Para arsitek Indonesia mempunyai pelbagai pandangan masing-masing
mengenai arsitektur Indonesia yang diwariskan oleh para leluhur. Pada dasarnya,
Yuswadi Salya tidak setuju jika arsitektur hanya diamati sebagai objek fisik
belaka, dan tugas arsitek bukan menciptakan objek fisik tersebut melainkan
menafsirkan perilaku yang ritual. Aspek ritual memunculkan unsur ‘misteri’
karena ada sesuatu yang masih belum diketahui oleh manusia tentang apa yang
dilakukannya dalam ‘aktivitas ritual’. Manusia menyadari bahwa sebanyak apa
pun, berusaha keras seperti apa pun untuk belajar dan mengetahui apa yang
hendak dicapainya, masih banyak sekali hal-hal yang tidak akan diraih oleh
manusia. Di balik sesuatu pasti ada masih sesuatu lagi yang semakin sulit
diraih akal. Dalam hidup, setelah menemukan sesuatu di balik sesuatu, ternyata
masih ada lagi sesuatu yang membuat manusia semakin ingin menggalinya. Dan
usaha seperti itu ada batasnya, berbeda dengan dimensi yang luas tak terbatas. Begitu
juga dengan penafsiran terhadap arsitektur yang notabene ‘karya’ manusia
sendiri, meskipun memang perkembangannya terjadi sejak zaman nenek moyang, di
mana sudah tak bisa lagi untuk mengetahui dengan jelas tentang apa yang
sebenarnya dialami oleh nenek moyang karena kematian dan waktu telah memisahkan
antar generasi. Penafsiran secara arsitektural atas aspek ritual sudah
semestinya akan menimbulkan ‘misteri’ di dalamnya.
Maket
Desain Betterpad-Ray / Benteng Mural dari Depan
[Ketika mengamati maket desain bangunan yang belum dibuat, pasti
ada hal yang membuat penasaran. Karena baru berupa rancangan kecil saja, bentuk
maket tentu lebih sederhana daripada bentuk bangunan aslinya. Pelbagai pertanyaan
akan timbul mengenai bagaimana bangunan-bangunan akan dibuat dan apa fungsi
serta maksud dari setiap desain. Dengan desain maket yang sudah dibuat rapi
dengan memerhatikan komposisi dan keharmonisan, tentang apakah wujud aslinya
akan sesuai dan sebagus bentuk desainnya adalah hal yang ditunggu-tunggu. Jika memang
tak ada masalah dalam pembangunan, desain maket bisa terwujud lengkap dengan
detail-detail yang belum tergambarkan dalam maket.
Penasaran adalah perasaan terhadap sesuatu yang masih menjadi
misteri. Dalam desain maket pun ada misteri yang belum atau tidak diketahui
oleh orang lain dengan masing-masing pandangan yang timbul akibat tidak adanya
maksud pasti yang diketahui. Meskipun desain maket atau bangunan aslinya biasanya
diminta atau dibuat oleh yang mempunyai proyek, seorang arsitek atau maketor
(yang mendesain maket) punya maksud sendiri dalam karyanya. Terlebih jika
memang yang punya proyek adalah yang langsung mendesain sendiri, tentu hanya
Tuhan dan dia yang tahu. Orang lain bisa menerima penjelasan dari yang membuat
desain, namun penafsiran dari pandangan sendiri tetap akan timbul. Dalam desain
maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya) atau Benteng Mural juga menimbulkan
misteri bagi siapa saja yang melihatnya dan memang sudah ada pelbagai pandangan
yang timbul dari orang-orang yang mengamatinya. Keberadaan desain pendapa
berukuran sangat besar memang sesuatu yang unik dan luar biasa. Pendapa,
sebagai bangunan resmi yang terbuka tanpa dinding, telah menimbulkan pelbagai
penafsiran tersendiri mengenai strukturnya yang unik. Meskipun sudah ada
penjelasan berdasarkan warisan para leluhur, keunikan pendapa tetap menjadi
misteri.]
Misalkan ada sebuah gambar pendapa dengan pemandangan alam di
sekelilingnya. Di depan pendapa ada orang dewasa yang berdiri dengan jarak
cukup jauh yang menuding ke arah pendapa. Di samping orang tersebut ada anak
kecil yang melihat ke arah yang ditunjuk orang dewasa. Tentu ada misteri yang
timbul mengenai apakah orang tersebut menunjuk pendapa itu sendiri atau sesuatu
yang ada di belakang pendapa. Contoh ini terinspirasi dari gambar buatan Abbe
Laugier tentang gubuk primitif dalam karya tulisnya. Dapat diartikan bahwa anak
kecil adalah para penikmat seni dan orang dewasa adalah ‘arsitektur’, untuk
mengacu pada sesuatu yang ditunjukkannya (pendapa atau sesuatu di belakangnya
yang misterius). Pandangan yang berbeda-beda dari contoh tadi pun dapat
menimbulkan ragam penafsiran yang mengarah pada misteri. Dalam contoh tersebut
tidak dijelaskan apakah orang dewasa mengatakan sesuatu yang ditunjuk atau
tidak. Hanya sebuah tindakan yang terlihat dari luar saja.
[Selain bangunan tanpa sekat, ketika melihat ada gambar orang
yang menunjuk ke bangunan tertutup juga menimbulkan misteri, apakah yang
ditunjuk adalah sesuatu di depan bangunan, di permukaan bangunan, atau yang ada
di dalam bangunan. Ketika yang ditunjuk bangunan tanpa sekat, maka titik yang
ditunjuk juga bisa berada di belakang bangunan tanpa sekat, karena apa yang ada
di belakangnya (sisi di balik objek yang diamati / di hadapan pengamat)
terlihat jelas tanpa ada halangan. Ketika menunjuk bangunan tertutup, memang
sulit atau tidak bisa mengarah ke sesuatu di belakangnya, karena tidak mungkin
tahu apa yang ada di baliknya. Kecuali jika sudah pernah melihat objek yang
tadi pernah dilihat di belakang bangunan dan diduga masih ada di sana atau
mencari sesuatu yang diduga ada di sana. Tentu hal itu hanya dugaan, tidak
seperti ketika melihat sesuatu di belakang pendapa atau pun gubuk terbuka yang
jelas terlihat.
Tujuan desain pendapa besar (Pendapa Peradaban) di desain Benteng
Mural dibuat adalah agar orang bisa melihat pemandangan di luar pendapa dengan
lebih leluasa. Yang dimaksud bagian depan Pendapa Peradaban adalah yang
menghadap halaman utama Betterpad-Ray, sedangkan bagian belakang adalah yang
berlawanan dengan bagian depan atau dekat dengan bangunan utama. Terkadang pada
gedung-gedung pemerintahan, bagian belakang pendapa memiliki dinding yang dapat
berfungsi sebagai layar atau papan penjelasan serta membatasi antara ruang
publik dengan ruang kerja pemerintahan. Pada desain Pendapa Peradaban juga bisa
dibuat seperti itu atau bisa juga tidak.]
Pada dasarnya, gubuk primitif adalah suatu bentuk yang tidak jelas.
Penggambaran dan contoh wujud fisiknya belum atau tidak bisa diterangkan dengan
jelas oleh orang mana pun. Berdasarkan gambaran Abbe Laugier, secara sederhana
gubuk primitif terdiri dari empat tiang (kayu) membentuk formasi sudut siku-siku
segi empat dan di atasnya ada dua bentuk segi tiga yang berhadapan yang
masing-masing bertumpu pada dua tiang dan kedua puncak segi tiganya terhubung
oleh kayu horizontal sehingga dapat membentuk atap yang menggunakan dedaunan
atau rumput. Struktur tersebut belum diketahui kepastiannya dan keberadaannya,
namun dianggap ‘pernah’ ada dan terwujud dalam peradaban manusia, seperti
pernyataan Robi Sularto dan Darmawan Prawirodihardjo yang telah disebutkan
dalam artikel Mempelajari Arsitektur Tradisional Indonesia.
Tampak
Atas Maket Desain Betterpad-Ray / Benteng Mural
Secara tipologis, arsitektur tradisional Indonesia sesuai dengan
penggambaran gubuk primitif. Kolom dan atap adalah dua unsur utama yang
terdapat di kedua hal tadi. Unsur-unsur lainnya hanya bersifat sekunder. Bila
mencoba menggambar arsitektur tradisional tersebut di suatu kertas dengan
menyederhanakan bentuknya, baik denah, potongan, maupun tampak luarnya, maka
komponen yang terlihat adalah titik (mewakili kolom) dan garis (mewakili sisi
bidang datar). Jika dikelompokkan berdasarkan tipe, akan ada dua kelompok sifat
dasar: linier dan memusat. Jika dibuat ke arah fungsi dan wujud yang baru,
titik dan garis tersebut bisa diperbesar dimensinya, seperti titik yang menjadi
kolom bangunan dan bidang datar yang membentuk atap, dinding, dan garis luar
elemen bangunan. Tindakan tersebut tampak mudah dibayangkan dan dapat memberi
penggambaran karya nyata dengan jelas walau sederhana. Namun, agar citra
aslinya lebih terasa, ada hal yang harus dilakukan, yaitu unsur titik harus
lebih dominan daripada unsur garisnya.
Dalam mengamati karya arsitektur, bukan hanya hasil jadinya saja
yang dilihat, prosesnya pun juga penting diperhatikan. Kadang-kadang bukan
isi/maknanya yang menjadi fokus utama, namun kulit luarnya saja. Hal ini yang
menyebabkan Robi Sularto memberi pernyataan yang cukup menusuk tentang kebiasaan
‘memandang arsitektur tradisional dari bentuk luarnya’, sehingga ‘digandrungi
dengan salah mengerti, dan dicemooh tanpa mengerti’.
Arsitektur zaman pertengahan dipandang oleh Leon dan Rob Krier
sebagai model ideal karena menggambarkan kehidupan masyarakat yang mampu
menunjukkan keberadaan dirinya, keluarga, kelompok masyarakat, dan hubungan lembaga
agama dengan pemerintah, bukan karena bentuk atau langgam pada bangunan-bangunan
di zaman tersebut. Pada zaman tersebut, setiap tukang bangunan juga berperan
sebagai arsitek, kontraktor, dan seniman. Mereka bukan ahli yang terpelajar,
melainkan seorang pengabdi masyarakat. Saat mereka sedang bekerja dalam
mendirikan bangunan, seluruh keluarganya juga ikut tinggal di kawasan bangunan
yang dibuat dan hidup bersama kelompok masyarakat di tempat itu. Selama para
suaminya bekerja, seluruh kebutuhan hidup mereka dipenuhi oleh kelompok yang
bersangkutan. Artinya, proses berdirinya sebuah bangunan juga diikuti adanya
aturan tentang pola kehidupan seluruh pihak di dalamnya. Karena itu, fokus
perhatian para tipologis generasi terbaru adalah masalah perancangan kota
urban, karena kondisinya yang tidak tertata dan semakin buruk, baik kondisi
fisik lingkungan dan sosial masyarakat. Maka, memang hal wajar jika pencarian
bentuk arsitektur Indonesia dimulai di kota-kota, sedangkan sumber acuannya
dicari di pedesaan.
Di Indonesia juga telah ada tata kota yang mengatur hubungan
masyarakat dan pemerintah. Hal ini telah berlaku sejak zaman dahulu. Menurut
pandangan pribadi, zaman tradisional (memang masih luas ukuran waktunya) adalah
yang mampu mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia dan
warisannya tetap masih lestari hingga kini, walau hanya sebagian. Agama dan
pemerintahan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan di Indonesia. Tempat ibadah
publik terletak di dekat gedung pusat pemerintahan, dengan keduanya menghadap
ke alun-alun luas sebagai tempat berkumpul. Pada dasarnya, ekonomi adalah hal
utama yang diperhatikan pemerintah, karena inilah roda kehidupan utama manusia.
Maka, pasar umumnya juga terletak di dekat pusat kota atau persimpangan jalan. Pemerintahan
juga perlu mengatur keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai hukum yang
berlaku. Maka, gedung untuk mengurus masalah hukum juga berdiri di pusat
pemerintahan. Inilah unsur-unsur tata gedung kota yang setidaknya semuanya itu
harus ada.
Peta
Lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta
Sumber:
Google Maps
Di Depok terdapat kampus Universitas Indonesia yang perencanaan pembangunannya
baik secara keseluruhan maupun tiap-tiap beberapa bangunannya memakai
pendekatan tipologi. Hal tersebut untuk mewujudkan maksud pimpinan univeritas,
yaitu mencerminkan taksonomi ilmu pengetahuan dan mengekspresikan nilai-nilai
arsitektur yang diwariskan oleh generasi pembangun terdahulu di Indonesia. Nama
kampusnya saja langsung secara jelas memakai nama negara, sehingga desainnya
pun harus mewakili Indonesia. Sebagai universitas yang berada di kawasan
metropolitan Jakarta, Ibu Kota Indonesia, tentu orang-orang di dalamnya,
terutama para mahasiswanya yang berjumlah banyak, banyak yang berasal dari
pelbagai daerah di Indonesia, baik yang asli daerah maupun karena orang tua
mereka yang pindah dan menetap di Jakarta. Berdasarkan pandangan pribadi, untuk
mempresentasikan itu semua, nilai-nilai arsitektur bangsa Indonesia ditampilkan
dalam kampus Universitas Indonesia untuk menunjukkan kebanggaan akan ilmu-ilmu
luhur para pendahulu yang dapat mempererat persatuan bangsa.
Tampak
Kompleks Universitas Indonesia dari Atas
Sumber:
Google Maps
[Ada tiga desain utama dalam Maket Betterpad-Ray, yaitu Masjid
Syahadat, Pendapa Peradaban, dan Bangunan Utama Betterpad-Ray. Pada dasarnya,
kompleks bangunan dengan ketiga objek tersebut sudah cukup lengkap, yang lain
adalah desain fasilitas-fasilitas pelengkap yang dapat menunjang
kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat. Secara umum, desain kompleks bangunan
Benteng Mural dibuat untuk mengakomodasi pelbagai kegiatan sosial
kemasyarakatan. Dengan adanya ragam bentuk bangunan yang ditata dengan
memerhatikan komposisi dan harmoni, yang diharapkan adalah antar kegiatan yang
dilakukan dapat saling berkesinambungan, baik langsung maupun tak langsung,
dengan tujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan memberi nilai-nilai
moral.]
Desain
Masjid Syahadat
Desain
Pendapa Peradaban
Desain
Bangunan Utama Betterpad-Ray
[Demikian artikel yang tercampur antara ilmu pengetahuan dan
pembahasan mengenai desain Maket Betterpad-Ray ini. Tidak ada karya tulis yang
sempurna, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Sempurna. Mohon maaf bila
ada kesalahan dan mohon kritik serta saran. Terima kasih.]
Referensi:
§ Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia.
1997. Bandung: Penerbit Alumni.
*Termasuk oleh: Ir.Budi A. Sukada,Grand.Hond,Dipl.(AA), seperti yang
tercantum dalam buku referensi.
(https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
No comments:
Post a Comment