalamnya untuk menimbulkan kesan bahwa gerakan yang harus/sebaiknya
dilakukan manusia telah memperlihatkan filosofi tertentu. Misalnya saat hendak
masuk ke tempat ibadah terdapat pintu yang ukurannya lebih pendek dari ukuran
rata-rata manusia dewasa sehingga harus membungkuk untuk masuk ke dalamnya. Membungkuk
diartikan sebagai sikap hormat terhadap sesuatu karena kemuliaan dan/atau
kesakralannya. Contoh pesan seperti ini yang diharapkan dapat menjadi pelajaran
dan pengingat bagi manusia dan juga bisa mengingatkan tentang keunikan desain
arsitektur yang pernah dikunjungi.
Tampak depan dan tampak atas desain
Maket Betterpad-Ray / Benteng Mural
[Pesan yang
ingin disampaikan pada bangunan bisa terlihat sejah masih berupa rancangan atau
maket. Tentu pada desain Maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya) atau
Benteng Mural juga mengandung pesan positif yang diharapkan bisa dimengerti.
Pesan tersebut tak akan dijelaskan secara gamblang di sini. Sebagai desain
maket kompleks bangunan yang Insya Allah akan dapat mewadahi apa pun tentang
arsitektur, diskusi tentang ‘ilmu bangunan’ adalah hal yang penting dilakukan. Dalam
ilmu ada teori dan praktik. Sebenarnya apa yang penting dilakukan manusia
adalah bermanfaat dan memberi inspirasi. Kalau memberi manfaat, jelas desain
kompleks bangunan Media Mural Betterpad-Ray digunakan untuk mengakomodasi
kegiatan untuk memperlancar pembangunan masyarakat dan meningkatkan sumber daya
manusia. Kalau hanya sekadar kalimat seperti ini, tentu rasanya semua orang
bisa mengatakannya. Maka, perlu diperhatikan bahwa definisi, denotasi,
konotasi, dan istilah semacamnya memang perlu dibahas agar menghindari kesalah
pahaman atau konflik yang ada di masyarakat.
Yang harus
dijelaskan bahwa masyarakat memang terdiri dari pelbagai pandangan yang tidak
sama dan berbenturan satu sama lain. Yang lebih penting, masyarakat membutuhkan
dan mendambakan adanya kemakmuran yang stabil di atas adanya ragam pendapat
dengan terjaganya ketertiban dan ketenteraman. Dalam giat arsitektur, pemahaman
yang benar perlu diberitahu. Lebih utama lagi jika selain pemanfaatannya
sebagai tempat untuk berkegiatan (positif ya), arsitektur mampu memberi dampak positif
bagi masyarakat dengan adanya pesan-pesan moral dan nilai-nilai kebaikan yang
bisa tersampaikan secara tepat.]
Benda
fisik terbesar yang mampu dibuat manusia adalah bangunan yang merupakan ‘buku
dengan format yang ideal’ bagi ‘penulisan’ semacam itu. Makin heterogen peradaban
sebuah masyarakat, semakin kompleks pula pesan yang disisipkan pada bangunannya.
Majunya teknologi komunikasi telah melepaskan bangunan dari amanat-amanat yang
tersirat. Namun, tetap dapat dikatakan bahwa bangunan merupakan media komunikasi
yang efektif bagi masyarakat, karena bangunan adalah kebutuhan manusia yang
keberadaannya pasti diperhatikan dan dirasakan sehingga mudah membekas dalam
ingatan.
Dunia
ini memang memiliki ragam ras manusia, suku, bangsa, kesatuan geografi, dan istilah
lainnya yang mengindentifikasikan setiap kelompok manusia. Setiap kelompok
dianggap menghasilkan kebudayaan dengan tiap-tiap identitasnya. Hal ini hampir
benar tapi tidak mutlak. Tak ada masalah dalam hal ini untuk kelompok manusia
yang jelas identitasnya atau spesifik. Contoh kebudayaan yang masih terasa
kental dari zaman tradisional hingga zaman modern adalah arsitektur budaya Bali
dan Jepang yang mudah diidentifikasi oleh orang-orang. Namun lain halnya dengan
kelompok manusia yang kebudayaannya sedang atau pun selalu berubah. Para
pengamat arsitektur Melayu tentu merasakan hal ini. Melihat dari sisi sejarah,
daerah Melayu yang umumnya meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, dan
Kalimantan bukanlah sekadar daerah yang aktivitasnya monoton dengan penduduk
yang relatif homogen dan tak bertambah, tak berkurang, atau jarang dikunjungi.
Di sinilah tempat perdagangan yang ramai pada masa keemasannya yang
mempertemukan para pedagang atau komunitas dari ragam bangsa. Keramaian ini
adalah suatu keistimewaan karena interaksi antar budaya juga terus memengaruhi
perkembangan gaya arsitekturnya sehingga sudah tak ada gaya khas yang spesifik,
seperti melihat ada bagian gaya arsitektur kawasan lain yang bisa dilihat pada
arsitektur Melayu.
Pura di Tanah Lot, Bali
Sumber: Google Maps Street View/Web
Vision 360
Arsitektur Jepang dari Benteng Osaka
Sumber: Google Maps Street
View/nnnnnnnnnal
Istana Maimun dari Kesultanan Deli,
Kesultanan Melayu Islam
Sumber: Google Maps Street View/Andi
Rivai
Setiap
daerah atau suatu kelompok punya kebudayaan tersendiri yang khas. Maka, bentuk
kebudayaan di setiap daerah memiliki kaidah dan gaya tersendiri. Dalam
arsitektur, ada anggapan bahwa perlu diketahui cara atau bentuk penerapan
identitas budaya secara tepat pada bangunan. Adanya pesan sosial yang
dimasukkan pada bangunan yang berasal dari keinginan agar tersampaikan secara
langgeng dan benar-benar dipikirkan oleh penerima pesan, anggapan ini akan
menjadi titik tolak tindak penelitian masalah simbol pada dunia arsitektur.
Semiotika adalah cabang ilmu yang dapat dipakai untuk membahas hal tersebut.
Anggapan dasar dari penelitian ini adalah, adanya hubungan yang erat di antara
pesan, pengertian pesan secara keseluruhan, serta benda yang mengandung pesan.
Pada dasarnya, efisiensi penyampaian pesan hanya diukur pada apakah pesan dapat
diketahui dan dipahami oleh penerimanya, sesuai yang menjadi perhatian penting
pada cabang ilmu informasi. Segala biaya, waktu, dan usaha hanya dapat
dikatakan terpenuhi atau ‘ekonomis’ jika pesan telah dimengerti. Ini juga
terkait dengan ‘bahasa’ yang berlaku dalam kebiasaan manusia, yakni tidak semua
orang setuju dengan bahasa ‘gaul’ yang dianggap kurang sopan dan menyimpang
dari bahasa baku yang telah lama ada, terlebih ‘bahasa gaul’ dalam arsitektur.
Setiap
daerah atau komunitas dianggap punya simbol atau lambang tersendiri yang
menjadi identitas mereka yang harus dikenal oleh pihak lain tanpa perlu
menyebutkan nama daerahnya terlebih dahulu. Bendera-bendera negara di dunia
yang ada di zaman modern adalah contoh yang mudah dikenali oleh banyak orang. Arsitektur
bisa memasukkan unsur ini ke dalam bangunan. Indonesia berbendera merah putih
dengan kedua warna berurutan di atas dan bawah membelah persegi panjang menjadi
dua bagian horizontal yang sama luas, memang mirip bendera Monako dengan adanya
perbedaan skala persegi panjang. Bangunan yang ingin menyampaikan pesan tentang
Indonesia bisa menampilkan unsur benderanya dengan memasang tiang bendera,
membuat gambar bendera pada bagian
bangunan, atau mengecat bangunan dengan seluruh unsur-unsur warna yang
ada. Gedung Kedutaan Besar bisa memberi pesan tentang identitas negaranya
dengan hal tersebut.
Desain Masjid Syahadat
Desain Pendapa Peradaban
[Setiap desain bangunan dalam maket
Betterpad-Ray diharapkan mampu menyampaikan pesan tersendiri yang sesuai
karakteristik bangunannya. Tempat ibadah menyampaikan pesan tentang akidah dan
moral, bangunan berbudaya memberi pesan tentang pentingnya melestarikan budaya
dan nilai-nilai luhur yang terkadung di dalamnya, dan bangunan yang umum atau
multi pekerjaan dapat memberi pesan tentang semangat, kerja keras, disiplin,
semangat juang, dan sebagainya. Maket Betterpad-Ray memiliki tiga bangunan inti
yang tidak hanya menampilkan gaya khas dari setiap kebudayaan yang ada, namun
juga mampu memberi pesan dengan adanya hiasan, pola bangunan, dan fasilitas
yang memadai.
Bangunan yang
disisipkan pesan jangan hanya sekadar memandang bentuknya saja, namun juga
dengan tata bangunan dan penyediaan sarana prasarana yang bagus dan nyaman. Sia-sia
saja jika hendak menyampaikan pesan moral namun bangunan yang dibuat malah
memberi kesan buruk sehingga kelemahannya saja yang selalu diingat tanpa
diterimanya pesan baik yang dimaksud. Dengan membuat bangunan yang bagus dan
rapi, intinya juga sudah memberi pesan tentang keharusan berbuat bagus dan
menjaga kerapian di mana pun dan kapan pun. Kemudian pesan khusus baru
disampaikan dengan gaya atau pola tersendiri yang dianggap menarik dan mudah
diterima orang-orang.
Contoh secara
luas, Masjid Syahadat adalah tempat ibadah yang harus memberi pesan kebersihan
dengan letak ruang wudhu dan ruang sanitasi yang teratur dan bersih. Lalu bisa
memberi pesan tentang agama dengan menampilkan ayat-ayat suci dan seni tulisan.
Pendapa Peradaban adalah bangunan bergaya arsitektur tradisional yang memberi
pesan tentang sifat keterbukaan dan mau menerima pendapat orang lain sebagai
pelajaran, ditampilkan dengan sisi bangunan terbuka yang hanya disangga tiang
tanpa tertutup tembok. Dalam pendapa bisa ditampilkan dekorasi yang memberi
pesan tentang eksistensi budaya Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Bangunan
Utama Betterpad-Ray dapat dianggap sebagai kantor yang dibangun dengan tata
ruangan yang jelas dan teratur agar pekerjaan di dalamnya dilakukan secara disiplin
dan teratur.]
Desain Bangunan Utama Betterpad-Ray
[Demikian
artikel yang tercampur antara ilmu pengetahuan dan pembahasan mengenai desain
Maket Betterpad-Ray ini. Tidak ada karya tulis yang sempurna, karena hanya
Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan dan mohon
kritik serta saran. Terima kasih.]
Referensi:
§ Ir. Baskoro Adi, IAI. Jati Diri Arsitektur Indonesia. 1997.
Bandung: Penerbit Alumni. *Termasuk
oleh: Ir.Budi A. Sukada,Grand.Hond,Dipl.(AA), seperti yang tercantum dalam buku
referensi.
(https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
No comments:
Post a Comment