Pada
bulan Syawwal tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW yang didampingi Zaid bin
Haritsah pergi berdakwah ke Thaif. Rasulullah berharap bahwa Bani Tsaqif di
sana berkenan menerima ajaran Islam. Setiap kali beliau melewati suatu
perkampungan, beliau menyampaikan ajaran Islam kepada mereka. Namun tak ada
satu orang pun yang menerimanya. Thaif adalah tempat musim panas bagi penduduk
Mekkah karena udaranya yang sejuk dan buah anggurnya yang manis. Kota ini juga
merupakan pusat penyembahan Lata (bukan Latta). Jika Bani Tsaqif menjadi
pengikut Nabi Muhammad, maka kedudukan Lata akan hilang dan bisa menimbulkan
permusuhan dengan Quraisy.
Saat
tiba di Thaif, Rasulullah SAW menemui tokoh-tokoh Thaif untuk mengajak mereka
masuk agama Islam, namun mereka menolaknya. Pemimpin Tsaqif adalah tiga
bersaudara, yaitu Abdu Yalail bin Amr bin Umair, Mas’ud bin Amr bin Umair, dan
Habib bin Amr bin Umair bin Auf bin Aqdah bin Ghirah bin Auf bin Tsaqif. Salah
satu dari mereka memiliki isteri yang berasal dari Quraisy.
Saat
Rasulullah menyeru mereka untuk masuk Islam, salah satu dari mereka berkata,
“Saya siap mencabut kain Ka’bah dan membuangnya jika Allah mengutus engkau
sebagai Nabi”. Yang satunya lagi berkata, “Tak adakah orang lain yang diutus
oleh Allah selain engkau?”. Orang ketiga berkata, “Demi Allah aku tak ingin
berbicara denganmu. Jika engkau utusan Allah, engkau pasti sangat membahayakan
jika aku menolakmu. Jika engkau berdusta, tak seharusnya aku menanggapinya”.
Nabi
Muhammad berada di Thaif selama 10 hari, namun setiap beliau menemui
tokoh-tokoh di kota tersebut, mereka memberikan tanggapan negatif dan mengusir
beliau. Mereka mengajak masyarakat awam untuk menyerang Rasulullah dan mencaci
maki beliau. Mereka juga mengejar dan menimpuki Rasulullah hingga kaki beliau berdarah.
Saat itu Zaid bin Haritsah berusaha melindungi beliau dengan dirinya sendiri,
hingga kepalanya terluka karena serangan penduduk Thaif. Keduanya sudah tidak
dikejar lagi saat berlindung di kebun milik ‘Utbah dan Syaibah anak Rabi’ah,
sekitar 3 mil dari kota Thaif.
Rasulullah
segera beristirahat dan duduk di bawah naungan pohon anggur. Di situ beliau
mengadukan segala permasalahan yang berat untuk dihadapi, “Ya Allah, kepada-Mu
aku mengadukan kelemahanku, kurangnya siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia.
Wahai Yang Maha Pengasih dari pemilik kasih, Engkau adalah Tuhan bagi
orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa Engkau akan serahkan aku?
Kepada yang jauh dan berwajah masam? Atau kepada musuh yang hendak menguasai
urusanku? Asal Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli (terhadap apa
yang menimpaku), namun ampunan-Mu lebih luas (lebih kuharapkan) untukku. Aku
berlindung dengan cahaya Wajah-Mu yang menjadikan kegelapan menjadi terang
benderang, dan urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak
menurunkan kemarahan-Mu kepadaku, atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak
menegurku hingga Engkau rela dan tiada daya dan kekuatan selain dengan-Mu”.
Kedua
anak Rabi’ah merasa iba terhadap kondisi Rasulullah dan Zaid yang terlihat
malang. Maka mereka menyuruh budaknya yang bernama Addas yang beragama Nasrani
untuk memetikkan setangkai anggur dan memberikannya kepada Rasulullah.
Rasulullah menerima pemberian tersebut dan membaca Bismillah sebelum
memakannya.
Addas
menanggapi bacaan basmalah yang diucapkan Rasulullah, “Itu adalah ucapan yang
bukan berasal dari penduduk negeri ini”.
Rasulullah
pun bertanya kepada Addas, “Kamu dari negeri mana? Dan apa agamamu?”.
“Saya
dari kampung Ninawa”, jawabnya.
“Itu
adalah negeri seorang laki-laki yang soleh, Yunus bin Matta”, ujar Rasulullah.
Addas
bertanya keheranan, “Dari mana kamu tahu tentang Yunus bin Matta?”.
Rasulullah
menjawab, “Dia adalah saudaraku. Dahulu dia adalah seorang Nabi dan aku pun
seorang Nabi”.
Mendengar
jawaban itu, Addas langsung mencium kepala Rasulullah, juga kedua tangan dan
kaki beliau.
Addas
segera menghampiri kedua majikannya.
Majikannya
berkata, “Ada apa?”.
“Ya
tuan, tidak ada di atas muka bumi ini orang yang lebih baik dari dia. Dia telah
memberitahu saya tentang hal yang hanya diketahui oleh seorang Nabi”, ujar
Addas.
Majikannya
justru membentaknya, “Celaka engkau Addas. Jangan kau tinggalkan agamamu,
agamamu lebih baik dari agama orang itu”.
Maka
Rasulullah SAW kembali pulang ke Mekkah dengan perasaan sedih. Menurut riwayat,
saat dalam perjalanan, Allah SWT mengutus malaikat Jibril bersama malaikat
gunung yang siap menunggu perintah Rasulullah untuk membalikkan kedua gunung di
Mekkah agar ditimpakan kepada penduduk Mekkah, yaitu gunung Abu Qubais dan
gunung Qaiqa’an. Namun Rasulullah hanya menjawab, “Justru saya berharap, Allah
mengeluarkan dari tulang rusuk mereka, keturunan yang menyembah Allah Azza wa
Jalla semata dan tidak menyekutukan-Nya”.
Akhirnya
Rasulullah kembali ke Mekkah dengan mendapat perlindungan dari Muth’im bin
‘Adi.
Rasulullah
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi untuk berdakwah. Tindakan buruk dan
kasar yang diterima beliau tidak menimbulkan perasaan dendam dalam hati beliau.
Kejadian yang dialami Rasulullah di Thaif juga sudah diketahui oleh Quraisy
sehingga mereka semakin gencar mengganggu Rasulullah. Rasulullah pun tetap
gigih dalam berdakwah demi tersebarnya ajaran Islam.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu Muhammad
Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment