Orang-orang
kafir Quraisy telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan dakwah Nabi
Muhammad, namun selalu gagal sehingga mereka semakin gusar. Maka mereka
berusaha melawan Rasulullah dengan cara membujuk paman sang Rasulullah, Abu
Thalib. Abu Thalib memang tidak menganut ajaran Islam, namun sudah bertekad
untuk melindungi Rasulullah dalam berdakwah.
Kafir Quraisy
pernah menemui Abu Thalib dan berkata, “Abu Thalib, keponakanmu telah menghina
berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan kita dan
menganggap sesat nenek moyang kita. Maka sekarang, kau harus menghentikan dia.
Jika tidak maka biar kami saja yang menghadapinya. Karena engkau juga seperti
kami, tidak sepaham dengan dia, maka cukup engkau saja dari pihak kami untuk
menghadapinya”.
Namun Abu Thalib
menjawab mereka dengan baik, sehingga Nabi Muhammad tetap dapat berdakwah dan
pengikutnya semakin banyak.
Pada suatu hari,
kaum kafir Quraisy kembali menemui Abu Thalib untuk menawarkan cara lain.
Mereka datang dengan membawa seorang pemuda yang tampan dan gagah bernama
‘Umara bin Walid bin Mughira untuk diserahkan kepada Abu Thalib, dan sebagai
gantinya Rasulullah harus diserahkan kepada kafir Quraisy untuk dibunuh. Tentu
saja Abu Thalib langsung menolak tawaran yang aneh tersebut.
Kemudian kafir
Quraisy kembali menemui Abu Thalib dan berkata, “Abu Thalib, engkau sebagai
orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kita. Kami meminta engkau untuk
menghentikan keponakanmu itu, namun engkau tak melakukannya. Kami tak akan diam
saja terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai
harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita, sebelum kau suruh dia
diam atau kita lawan dia hingga salah satu pihak binasa”.
Abu Thalib
merasa berat sekali untuk berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Dia
juga tak sampai hati untuk menyerahkan sang keponakan atau membuat beliau
kecewa. Dia merasa bingung tentang apa yang harus dipilihnya.
Karena ancaman
Quraisy dirasa serius, Abu Thalib segera memberitahu hal itu kepada Rasulullah
SAW, “Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan bebani aku dengan hal-hal yang
tak mampu kupikul”.
Sang paman tersebut
seolah merasa mulai tak berdaya dan tak sanggup menanggung beban. Seakan dia
mau meninggalkan dan melepaskan beban tersebut. Padahal kekuatan kaum Muslimin
masih lemah. Mereka tak akan mampu berperang menghadapi kafir Quraisy. Kafir
Quraisy memiliki kekuasaan, harta, persiapan, dan jumlah orangnya lebih banyak.
Sedangkan kaum Muslimin tak punya apa-apa selain kebenaran. Rasulullah mengajak
orang-orang agar berada di jalan yang benar. Iman yang kuat adalah kekuatan
bagi mereka untuk menempuh kehidupan ini.
Maka dengan jiwa
yang penuh kekuatan dan keimanan, Rasulullah menyatakan dengan tegas, “Wahai
pamanku, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku
dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara (dakwah) ini, sampai
Allah memenangkannya atau aku hancur bersamanya, niscaya aku tidak akan
meninggalkannya”.
Betapa besarnya
kekuatan iman dan kebenaran tersebut, Abu Thalib gemetar saat mendengar jawaban
Rasulullah. Ternyata tekad keponakannya itu sudah begitu tinggi. Rasulullah
berdiri. Air mata beliau terasa menyumbat karena sikap paman beliau yang
tiba-tiba begitu, namun beliau tidak ragu untuk meneruskan jalan yang telah
ditempuh itu.
Abu Thalib
merasa tepesona dengan kepribadian Rasulullah, sehingga semangat Abu Thalib
timbul kembali setelah mendengar jawaban tegas dari Rasulullah. Abu Thalib
tetap melindungi keponakannya sampai akhir hayatnya. Dia berkata, “Pergilah
wahai keponakanku, dan sampaikanlah apa yang kamu suka, demi Allah aku tidak
akan menyerahkanmu kepada siapapun selama-lamanya”.
Abu Thalib menceritakan
sikap dan perkataan Nabi Muhammad kepada Bani Hasyim dan Bani Muttalib. Dia
meminta agar Nabi Muhammad dilindungi dari tindakan kafir Quraisy. Mereka
menerima permintaan ini, kecuali Abu Lahab yang secara terang-terangan
menyatakan permusuhan dan bergabung dengan pihak lawan.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
No comments:
Post a Comment