Beberapa bulan setelah
hijrah, keadaan kaum Muslimin di Madinah semakin stabil. Walaupun Nabi Muhammad
dan kaum Muslimin dari Mekkah telah memulai kehidupan baru di Madinah,
orang-orang kafir Quraisy tetap membuat rencana untuk menghentikan dakwah
Islam. Mereka akan berusaha dengan gencar untuk melakukan ancaman dan penyerangan.
Nabi Muhammad dan kaum
Muslimin tidak menganggap remeh ancaman dari kafir Quraisy meski kekuatan
Muslimin sudah bertambah. Beliau dan para sahabat selalu dalam keadaan siap
siaga menghapadi kemungkinan terjadinya penyerangan.
Dalam situasi yang
menegangkan tersebut, Allah SWT menurunkan ayat yang mengizinkan kaum Muslimin
berperang untuk mengalahkan kebatilan dan menegakkan agama Islam.
Surat Al Hajj ayat 39:
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ
نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ ٣٩
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang
yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
Meskipun begitu,
setelah ayat tersebut turun, Rasulullah tidak langsung mengadakan peperangan
begitu saja terhadap kaum kafir Quraisy yang saat itu memang masih sangat kuat.
Tindakan pertama yang dilakukan Rasulullah adalah menguasai jalur perdagangan
kaum Quraisy antara Mekkah dengan Syam. Agar berhasil, Rasulullah menerapkan
dua strategi yang baik:
Pertama, mengadakan
perjanjian dengan suku-suku di sekitar jalur perdagangan tersebut dan tidak
mengganggu mereka. Hal ini akan mempermudah kaum Muhajirin melakukan serangan
terhadap rombongan dagang Quraisy, tanpa ada yang dapat melindungi Quraisy.
Kedua, membentuk dan
mengirim regu-regu patroli untuk melakukan pengintaian dan mengantisipasi adanya
ancaman serangan musuh. Mereka juga ingin mengetahui seluk beluk jalan keluar
kota Madinah atau jalan menuju Mekkah. Dengan adanya regu-regu yang hanya
diikuti oleh kaum Muhajirin saja, pihak Quraisy harus lebih waspada.
Pasukan Hamzah tidak
lebih dari 30 orang Muhajirin, pasukan ‘Ubaida bin Harits juga tidak lebih dari
60 orang, dan pasukan Sa’ad bin Abi Waqqash terdiri dari delapan atau ada yang
menyebutkan 20 orang. Sedangkan pengawal rombongan dagang Quraisy biasanya
berlipat ganda jumlahnya. Sejak Rasulullah mengadakan perjanjian dengan
suku-suku setempat, pihak kafir Quraisy semakin memperbanyak jumlah orang dan
senjata.
Telah terjadi beberapa
insiden saat ekspedisi tersebut, yaitu ketika satu regu yang bertugas sedang
melakukan patroli militer, dan sempat hampir terjadi beberapa kali bentrokan,
namun tidak sampai membesar. Pada dasarnya, rombongan dagang Quraisy yang
dikawal penduduk Mekkah memiliki hubungan darah dengan sebagian besar kaum
Muhajirin. Mereka tidak mudah melakukan saling bunuh atau memicu perang
saudara. Ekspedisi kaum muslimin juga menjadi isyarat kepada kaum Yahudi dan
Arab Badui bahwa kekuatan kaum Muslimin memang terbukti tangguh dan juga
sebagai peringatan kepada kafir Quraisy agar tidak meremehkan kaum Muslimin.
Salah satu regu yang
cukup dikenal adalah regu yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy. Mereka
ditugaskan pada bulan Rajab tahun kedua Hijriah/624 Masehi dan terdiri dari 12
orang Muhajirin. Regu tersebut membawa surat dari Rasulullah yang tidak boleh
dibuka kecuali setelah perjalanan dua hari. Abdullah melaksanakan perintah
tersebut dengan baik. Lalu setelah dua hari perjalanan, surat tersebut dibuka
dan berisi sebagai berikut,
“Jika kalian telah
membaca suratku, berjalanlah menuju Nakhlah yang terletak antara Mekkah dan
Tha’if, intailah rombongan Quraisy dan beritahukan informasi tentang mereka
kepada kami”.
Maka regu Abdullah bin
Jahsy dikenal dengan Saraya Nakhlah (pasukan). Mereka meneruskan perjalanan
sampai ke Nakhla. Di tempat inilah mereka bertemu rombongan dagang Quraisy yang
dipimpin Amr bin Al Hadzrami. Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawan ingat tentang
perbuatan kafir Quraisy yang dahulu telah merampas harta mereka. Mereka
berunding, “Jika kita biarkan mereka malam ini, mereka akan sampai di Mekkah
dengan bersenang-senang. Jika kita serang mereka, berarti kita menyerang dalam
bulan-bulan suci”. Sebenarnya mereka masih takut untuk maju. Namun mereka
memberanikan diri dan sepakat untuk menyerang rombongan dagang Quraisy.
Maka, regu itu
melakukan penyergapan terhadap rombongan dagang Quraisy tersebut, sehingga ada
di antara mereka yang terbunuh yaitu Amr bin Al Hadzrami dan ada yang tertawan,
serta harta mereka dirampas. Padahal saat itu adalah bulan Rajab yang dihormati
oleh masyarakat Arab sebagai bulan suci yang dilarang ada pembunuhan dan
peperangan. Oleh karena itu, perbuatan mereka tidak disetujui oleh Rasulullah.
Berita itu sampai ke
orang-orang kafir dan mereka segera menyebarkan isu negatif bahwa kaum Muslimin
telah melanggar perintah Allah, sehingga hal ini mendapat berbagai tanggapan
dari masyarakat.
Namun Allah SWT menurunkan
wahyu kepada Rasulullah untuk menjawab tuduhan orang-orang kafir tersebut dalam
Surat Al Baqarah ayat 217:
يَسَۡٔلُونَكَ
عَنِ ٱلشَّهۡرِ ٱلۡحَرَامِ قِتَالٖ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٞ فِيهِ كَبِيرٞۚ وَصَدٌّ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ
أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۗ
وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ
وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ
حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢١٧
217. Mereka bertanya kepadamu tentang berperang
pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa
besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya,
lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya)
daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Ayat ini menyatakan
dengan jelas bahwa apa yang dilakukan kaum musyrikin selama ini terhadap kaum
muslimin di tanah haram jauh lebih besar dan melanggar aturan Allah SWT dibandingkan
perbuatan beberapa sahabat yang berperang di bulan haram saat itu. Kaum kafir
Quraisy berbuat lebih buruk dan lebih jahat daripada perbuatan regu Abdullah
bin Jahsy, mereka tidak mau bertaubat dan juga tidak berhenti untuk melawan
kaum Muslimin.
Dengan begitu kaum
Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian masalah tersebut serta kedua tawanan
diurus oleh Rasulullah, yang kemudian oleh Quraisy akan ditebus kembali. Namun
Rasulullah tidak mau menerima penebusan mereka sebelum kedua sahabat yang
sebelumnya sempat diculik, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash dan ‘Utba bin Ghazwan
dikembalikan.
Maka Sa’ad dan ‘Utba telah kembali dan
Rasulullah mau menerima tebusan dari Quraisy. Rasulullah membayar diyat (harga
darah) kepada keluraga mereka yang terbunuh. Namun salah satu dari kedua
tawanan, yaitu Al Hakam bin Kaisan masuk Islam dan tinggal di Madinah,
sedangkan seorang lagi kembali ke kepercayaan nenek moyangnya.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment