Awalnya, mayoritas
Bangsa Arab menganut agama yang dibawa Nabi Ibrahim, yakni ajaran tauhid agar
hanya menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Setelah beberapa waktu yang lama,
mereka telah meninggalkan ajaran tadi, namun tetap masih ada sisa-sisa ajaran
Nabi Ibrahim.
Kemudian ada seseorang
di Mekkah yang bernama ‘Amr bin Luhay dari suku Khuza’ah yang sangat dihormati
oleh kaumnya karena kedermawanannya dan
perilaku yang baik. Suatu saat dia pergi ke Syam dan melihat bahwa penduduk di
sana melakukan praktik penyembahan berhala. ‘Amr bin Luhay menganggap bahwa hal
tersebut adalah hal baik. Maka dia membawa pulang sebuah berhala bernama Hubal
ke Mekkah dan meletakkan berhala itu di dalam Ka’bah. Dia mengajak kaumnya
untuk melakukan apa yang dilakukan oleh penduduk Syam. Karena kedudukannya yang
tinggi, penduduk Mekkah mau mengikuti apa yang ‘Amr bin Luhay katakan. Semakin
lama, penduduk Mekkah menjadikan penyembahan berhala sebagai sebuah keyakinan
mereka. Dengan cepat keyakinan itu menyebar ke wilayah Hijaz (Mekkah dan
sekitarnya) dan meluas hingga meliputi jazirah Arab. Dalam beberapa waktu,
sudah terdapat ratusan berhala di sekitar Ka’bah. Masyarakat Arab pun menjadi
berbuat syirik.
Tidak cukup dengan
berhala-berhala itu, mereka juga memiliki patung-patung dan berhala-berhala di
rumah masing-masing yang selalu mereka sembah. Mereka mengelilingi patung itu
ketika akan keluar rumah atau ketika pulang, dan patung tersebut juga dibawa
dalam perjalanan bila patung dianggap telah memberi izin. Semua patung-patung tersebut
sebenarnya dianggap sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan. Mereka
menganggap bahwa penyembahan terhadap berhala merupakan pendekatan terhadap
Tuhan. Menyembah kepada Tuhan justru telah mereka lupakan.
Orang-orang dari
seluruh penjuru jazirah Arab datang berziarah ke Ka’bah, rumah suci yang
dibangun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Surat Al-Baqarah ayat
125-126:
وَإِذۡ
جَعَلۡنَا ٱلۡبَيۡتَ مَثَابَةٗ لِّلنَّاسِ وَأَمۡنٗا وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ
إِبۡرَٰهِۧمَ مُصَلّٗىۖ وَعَهِدۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ أَن
طَهِّرَا بَيۡتِيَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلۡعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ ١٢٥ وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ
هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ
مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ
قَلِيلٗا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ١٢٦
125. Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah
itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan
jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan
kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".
126. Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini,
negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah
berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara,
kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali".
Surat Ali Imran ayat
96-97:
إِنَّ
أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى
لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦ فِيهِ ءَايَٰتُۢ
بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ
عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ
فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
٩٧
96. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun
untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
97. Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Mekkah memang menjadi
pusat keagamaan di jazirah Arab. Mekkah juga nenjadi pusat perdagangan jazirah
Arab. Maka Mekkah dianggap sebagai “ibukota” jazirah Arab. Allah SWT telah
menakdirkan bahwa kota suci Mekkah akan menjadi tempat kelahiran Nabi Muhammad
SAW, Nabi Terakhir. Sejak saat itu hingga sekarang, Mekkah menjadi tempat yang
didatangi oleh umat muslim seluruh dunia.
Kota
Mekkah terletak di antara jalan kafilah yang sejajar dengan Laut Merah, antara
Yaman dan Palestina/Syam. Kota ini terletak di sebuah lembah yang tidak begitu
luas yang dikelilingi bukit-bukit. Bukit-bukit ini hampir mengepung Mekkah dan
terdapat tiga jalan untuk keluar, yaitu jalan menuju ke Yaman, jalan menuju ke
Laut Merah tepatnya di pelabuhan Jeddah, dan jalan menuju ke Palestina.
Kehidupan sosial
masyarakat Arab terbagi menjadi bersuku-suku dan antar-kelas sosial. Terjadi
kesenjangan sosial yang tinggi di Arab pada saat itu. Kelas bangsawan memiliki
kekayaan yang banyak serta kedudukan yang tinggi, sedangkan kaum budak tak
memiliki apa-apa dan hidup dalam kehinaan.
Suku-suku di Arab
selalu saling bersaing dan bermusuhan, bahkan hingga terjadi pertikaian karena
rasa fanatisme kesukuan yang tinggi. Setiap anggota suku pasti membela orang
yang satu suku dengannya, entah benar atau salah.
Wanita di Arab mendapat
perlakuan yang zalim. Laki-laki dapat melakukan poligami tanpa batas, menikahi
dua wanita bersaudara sekaligus, dan menceraikan wanita tanpa batas. Perbuatan
zina juga sudah dianggap biasa. Banyak sekali hubungan antara laki-laki dan
perempuan yang tidak sah (tidak menikah) dan hal ini tentu merugikan pihak
perempuan. Kelahiran anak perempuan adalah suatu aib bagi mereka. Menurut
mereka anak perempuan tidak seperti anak laki-laki yang mampu bekerja keras dan
berperang demi kepentingan suku mereka. Karena itu, mereka mengubur bayi
perempuan hidup-hidup.
Mereka juga sering
berjudi dan minum minuman keras, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri. Intinya
kehidupan mereka sangat buruk dan berlangsung tanpa aturan. Karena itu, masa
terjadinya keterpurukan moral disebut sebagai zaman jahiliyah.
Kehidupan ekonomi
masyarakat Arab bertumpu pada sektor perdagangan. Sebagian besar masyarakat
Arab adalah pedagang, hanya sebagian kecil penduduk Arab yang hidup sebagai
petani dan memelihara hewan ternak yang tinggal di daerah pinggiran negeri.
Mereka belum mengenal perindustrian, sehingga barang-barang hasil produksi
diperoleh dari Yaman atau Syam. Meskipun ada beberapa bangsawan dan pedagang
besar, tetap banyak masyarakat yang hidup kekurangan.
Di antara berbagai
buruknya perilaku, bangsa Arab masih memiliki perilaku terpuji, meskipun berada
pada jalur yang salah. Mereka memiliki sifat dermawan, menepati janji,
pemberani, lemah lembut, menjaga harga diri, dan suka menolong.
Persembahan dari
(Benteng Terpadu Raya)
Referensi:
· Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment