Setelah meninggalnya
Abdul Mutthalib, Muhammad diasuh oleh paman beliau yang bernama Abu Thalib yang
sangat menyayanginya dengan tulus. Abu Thalib merawat Muhammad bersama
anak-anaknya yang lain, bahkan lebih diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Abu
Thalib mendahulukan kebutuhan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri. Abu
Thalib merasa senang dengan kepribadian Muhammad yang jujur, baik hati, cerdas,
dan sopan santun. Abu Thalib terus melindungi, merawat, dan membela Muhammad
hingga akhir hayatnya, saat Muhammad telah menjadi Rasul. Lama Abu Thalib
berada di sisi Muhammad tak kurang dari 40 tahun.
Abu Thalib bukanlah
saudara tertua di antara anak-anak Abdul Mutthalib. Saudara tertua adalah
Harith, namun dia adalah orang kurang mampu. Sedangkan Abbas adalah orang
mampu, namun kikir. Karena itu, Abu Thalib hanya mengurus bidang pengairan di
Mekkah, tidak mengurus bidang makanan. Walau hidup kekurangan, Abu Thalib tetap
dihormati di kalangan Quraisy. Karena itulah Abdul Mutthalib menyerahkan
pengasuhan Muhammad kepada Abu Thalib.
Saat Muhammad berusia
12 tahun, Abu Thalib ditemani beliau untuk berdagang ke negeri Syam. Melintasi
padang pasir yang kering antara Mekkah dan Syam bukanlah hal ringan. Sebenarnya
Abu Thalib tidak memikirkan untuk mengajak Muhammad ke negeri Syam. Namun,
Muhammad menyatakan dengan ikhlas bahwa beliau bersedia menemani sang paman.
Karena niat baik sang keponakan, Abu Thalib tidak merasa ragu-ragu di dalam
hatinya. Maka Muhammad ikut rombongan kafilah dan melakukan perjalanan
bersama-sama.
Sesuai kebiasaan kaum
Quraisy, saat musim panas mereka pergi berdagang ke negeri Syam. Sedangkan saat
musim dingin mereka pergi ke negeri Yaman. Mereka memperoleh perlindungan dari
penguasa setempat. Ini adalah nikmat dari Allah SWT yang diberikan kepada
mereka.
Surat Quraisy ayat 1-4:
لِإِيلَٰفِ
قُرَيۡشٍ ١ إِۦلَٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ
وَٱلصَّيۡفِ ٢ فَلۡيَعۡبُدُواْ رَبَّ
هَٰذَا ٱلۡبَيۡتِ ٣ ٱلَّذِيٓ أَطۡعَمَهُم
مِّن جُوعٖ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۢ ٤
1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3. Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.
Selama perjalanan,
Muhammad melihat hamparan padang pasir yang luas serta langit yang dihiasi
gemerlap bintang-bintang di malam hari. Mereka melalui wilayah Madyan,
Wadit’l-Qura, dan sisa-sisa bangunan-bangunan peninggalan Tsamud. Muhammad
mendengarkan dengan seksama cerita-cerita orang Arab mengenai bangunan-bangunan
dan sejarah peradaban masa lalu. Dalam perjalanan, Muhammad berhenti di
kebun-kebun yang lebat. Pemandangan di situ berbeda dengan kondisi Mekkah yang
merupakan lembah berpasir dikelilingi bukit-bukit. Di negeri Syam ini Muhammad
mengetahui berita-berita tentang kekaisaran Romawi, agama Kristen, serta kitab
suci mereka. Beliau juga mengetahui tentang kekaisaran Persia yang menyembah
api. Kedua kekaisaran ini saling bermusuhan.
Meski masih berusia dua
belas tahun, Muhammad telah memiliki jiwa yang begitu besar, kecerdasan otak,
ketajaman berpikir, dan memiliki pandangan yang baik mengenai kehidupan dan
alam sekitar. Semua itu sebagai persiapan bagi Muhammad untuk menerima risalah
yang besar dari Allah SWT. Beliau memerhatikan lingkungan sekitar dan
menelitinya. Beliau merasa tidak puas dengan semua kehidupan yang
diperhatikannya dan terus berusaha untuk mencari kebenaran yang hakiki.
Saat sampai di kampung
Bushra yang saat itu merupakan wilayah negeri Syam, mereka disambut dengan baik
oleh seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Semua rombongan beristirahat dan
makan atas ajakan pendeta Buhaira, kecuali Muhammad. Saat sedang
berbincang-bincang, Abu Thalib bercerita tentang kepribadian dan kehidupan
Muhammad kepada pendeta Buhaira. Setelah mengetahui tanda-tanda kenabian pada
Muhammad, pendeta Buhaira menjelaskan bahwa Muhammad akan menjadi penuntun dan
pemimpin manusia menuju jalan kebenaran Ilahi, seperti yang sudah dijelaskan
ciri-cirinya dalam kitab suci agamanya. Dia memperingatkan Abu Thalib agar
tidak lagi membawa Muhammad ke negeri Syam karena khawatir jika orang-orang
Yahudi akan mencelakai anak tersebut. Abu Thalib memutuskan untuk menyuruh anak
buahnya agar membawa Muhammad pulang ke Mekkah.
Tampaknya Abu Thalib
merasa tidak membawa banyak harta dari hasil perjalanannya. Dia sudah berniat
untuk tidak melakukan perjalanan lagi, bahkan merasa cukup dengan hartanya saat
itu. Maka dia tetap tinggal di Mekkah untuk mengasuh anak-anaknya meskipun
dengan harta yang sedikit. Muhammad juga tinggal bersama sang paman. Beliau
melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang seusia beliau.
Saat bulan-bulan suci, kadang-kadang beliau bersama keluarga, terkadang mereka
pergi ke pasar-pasar untuk mendengarkan sajak-sajak Arab yang dibawakan para
penyair. Sajak-sajak itu bercerita tentang cinta, kebanggaan, nenek moyang,
peperangan, serta jasa-jasa tokoh. Orang-orang Yahudi dan Nasrani juga turut
berpidato mengenai kebencian terhadap paganisme Arab. Mereka bercerita tentang
isi kitab suci Nabi Musa atau Nabi Isa dan mengajak orang-orang untuk mengikuti
prinsip mereka. Muhammad belum merasa lega dengan semua hal itu dan terus
mencari kebenaran.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment