Setelah menerima wahyu
pertama, Nabi Muhammad tidak menerima wahyu lagi dalam waktu yang lama.
Rasulullah merasa gelisah dan sedih dengan hal tersebut. Beliau berharap dan
menunggu bahwa wahyu berikutnya akan tiba. Sebenarnya masa terputusnya wahyu
adalah masa untuk menenangkan diri bagi Nabi Muhammad agar sadar dengan apa
yang dialami beliau saat menerima wahyu pertama dan meyakinkan diri bahwa
beliau telah diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul yang mengemban misi dari
Allah SWT.
Konon menurut riwayat
oleh Al Bukhari di dalam bagian kitab Al-Tabir, Rasulullah merasa bimbang dan
sedih di masa penangguhan wahyu. Beliau berkali-kali pergi ke puncak bukit.
Namun saat sampai di sana, Jibril menampakkan diri dan berkata kepada Nabi
Muhammad bahwa beliau adalah utusan Allah SWT. Dengan begitu hati Nabi Muhammad
merasa tenang dan jiwa beliau kembali tentram. Maka beliau pulang ke rumah.
Namun saat masa penangguhan wahyu tersebut, Nabi Muhammad kembali merasa gundah
dan bersedih. Maka beliau kembali ke puncak bukit dan Jibril pun menampakkan
diri sambil mengucapkan hal yang sama.
Al-Bukhari telah
meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa beliau telah mendengar Rasulullah
bersabda tentang penangguhan wahyu. Intinya bahwa pada suatu hari ketika
Rasulullah sedang berjalan, tiba-tiba beliau mendengar suara dari langit. Saat
beliau mencari sumber suara tersebut, beliau melihat malaikat yang telah ditemuinya
di gua Hira yang sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Beliau kembali
merasakan ketakutan yang luar biasa sehingga membuat tubuh lemas. Maka Nabi
Muhammad SAW segera pulang menemui isterinya, Khadijah, seraya berkata,
“Selimuti aku, selimuti aku”. Maka Khadijah menyelimuti beliau.
Maka turunlah wahyu
kedua dari Allah SWT pada saat itu, yaitu Surat Al-Muddatstsir ayat 1-7:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلۡمُدَّثِّرُ ١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ ٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ ٤ وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ ٥ وَلَا تَمۡنُن تَسۡتَكۡثِرُ ٦ وَلِرَبِّكَ فَٱصۡبِرۡ ٧
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. bangunlah,
lalu berilah peringatan!
3. dan
Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu
bersihkanlah,
5. dan
perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. Dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Dengan diturunkannya
wahyu tersebut, maka tugas Nabi Muhammad semakin jelas, yaitu menyeru umat
manusia agar hanya beribadah kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya serta tunduk
pada segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sejak saat itu,
turunlah wahyu-wahyu berikutnya dan mulailah sebuah perjuangan yang sangat
panjang untuk menegakkan dan menyebarkan agama Allah di muka bumi.
Ada baiknya jika lebih
mengenali jenis-jenis wahyu yang merupakan risalah dari Tuhan dan bekal dalam
berdakwah. Ibnu Al-Qayyim telah menyebutkan peringkat-peringkat wahyu:
1. Mimpi benar, yaitu permulaan wahyu kepada
Rasulullah.
2. Sesuatu yang dimasukkan oleh Malaikat ke dalam dada
dan hati Rasulullah tanpa melihatnya.
3. Jibril menjelma menjadi seorang laki-laki dan
mendatangi Rasulullah. Dia berbicara dengan Rasulullah yang menyadari dan
mengingat segala apa yang diucapkan kepada beliau. Para sahabat pun juga mampu
melihat Jibril dalam wujud manusia.
4. Rasulullah didatangi dengan bunyian seperti gemerincing
lonceng. Cara ini adalah paling berat bagi beliau untuk menerimanya, Jibril pun
turut menyertainya, konon hingga dahi Rasulullah bercucuran keringat meski hawa
udaranya dingin, bahkan tunggangan beliau ikut bersimpuh. Suatu ketika saat
wahyu jenis ini turun kepada Rasulullah dan paha beliau di atas paha Zaid bin
Tsabit, Zaid merasa seperti ditimpa beban berat.
5. Nabi Muhammad melihat malaikat Jibril dalam wujud
aslinya, lalu diwahyukan kepada beliau sesuai kehendak Allah SWT.
6. Tanpa tertutup hijab, seperti saat Rasulullah telah
melewati langit ketujuh di malam Mi’raj dan menerima perintah sholat.
7.
Percakapan
dengan Allah SWT secara langsung tanpa perantara Malaikat seperti saat Allah
SWT berbicara dengan Nabi Musa dan peristiwa Isra’.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
No comments:
Post a Comment