Monday, February 18, 2019

KISAH NABI MUHAMMAD SAW - Kisah Umar bin Khattab Masuk Islam

Ada seseorang yang pada awalnya hatinya sangat keras terhadap Islam, namun kemudian dia memperoleh secercah cahaya sehingga dia masuk Islam. Dialah Umar bin Khattab. Dia masuk Islam pada tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muththalib masuk Islam. Hal ini bisa terjadi karena Rasulullah memang pernah berdoa kepada Allah SWT agar dia masuk Islam,

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai, yaitu Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Kemudian Allah SWT mengabulkan doa beliau dengan memilih Umar bin Khattab yang lebih Allah cintai dari keduanya.

Umar bin Khattab adalah seorang pria yang berperawakan gagah dan berwatak keras, saat itu berusia antara tiga puluh dan tiga puluh lima tahun. Dia sering cepat marah, namun bijaksana dan lemah lembut terhadap keluarga. Saat belum masuk Islam, dia sering berperilaku kasar terhadap kaum muslimin. Sebenarnya Umar merasakan bahwa di dalam hatinya sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara mempertahankan ajaran nenek moyang yang dianutnya sejak dulu, kegemaran terhadap hiburan dan mabuk-mabukan, dengan kekagumannya terhadap keteguhan iman kaum muslimin serta hatinya merasakan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad mungkin lebih baik dan lebih mulia dari kebiasaan jahiliyah Quraisy. Saat sebagian kaum Muslimin hijrah ke Habasyah dan rajanya memberi perlindungan kepada mereka, Umar pun merasa sedih karena berpisah dengan mereka.

Hingga pada suatu hari, Umar melangkahkan kakinya dengan membawa pedang untuk menyerang Rasulullah SAW. Namun Abdullah an Nahham Al ‘Adawi menghentikan langkah Umar di tengah jalan sambil bertanya, “Mau pergi ke mana wahai Umar?”.

“Aku akan membunuh Muhammad”, Jawab Umar.

“Apa engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad?”.

“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama lamamu?”, Tanya Umar.

“Apakah kau mau kutunjukkan  yang lebih mengejutkan dari itu wahai Umar, bahwa saudara perempuanmu dan suaminya telah murtad dan meninggalkan agama lama”, ujar Abdullah.

Umar terkejut mendengar hal itu dan segera menuju ke rumah adiknya yang bernama Fatimah dalam keadaan marah. Di rumah Fatimah dan suaminya terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan Al Qur’an kepada keduanya. Khabbab merasakan bahwa Umar tiba di rumah Fatimah, maka dia bersembunyi di balik rumah. Lalu Fatimah segera menutupi lembaran Al Qur’an.

Sebelum masuk rumah, ternyata Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya, “Tadi suara apa yang kudengar dari kalian?”.

Mereka menjawab, “Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”.

“Pasti kalian sudah murtad”, kata Umar sambil marah-marah.

Suami Fatimah yang bernama Sa’id bin Zaid berkata, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu?”.

Umar semakin marah saat mendengarnya dan langsung menendang suami Fatimah dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera membangunkan suaminya, namun dia juga ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah. Fatimah pun berkata kepada Umar, “Wahai Umar, jika kebenaran bukan pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

Umar merasa malu dan menyesal karena telah membuat adik perempuannya dalam keadaan berdarah. Timbullah rasa iba terhadap adiknya itu. Kemudian dia meminta lembaran Al Qur’an tersebut. Namun Fatimah menolaknya dan mengatakan bahwa Umar masih najis, dan Al Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang-orang yang sudah bersuci. Umar disuruh mandi oleh Fatimah jika ingin menyentuh lembaran Al Qur’an, maka Umar melakukannya.

Setelah mandi, Umar membaca isi lembaran Al Qur’an, “Bismillahirrahmanirrahim”. Lalu dia memberi tanggapan, “Ini adalah nama-nama yang indah dan suci”.

Kemudian dia melanjutkan membaca:

طه  ١ [ طه:1]

1.  Ta, Ha. [Ta Ha:1]

Sampai ayat:

إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ  ١٤ [ طه:14]

14.  Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. [Ta Ha:14]

Hati Umar merasa bergetar setelah membaca ayat-ayat tersebut. Dia merasakan ada sesuatu yang agung dan luar biasa dari kalimat-kalimat yang dibacanya.

Dia berkomentar, “Betapa indah dan mulianya kalimat-kalimat ini. Tunjukkah padaku di mana Muhammad berada”.

Lalu Khabbab bin Art keluar dari balik rumah dan berkata, “Bergembiralah Wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu. Inilah doa beliau, ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai, Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam’. Sekarang Rasulullah sedang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.

Maka Umar segera pergi ke rumah tersebut sambil membawa pedang. Kini hatinya mulai terasa tenang dan yakin dengan kebenaran. Saat sampai di sana, dia mengetuk  pintu. Seseorang yang berada di dalamnya berusaha mengintip lewat celah pintu, terlihat bahwa Umar bin Khattab sedang membawa pedang. Dia memberitahu Rasulullah dan semua orang berkumpul. Hamzah bertanya, “Ada apa?”,

Mereka menjawab, “Ada Umar”.

“Umar? Bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.

Rasulullah memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar dan menyuruhnya menemui Rasulullah. Lalu Rasulullah memegang baju Umar besera gagang pedangnya, lalu ditarik dan berkata, :Wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan da azab Allah diturunkan kepadamu seperti yang menimpa Walid bin Mughirah? Ya Allah, inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.

Umar berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah”.

Orang-orang di dalam rumah itu mengumandangkan gema takbir untuk menyambut pernyataan Umar yang telah masuk Islam, bahkan suaranya terdengar hingga Masjidil Haram. Timbul kegemparan di kalangan musyrik, sebaliknya kaum muslimin menyambutnya dengan suka cita. Ibnu Mas’ud berkata, “Kami dahulu tidak ada yang berani shalat di depan Ka’bah hingga Umar masuk Islam”.

Kini kedudukan kaum muslimin menjadi semakin kuat dan kekuatan Quraisy menjadi berkurang.



Referensi:
·         Mubarakfuri, Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·         Haekal, Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.






No comments:

Post a Comment

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts