Tuesday, March 5, 2019

KISAH NABI MUHAMMAD SAW - Bai’at Aqabah Kedua

Pada musim haji tahun ke-13 kenabian, kaum muslimin dari Yatsrib (Madinah) yang berjumlah tujuh puluhan orang ikut dalam rombongan para musyrikin menuju ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Sampai di sana, mereka segera menghubungi Nabi Muhammad SAW dan secara rahasia bersepakat untuk bertemu di tengah hari-hari tasyriq di suatu lembah Aqabah dekat Jumrah ‘Ula di Mina untuk melakukan bai’at (sumpah setia).

Pada hari yang telah ditentukan, mereka yang hendak melakukan bai’at pergi ke lembah Aqabah sambil mengendap-endap di tengah malam yang gelap gulita, hal ini agar tidak diketahui oleh para musyrikin. Saat itu mereka berjumlah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang wanita; Nusaibah binti Ka’ab (Ummu ‘Ammarah) dan Asma binti Amr (Ummu Mani’). Rasulullah tiba di tempat didampingi Abbas bin Abdul Muththalib yang saat itu masih menganut agama lama, namun dia ikut hadir dengan senang hati.

Abbas berbicara, “Saudara-saudara dari Khazraj! Posisi Muhammad di tengah-tengah kami telah kalian ketahui. Kami dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami. Dia adalah orang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun dia ingin bergabung dengan kalian juga. Jadi jika kalian memang merasa sanggup menepati janji seperti yang kalian berikan kepadanya itu dan mampu melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakan kalian laksanakan. Akan tetapi, jika kalian akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar setelah berada di tempat kalian, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan saja”.

Pihak Yatsrib berkata, “Kami telah mendengar apa yang Anda katakan. Sekarang silakan Rasulullah yang berbicara. Katakanlah apa yang tuan senangi dan disenangi Tuhan”.

Maka Rasulullah membacakan ayat-ayat Al Qur’an dan memberi semangat Islam, lau beliau bersabda, “Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya sebagaimana membela isteri-isteri dan anak-anak kalian”.

Saat itu Al Bara’ bin Ma’rur hadir. Dia seorang pemimpin masyarakat dan yang tertua di kalangan mereka. Sejak Bai’at Aqabah pertama, dia sudah menganut agama Islam dan menjalankan semua perintah agama, kecuali dalam sholat dia berkiblat ke Ka’bah, sedangkan Rasulullah dan seluruh kaum muslimin saat itu masih berkiblat ke Masjidil Aqsha. Al Bara’ berselisih pendapat dengan kaumnya. Maka mereka meminta pertimbangan Rasulullah. Rasulullah melarang Al Bara’ berkiblat ke Ka’bah.

Setelah Rasulullah meminta muslimin Yatsrib untuk melindunginya, Al Bara’ memegang tangan Rasulullah sambil berkata, “Ya, demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, kami pasti melindungimu seperti kami melindungi anak-isteri kami. Bai’atlah kami wahai Rasulullah. Kami pandai berperang dan ahli senjata. Itu kami wariskan dari satu generasi ke generasi lainnya”.

Sebelum Al Bara’ selesai berbicara, Abu Al Haitsam bin At Tayyahan memotong pembicaraan dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita mempunyai hubungan dengan kaum Yahudi dan kami akan memutusnya. Jika kami melakukannya, lalu Allah memenangkanmu, apakah engaku akan pulang kepada kaummu dan meninggalkan kami?”.

Rasulullah bersabda, “Tidak. Darah (kalian) adalah darah(ku). Kehormatan (kalian) adalah kehormatan(ku). Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dariku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan pihak yang kalian ajak berdamai”.

Saat mereka siap melaksanakan bai’at, ‘Abbas bin ‘Ubada datang menyela seraya berkata, “Saudara-saudara dari Khazraj. Untuk apakah kalian berikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk tidak melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah melawan orang-orang itu. Jika kalian merasa bahwa jika harta kalian habis dan pemuka-pemuka kalian mati terbunuh, kalian akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka lebih baik tinggalkan saja sekarang. Jika kalian tidak sanggup, itu perbuatan hina di dunia dan akhirat. Namun, jika kalian memang dapat menepati janji seperti kalian ikrarkan, meskipun harta benda habis dan bangsawan-bangsawan terbunuh, maka silakan kalian terima dia. Itulah perbuatan baik, dunia dan akhirat”.

Orang-orang menjawab, “Akan kami terima, meski kehilangan harta dan para bangsawan terbunuh. Tetapi Rasulullah, jika kami menepati janji, apa balasan bagi kami?”.

“Surga”, jawab Rasulullah.

Lalu mereka mengulurkan tangannya kepada Rasulullah dan berbai’at.

Setelah berbai’at, Rasulullah meminta agar dipilih dua belas Naqib (kepala regu) bagi kaum mereka, untuk bertanggung jawab terhadap kelompoknya dalam melaksanakan isi bai’at. Maka telah terpilih dua belas orang, sembilan dari Khazraj dan tiga dari Aus.

Naqib-naqib dari Khazraj adalah,

1.      As’ad bin Zurarah bin Udas
2.      Sa’ad bin Ar Rabi’ bin Amr
3.      Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah
4.      Rafi’ bin Malik bin Al Ajlan
5.      Al Barra’ bin Ma’rur bin Shakr
6.      Abdullah bin Amr bin Haram
7.      Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais
8.      Sa’ad bin Ubadah bin Dulaim
9.      Al Mundzir bin Amr bin Khanis

Naqib-naqib dari Aus,

10.  Usaid bin Hudhair bin Samak
11.  Sa’ad bin Khaitsamah bin Al-Harits
12.  Rifa’ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar

Di saat bai’at hampir selesai, ternyata setan mengetahui adanya bai’at tersebut. Namun karena sedikitnya waktu, dia tak mungkin menyampaikan hal itu kepada para pemimpin Quraisy secara rahasia agar mereka melakukan penyergapan mendadak. Maka setan menaiki bukit dan berteriak tentang pertemuan tersebut.

 Rasulullah yang mendengar teriakan tersebut segera memerintahkan para peserta bai’at untuk kembali ke rombongan mereka. Awalnya mereka siap melawan kaum musyrikin, namun Rasulullah mengatakan bahwa belum ada perintah untuk itu. Maka mereka kembali dan tidur bersama rombongan mereka hingga pagi.

Keesokan harinya, para kafir Quraisy mendatangi perkemahan rombongan Yatsrib untuk memprotes tentang adanya bai’at tersebut kepada para pemimpin rombongan kaum musyrikin Madinah, karena mereka mengetahui adanya bahaya besar bagi mereka dari pertemuan itu. Tentu saja, para pemimpin rombongan yang memang tidak tahu karena sebagian rombongan mereka berbai’at secara rahasia, menolak tuduhan para kafir Quraisy. Sementara muslimin Yatsrib tidak menyangkal dan juga tidak mengakui.

Maka para pemimpin kafir Quraisy membenarkan ucapan kaum musyrikin dari Yatsrib. Mereka kembali tanpa ada hasil.


Referensi:
·         Mubarakfuri, Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·         Haekal, Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·         Al-Mubarakfuriyy, Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah, Al-Raheeq Al-Makhtum.
·         Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.


No comments:

Post a Comment

BETTERPAD-RAY MOCKUP - Materiaal van de muur van de Shahada-moskee (Masjid Syahadat)

"Sorry If There Is A Deficiency / Error In Translation From Indonesian To Related Languages, Because It Only Uses Google Translate"...

Popular posts