Abdul Mutthalib berusia
sekitar tujuh puluh tahun saat Abraha mencoba menghancurkan Ka’bah. Abraha
berasal dari Yaman. Dia membangun sebuah tempat ibadah di Yaman agar
mengalihkan perhatian orang-orang dari Ka’bah di Mekkah ke Yaman. Dia bermaksud
agar Yaman menjadi ramai dan perekonomian dari perdagangan semakin meningkat.
Namun orang-orang tetap hanya mau berziarah ke Mekkah, sehingga Mekkah tetap
ramai dan menjadi pusat perdagangan. Hal ini menjadi latar belakang penyerangan
Abraha dengan pasukan gajahnya. Allah SWT menggagalkan kejahatannya dengan
mengirim sekawanan burung yang menjatuhkan batu-batu panas ke arah pasukan
Abraha. Maka hancurlah pasukan itu dan Ka’bah tetap selamat.
Surat Al-Fil ayat 1-5:
أَلَمۡ
تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصۡحَٰبِ ٱلۡفِيلِ
١ أَلَمۡ يَجۡعَلۡ كَيۡدَهُمۡ فِي تَضۡلِيلٖ ٢ وَأَرۡسَلَ عَلَيۡهِمۡ طَيۡرًا
أَبَابِيلَ ٣ تَرۡمِيهِم بِحِجَارَةٖ مِّن
سِجِّيلٖ ٤ فَجَعَلَهُمۡ كَعَصۡفٖ
مَّأۡكُولِۢ ٥
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2. Bukankah
Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
3. dan Dia
mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Salah satu putra Abdul
Mutthalib yang bernama Abdullah berusia dua puluh empat tahun dan sudah siap
menikah. Abdul Mutthalib memilih Aminah binti Wahab bin Abd Manaf bin Zuhra sebagai calon isteri Abdullah yang juga
berusia sama. Abdul Mutthalib dan Abdullah mengunjungi keluarga Zuhra dan
menemui Wahb untuk melamar puterinya. Ada pendapat lain bahwa mereka menemui
Uhyab, paman Aminah, karena ayah Aminah sudah meninggal dan Aminah diasuh oleh
pamannya. Maka dilangsungkanlah pernikahan antara Abdullah dan Aminah.
Abdullah dan Aminah
tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai kebiasaan masyarakat Arab
bahwa pernikahan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin perempuan. Setelah
itu, mereka pindah ke rumah Abdul Mutthalib. Beberapa waktu kemudian, Abdullah
pergi ke Suriah untuk menjalankan usaha perdagangan, sedangkan Aminah ditinggal
dalah keadaan hamil. Abdullah juga pergi ke Gaza dan kembali lagi. Lalu
Abdullah singgah di tempat tinggal saudara-saudara ibunya di Madinah untuk
beristirahat setelah dalam perjalanan panjang. Abdullah hendak kembali ke
Mekkah dengan kafilah, namun dia jatuh sakit saat di tempat saudara-saudara
ibunya itu. Teman-temannya pulang lebih dulu ke Mekkah meninggalkannya dan mereka menyampaikan kabar
Abdullah yang sakit kepada Abdul Mutthalib.
Setelah mendengar kabar
tidak baik itu, Abdul Mutthalib memerintahkan anak sulungnya yang bernama
Harith untuk pergi ke Madinah agar dapat membawa pulang Abdullah bila sudah
sembuh. Namun saat tiba di Madinah, Harith mengetahui bahwa Abdullah telah
meninggal dan juga sudah dikuburkan, sebulan setelah kafilah menuju ke Mekkah.
Dengan perasaan sedih, Harith kembali ke Mekkah dan menyampaikan kabar duka itu
kepada keluarganya. Abdul Mutthalib merasa sedih atas kematian putra yang
sangat disayanginya. Aminah juga merasa sedih karena suami yang menjadi harapan
kebahagiaan tidak dapat mendampinginya dan pergi untuk selama-lamanya, terlebih
saat dia sedang hamil.
Lalu, seorang Nabi
Mulia bernama Muhammad telah lahir dari rahim Aminah pada hari Senin pagi, 12
Rabi’ul Awwal, tahun gajah. Menurut tanggal Masehi adalah 20 April 571 M. Nabi
Muhammad lahir dalam keadaan yatim.
Surat Adh-Dhuha ayat 6:
أَلَمۡ
يَجِدۡكَ يَتِيمٗا فََٔاوَىٰ ٦
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu?
Nabi Muhammad terlahir
dari suku Quraisy, suku paling dihormati dan terpandang di antara suku-suku
lain di tanah Arab pada masanya. Di dalam suku Quraisy, beliau adalah anggota
Bani Hasyim, anak suku yang juga paling terhormat.
Setelah Nabi Muhammad
lahir, berita bahagia itu disampaikan kepada Abdul Mutthalib di Ka’bah. Beliau
gembira karena kesedihan atas meninggalnya Abdullah telah berganti dengan
hadirnya seseorang yang dapat menggantikan ayahnya. Abdul Mutthalib segera
menemui Aminah dan bayinya. Aminah menyerahkan sang bayi kepada Abdul
Mutthalib, kakek sang Rasulullah. Sang kakek merasa bersyukur dan bahagia
melihat cucunya lahir dengan selamat. Lalu Abdul Mutthalib membawa sang bayi ke
dalam Ka’bah. Beliau berdo’a dan bersyukur kepada Allah SWT atas karunia
tersebut. Oleh kakeknya, sang bayi diberi nama Muhammad, artinya yang terpuji.
Nama tersebut tidak umum di kalangan masyarakat Arab, namun cukup dikenal. Lalu
Muhammad dikembalikan lagi kepada Aminah. Kini mereka sedang menunggu orang
dari Bani Sa’ad yang akan menyusukan Muhammad, hal ini telah menjadi kebiasaan
kaum bangsawan Arab di Mekkah.
Pada hari ketujuh
kelahiran, Abdul Mutthalib meminta disembelihkan unta. Lalu beliau mengundang
makan masyarakat Quraisy. Mereka bertanya mengapa putra Abdullah diberi nama
Muhammad, bukan nama-nama nenek moyang. Abdul Mutthalib menjawab, “Kuinginkan
dia akan menjadi orang yang Terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya
di bumi.”
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment