Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[Al Isra":1]
***
Ketika dalam
suasana ketegangan karena tekanan dari pihak kafir Quraisy semakin bertambah,
terjadilah sebuah peristiwa besar yang selalu tercantum dalam sejarah, yaitu
peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini hanya
terjadi dalam satu malam.
Tidak disepakati
secara pasti kapan tepatnya peristiwa ini terjadi, yang pasti peristiwa ini
terjadi pada akhir masa keberadaan Rasulullah SAW di Mekkah sebelum hijrah ke
Madinah.
Berikut ini
beberapa pendapat mengenai waktu Isra’ Mi’raj.
1.
At
Tabari : pada tahun Muhammad diangkat sebagai Rasul.
2.
An
Nawawi dan Al Qurtubi : tahun kelima kenabian.
3. Al
‘Alamah Al Mansurfuri : malam tanggal dua puluh tujuh bulan Rajab tahun
kesepuluh kenabian.
4.
Bulan
Ramadhan tahun kedua belas kenabian.
5.
Bulan
Muharram tahun ketiga belas kenabian (setahun dua bulan sebelum Hijrah).
6. Bulan Rabiul Awwal
tahun ketiga belas kenabian (setahun sebelum Hijrah).
***
Muhammad bin
Abdul Malik bin Hisyam berkata kepada kami bahwa Zayyad bin Abdullah Al Bakkai
berkata kepadanya dari Muhammad bin Ishaq Al Mathlabi yang berkata, “Kemudian
Rasulullah SAW melakukan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yaitu
Baitul Maqdis di Ilia’ (Al Quds) ketika Islam telah tersebar luas di Mekkah dan
di seluruh kabilah-kabilah.”
Ibnu Ishaq
berkata, “Seperti disampaikan kepadaku bahwa hadits tentang Isra’ Rasulullah
SAW berasal dari Abdullah bin Mas’ud, Abu Sa’id Al Khudri, Aisyah istri
Rasulullah SAW, Muawiyah bin Abu Sufyan, Al Hasan bin Al Hasan, Ibnu Syihab Az
Zuhri, Qatadah dan ulama-ulama lainnya, serta Ummu Hani’ binti Abdul
Muththalib. Mereka semua meriwayatkan dari Rasulullah SAW sebagian dari apa
yang beliau sebutkan tentang peristiwa Isra’ yang beliau alami. Sungguh pada
peristiwa Isra’ yang beliau jalani dan apa yang beliau sebutkan di dalamnya
terdapat ujian, seleksi, dan salah satu bukti kekuasaan Allah. Di dalamnya juga
terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal, petunjuk, rahmat pengokohan bagi
orang yang beriman kepada Allah dan membenarkannya. Sungguh peristiwa Isra’
adalah salah satu bukti kekuasaan Allah. Allah SWT meng-isra’-kan beliau
seperti yang dikehendaki-Nya untuk memperlihatkan ayat-ayat-Nya seperti yang
Dia inginkan, hingga beliau bisa menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Nya dan
kemampuan-Nya mengerjakan apa saja yang diinginkan-Nya.”
***
Ibnu Ishaq
berkata bahwa aku diberi tahu dan Al Hasan bahwa ia berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Ketika aku sedang tidur di Hajar Aswad, tiba-tiba Malaikat
Jibril datang kepadaku, kemudian menggerak-gerakkanku dengan kakinya. Aku pun
duduk, namun tidak melihat apa-apa. Aku tidur lagi dan ternyata Malaikat Jibril
datang kepadaku untuk kedua kalinya. Ia menggerak-gerakkanku hingga aku duduk,
namun tidak melihat apa-apa. Aku kembali tidur lagi dan ternyata Malaikat
Jibril datang kepadaku untuk ketiga kalinya, kemudian menggerak-gerakkanku
hingga aku duduk. Ia memegang pundaknya kemudian aku berdiri bersamanya. Ia
pergi menuju pintu masjid dan ternyata di sana terdapat hewan putih antara
bighal (peranakan kuda dengan keledai) dan keledai. Di kedua paha hewan
tersebut terdapat sayap, ia mendorong kedua kakinya dengan kedua sayapnya dan
memindahkan tangannya dalam setiap langkahnya di batas akhir pandangan matanya.
Malaikat Jibril membawaku di atas hewan tersebut, kemudian ia keluar bersamaku.
Ia tidak berpisah denganku dan aku tidak berpisah dengannya.”
Ibnu Ishaq
berkata bahwa aku diberitahu dan Qatadah yang berkata bahwa ia diberitahu bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Ketika aku mendekat kepada hewan tersebut untuk
menaikinya, hewan tersebut menampakkan sikap tidak suka, kemudian Malaikat
Jibril meletakkan tangannya di atas bulu lehernya. Malaikat Jibril berkata,
‘Kenapa engkau tidak malu atas apa yang engkau perbuat, wahai Buraq? Demi
Allah, engaku tidak pernah dinaiki hamba Allah sebelum Muhammad yang lebih
mulia di sisi Allah daripada Muhammad.’ Buraq pun merasa malu hingga
keringatnya bercucuran. Setelah itu, ia bersikap jinak, kemudian aku
menaikinya.”
Al Hasan
berkata dalam haditsnya, “Kemudian Rasulullah SAW berjalan bersama Malaikat
Jibril hingga beliau tiba di Baitul Maqdis. Di sana, beliau bertemu Nabi
Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa dalam kumpulan para nabi. Kemudian Rasulullah
SAW mengimami mereka dan shalat dengan mereka. Usai shalat, dua bejana
didatangkan kepada beliau; salah satu dari bejana tersebut berisi khamr
(minuman keras), sedang bejana satunya berisi susu. Rasulullah SAW mengambil
bejana berisi susu, kemudian meminum susu dari bejana tersebut dan tidak
mengambil bejana berisi khamr. Malaikat Jibril berkata kepada beliau, ‘Engkau
diberi petunjuk kepada fitrah dan umatmu juga telah diberi petunjuk, wahai
Muhammad, serta khamr diharamkan kepada kalian.’
***
Ibnu Ishaq
berkata bahwa orang yang kejujurannya tidak aku ragukan berkata kepadaku dari
Abu Sa’id Al Khudri r.a. yang berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Ketika aku telah menyelesaikan seluruh kegiatanku di Baitul Maqdis
(di Yerusalem), aku melakukan Mi’raj dan aku tidak pernah menyaksikan sesuatu
yang lebih indah daripada peristiwa Mi’raj. Mi’raj adalah sesuatu yang dilihat
kedua mata salah seorang dari kalian jika ia hendak meninggal dunia. Kemudian
sahabatku (Malaikat Jibril) membawaku naik ke Mi’raj hingga perjalananku
bersamanya tiba di salah satu pintu langit. Pintu langit tersebut bernama Al
Hafadzah. Pintu Al Hafadzah dijaga salah satu malaikat yang bernama Ismail yang
membawahi dua belas ribu malaikat dan masing-masing dari mereka juga membawahi
dua belas ribu malaikat.” Ketika Rasulullah SAW menceritakan peristiwa Mi’raj,
beliau membacakan firman Allah SWT,
“...Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu
melainkan Dia sendiri....” [Al Muddatstsir:31]
Rasulullah SAW bersabda lagi,
“Ketika Jibril masuk bersamaku, Malaikat Ismail bertanya, ‘Siapa ini wahai
Jibril?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Dia Muhammad.’ Malaikat Ismail bertanya,
‘Apakah dia telah diutus?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Ya, sudah.’ Malaikat
Ismail mendoakan kebaikan untukku’.”
Ibnu Ishaq berkata bahwa sebagian
ulama berkata kepadaku dari orang yang berbicara dengan Rasulullah SAW bahwa
Rasulullah bersabda, “Para malaikat menyambut kedatanganku ketika aku telah
memasuki langit Bumi. Tidak satu pun malaikat, melainkan ia tertawa dan memberi
berita gembira. Ia berkata dengan baik dan mendoakan kebaikan hingga aku bertemu
dengan salah satu dari malaikat, kemudian ia berkata seperti yang dikatakan
para malaikat dan mendoakan untukku seperti doa para malaikat lainnya. Namun ia
tidak tertawa dan aku tidak melihat berita gembira padanya seperti yang
terlihat pada malaikat-malaikat lain. Aku bertanya kepada Malaikat Jibril,
‘Hai, Malaikat Jibril, siapakah malaikat ini yang berkata seperti
malaikat-malaikat lainnya, namun ia tidak tertawa dan aku tidak melihat padanya
berita gembira seperti yang aku lihat pada malaikat-malaikat lainnya?’ Malaikat
Jibril berkata kepadaku, ‘Jika ia tertawa kepada seseorang sebelummu atau
tertawa kepada orang lain sesudahmu, maka ia juga akan tertawa kepadamu. Ia
tidak akan tertawa kepadamu. Dialah Malaikat Penjaga Neraka.’ Aku bertanya
kepada Jibril dan kedudukan Malaikat Jibril di sisi Allah seperti yang pernah
dijelaskan Allah SWT kepada kalian,
‘Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi
dipercaya.’ [At-Takwir:21]
‘Kenapa engkau tidak
memerintahkannya memperlihatkan neraka kepadaku?’ Malaikat Jibril menjawab,
‘Ya.’ Kemudian Malaikat Jibril berkata, ‘Hai, Malaikat! Perlihatkan neraka
kepada Muhammad!’ Malaikat penjaga neraka pun membuka tabir neraka. Neraka
tersebut mendidih dan meninggi hingga aku menduga bahwa neraka tersebut pasti
akan mengambil apa saja yang aku saksikan. Aku berkata kepada Malaikat Jibril,
‘Wahai Jibril, perintahkan malaikat tersebut mengembalikan neraka ke tempatnya
semula.’ Malaikat Jibril pun memerintahkan kepada malaikat penjaga neraka
dengan berkata kepadanya, ‘Padamkan neraka.’ Kemudian neraka kembali ke
tempatnya semula. Proses pengembaliannya tidak lain seperti jatuhnya bayangan.
Ketika ia telah masuk ke tempatnya semula, tabir dikembalikan kepadanya.”
***
Abu Sa’id Al Khudri r.a. berkata
dalam haditsnya dari Rasulullah SAW, “Ketika aku memasuki langit dunia, di sana
aku melihat seseorang sedang duduk dan arwah anak keturunan Adam diperlihatkan
kepadanya. Jika arwah tersebut diperlihatkan kepadanya dalam keadaan baik dan
ia senang dengannya, orang tersebut berkata, ‘Ini arwah yang baik yang keluar
dari badan yang baik.’ Jika sebagian ruh ditampakkan kepadanya, orang tersebut
berkata, ‘Ah.’ Ia berkata begitu dengan wajah masam. Ia berkata, ‘Ini arwah
buruk yang keluar dari badan yang buruk.’ Aku berkata kepada Malaikat Jibril,
‘Siapa orang ini wahai Jibril?’ Jibril berkata, ‘Dia adalah ayahmu, Nabi Adam.
Semua arwah anak keturunannya diperlihatkan kepadanya. Jika arwah orang Mukmin
dilewatkan padanya, ia sangat senang dengannya, sambil berkata, ‘Ini arwah yang
baik yang keluar dari badan yang baik.’ Jika arwah seorang kafir dilewatkan
kepadanya, ia menggerutu kepadanya, membencinya dan merasa terganggu dengannya,
sambil berkata, ‘Ini arwah buruk yang keluar dari badan yang buruk.’.”
***
Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian
aku melihat orang-orang yang bibirnya mirip bibir unta dan tangannya memegang
potongan dari neraka seperti batu-batu dan mereka memasukkan potongan dari
neraka tersebut ke dalam mulut mereka, kemudian potongan dari neraka tersebut
keluar dari dubur mereka. Aku berkata, ‘Siapa mereka wahai Jibril?’ Malaikat
Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim’.”
***
Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian
aku melihat orang-orang dan aku tidak pernah melihat orang-orang yang perutnya
seperti mereka. Mereka duduk di jalan yang akan dilalui keluarga Firaun seperti
unta yang menderita penyakit haus. Ketika keluarga Fir’aun dihadapkan kepada
neraka, mereka menginjak orang-orang tersebut dan mereka tidak mampu pindah
dari tempat mereka. Aku berkata, ‘Siapa mereka, wahai Jibril?’ Jibril menjawab,
‘Mereka orang-orang yang memakan harta riba’.”
***
Rasulullah SAW pernah melihat
orang-orang yang suka berzina (berhubungan dengan lawan jenis yang bukan
haknya) mengalami berbagai siksaan. Salah satunya adalah orang-orang yang
memegang daging gemuk yang bagus dan di sampingnya ada daging busuk. Mereka
malah memilih daging busuk dan memakannya. Sedangkan daging yang bagus
ditinggalkan.
***
Ibnu Ishaq berkata bahwa Abu Sa’id Al
Khudri berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian Malaikat Jibril
membawaku naik ke langit kedua. Di sana terdapat dua anak bibi yaitu Isa bin
Maryam dan Yahya bin Zakaria. Kemudian Malaikat Jibril membawaku naik ke langit
ketiga. Di sana terdapat seorang laki-laki yang postur tubuhnya seperti bulan
pada saat purnama. Aku bertanya, ‘Siapa orang ini, wahai Jibril?’ Malaikat
Jibril menjawab, ‘Ini saudaramu, Yusuf bin Ya’qub.’ Kemudian Malaikat membawaku
naik ke langit keempat. Di sana terdapat seorang laki-laki. Aku bertanya,
‘Siapa orang ini, wahai Jibril?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Dia Idris.’
Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat, ‘Dan Kami mengangkatnya (Idris) ke tempat
yang tinggi.’ [Maryam: 57]. Kemudian Malaikat Jibril membawaku naik ke langit
kelima. Di sana terdapat orang tua yang rambut dan jenggotnya memutih, lebat.
Dan aku tidak pernah melihat orang tua setampan dia. Aku bertanya, ‘Siapa dia,
wahai Jibril?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Dia orang yang dicintai di kaumnya,
yaitu Harun bin Imran.’ Malaikat Jibril membawaku naik ke langit keenam. Di
sana terdapat orang yang berwarna kulit sawo matang, tinggi, berhidung mancung,
dan ia seperti orang dari kabilah Syanu’ah. Aku bertanya, ‘Siapa dia, wahai
Jibril?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Dia saudaramu, Musa bin Imran.’ Kemudian
Malaikat Jibril membawaku naik ke langit ketujuh. Di sana terdapat orang tua
sedang duduk di atas kursi di pintu Baitul Makmur dan dalam setiap harinya ia
didatangi tujuh puluh ribu malaikat yang tidak keluar dari situ hingga Hari
Kiamat. Aku tidak pernah melihat seseorang yang amat mirip dengan sahabat
kalian (beliau sendiri) dan sahabat kalian tidak mirip siapa pun kecuali mirip
dengannya. Aku bertanya, ‘Siapa dia, wahai Jibril?’ Malaikat Jibril menjawab,
‘Dia ayahmu, Ibrahim.’ Kemudian Malaikat Jibril membawaku masuk ke surga. Di
surga, aku melihat perempuan yang berwarna hitam agak kemerahan. Aku bertanya
kepadanya, ‘Engkau milik siapa?’ Aku sungguh terpesona dengannya ketika
melihatnya. Wanita tersebut berkata, ‘Aku milik Zaid bin Haritsah.’ Kemudian
Rasulullah SAW memberitahukan hal ini kepada Zaid bin Haritsah.”
***
Ibnu Ishaq berkata, “Seperti yang
disampaikan kepadaku hadits riwayat Abdullah bin Mas’id r.a. dari Nabi Muhammad
SAW bahwa Malaikat Jibril tidak membawa Rasulullah SAW naik ke salah satu
langit, melainkan para malaikat bertanya kepada Malaikat Jibril ketika ia
meminta izin untuk memasuki langit tersebut, ‘Siapa ini, wahai Jibril?’
Malaikat Jibril menjawab, ‘Dia Muhammad.’ Para malaikat berkata, ‘Apakah dia
telah diutus?’ Malaikat Jibril menjawab, ‘Ya.’ Para malaikat berkata, ‘Semoga
Allah memberinya salam hormat dan seorang saudara dan sahabat.’ Itulah yang
terjadi hingga beliau tiba di langit ketujuh, kemudian beliau pergi kepada
Tuhannya, kemudian Allah mewajibkan kepada beliau lima puluh shalat dalam
sehari.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Kemudian
aku keluar dari tempat Tuhanku dan berjalan melewati Nabi Musa. Nabi Musa
adalah sahabat yang paling baik bagi kalian. Ia bertanya kepadaku, ‘Berapa kali
Allah mewajibkan shalat kepadamu?’ Aku menjawab, ‘Lima puluh kali dalam
sehari.’ Nabi Musa berkata, ‘Sesungguhnya shalat itu berat dan umatmu itu
lemah. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah Dia meringankan shalat bagimu dan
bagi umatmu.’ Kemudian aku kembali kepada Tuhanku dan meminta-Nya meringankan
shalat bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah menghilangkan sepuluh shalat
dariku. Kemudian aku keluar dari tempat Tuhanku dan kembali berjalan melewati
Nabi Musa.
Nabi Musa berkata kepadaku seperti
sebelumnya. Kemudian aku kembali menghadap Tuhanku dan meminta-Nya meringankan
shalat bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku.
Kemudian aku pergi dan lagi-lagi berjalan melewati Nabi Musa, kemudian ia
berkata seperti sebelumnya. Aku pun kembali menghadap Allah dan meminta Tuhanku
meringankan shalat dariku dan dari umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh
shalat dariku. Kemudian aku balik lagi dan kembali bertemu Nabi Musa yang
selalu berkata seperti itu setiap kali aku pulang dari Allah.
Kemudian aku kembali menghadap
Tuhanku dan meminta-Nya meringankan shalat bagiku dan bagi umatku, hingga
akhirnya Allah menetapkan shalat lima waktu bagiku dalam sehari dan semalam.
Kemudian aku menemui Nabi Musa, kemudian ia berkata seperti sebelumnya. Aku
berkata kepadanya, ‘Aku telah kembali menghadap Tuhanku dan meminta-Nya hingga
aku merasa malu kepada-Nya. Aku tidak akan mengerjakan permintaan ini.’ Jika
salah seorang dari kalian mengerjakan shalat lima waktu dengan mengimaninya dan
mengharap ridha Allah, ia mendapatkan pahala sebanyak lima puluh shalat.”
***
Esok harinya, beliau menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang beliau alami kepada mereka.
Sebagian besar dari mereka berkata, “Ini, demi Allah adalah sesuatu yang sangat
aneh. Demi Allah, sesungguhnya rombongan musafir yang jalannya cepat saja
membutuhkan waktu sebulan untuk pergi dari Mekkah ke Syam, apakah Muhammad
pergi ke sana dan pulang ke Mekkah hanya dalam waktu semalam?”
Orang-orang yang tadinya telah masuk
Islam banyak yang murtad dan orang-orang Quraisy pergi kepada Abu Bakar,
kemudian berkata kepada mereka, “Bagaimana pendapatmu tentang sahabatmu, wahai
Abu Bakar? Ia mengaku pada malam ini pergi ke Baitul Maqdis dan shalat di sana,
kemudian pulang lagi ke Mekkah!” Abu Bakar berkata kepada mereka, “Apakah
kalian tidak memercayai ceritanya?” Mereka menjawab, “Ya, betul. Itulah dia
berada di masjid sedang bercerita kepada manusia tentang apa yang baru ia
alami.” Abu Bakar berkata, “Demi Allah, jika itu yang ia katakan, sesungguhnya
ia berkata benar. Apa yang aneh bagi kalian? Demi Allah, sesungguhnya ia
berkata kepadaku bahwa ceritanya tersebut datang kepadanya dari langit ke bumi
hanya dalam waktu sesaat pada waktu malam atau sesaat pada waktu siang dan aku
memercayainya. Inilah puncak keheranan kalian.” Usai berkata seperti itu, Abu
Bakar berjalan hingga tiba di tempat Rasulullah SAW berada. Abu Bakar berkata
kepada Rasulullah SAW, “Wahai Nabi Allah, benarkah engaku telah bercerita
kepada manusia, bahwa pada malam ini engkau pergi ke Baitul Maqdis?” Rasulullah
SAW menjawab, “Ya, benar.” Abu Bakar berkata, “Wahai Nabi Allah, ceritakan
kepadaku ciri-ciri Baitul Maqdis, karena aku pernah pergi ke sana!”
Kemudian Baitul Maqdis diangkat
(diperlihatkan) kepada sang Nabi hingga beliau bisa melihatnya. Setelah itu,
Rasulullah SAW menjelaskan ciri-ciri Baitul Maqdis kepada Abu Bakar. Setelah
mendapatkan penjelasan Rasulullah SAW, Abu Bakar berkata, “Engaku berkata
benar. Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Setiap kali Rasulullah
SAW menjelaskan ciri-ciri Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata, “Engaku berkata
benar. Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Itulah, hingga
Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar, “Engkau wahai Abu Bakar adalah
Ash-Shiddiq.”
***
Allah menurunkan ayat tentang
orang-orang Islam yang murtad karena peristiwa Isra’,
Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu:
"Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak
menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian
bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan
Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar
kedurhakaan mereka. [Al Isra":60]
***
Rasululllah bercerita tentang ciri-ciri
Nabi Isa yang beliau lihat pada malam Isra’, “Sedang Nabi Isa, beliau berwarna
kulit merah, sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), rambutnya lurus, di
wajahnya terdapat banyak tahi lalat, sepertinya beliau keluar dari kamar mandi
dan engaku bayangkan kepalanya meneteskan air, padahal di kepalanya tidak ada
air dan orang dari kalian yang paling mirip dengannya ialah Urwah bin Mas’ud
Ats-Tsaqafi.”
***
Berikut ini adalah Hadits Riwayat
Ummu Hani’ tentang Isra’.
Ibnu Hisyam berkata bahwa seperti
disampaikan kepadaku dari Ummu Hani’ binti Abdul Muththalib r.a. (nama aslinya
Hindun) tentang Isra’ Rasulullah SAW, Ummu Hani’ berkata, “Rasulullah SAW
di-isra’-kan ketika beliau sedang berada di rumahku. Pada malam itu, beliau
tidur di rumahku. Beliau shalat Isya’ akhir, kemudian tidur dan kita juga
tidur. Menjelang Shubuh, beliau membangunkan kita. Setelah beliau shalat Shubuh
dan setelah kami shalat Shubuh bersamanya, beliau berkata, ‘Wahai Ummu Hani’,
sungguh aku telah shalat Isya’ akhir di lembah ini seperti yang engkau lihat,
kemudian aku datang ke Baitul Maqdis dan shalat di dalamnya, kemudian aku
mengerjakan shalat Shubuh bersama kalian sekarang seperti yang kalian lihat.’
Rasulullah SAW keluar dan aku tarik ujung pakainnya hingga perut beliau terlihat
dan perut beliau seperti kain Mesir yang dilipat. Aku berkata kepada beliau,
‘Wahai Nabi Allah, jangan ceritakan peristiwa ini kepada manusia, sebab nanti
mereka mendustakanmu dan menyakitimu.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Demi Allah,
aku pasti menceritakan peristiwa ini kepada mereka.’ Aku berkata kepada budakku
dari Habasyah, ‘Celakalah engkau, ikutilah Muhammad SAW hingga engkau dengar
apa yang beliau katakan kepada manusia dan apa yang dikatakan manusia kepada
beliau.’ Ketika Rasulullah SAW bertemu dengan manusia, beliau bercerita kepada
mereka dan mereka merasa keheranan. Mereka berkata, ‘Hai Muhammad, apa
buktinya, sebab kami tidak pernah mendengar cerita seperti ini sebelumnya.’
Rasulullah SAW bersabda, ‘Buktinya, aku melewati kafilah Bani Fulan di lembah
ini dan di lembah itu. Mereka lari kocar-kacir karena mendengar suara hewan.
Aku panggil mereka ketika aku sedang berjalan ke arah Syam. Aku terus berjalan
hingga tiba di daerah Dhajnan, aku melewati kafilah Bani Fulan dan mendapat
kafilah tersebut sedang tidur. Mereka mempunyai tempat berisi air dan
menutupinya dengan sesuatu, kemudian aku buka tutupnya, minum air yang ada di
dalamnya dan menutupnya lagi seperti semula. Bukti lain, bahwa kafilah tersebut
sekarang singgah di Baidha’ di Tsaniyyatun Tan’im. Mereka didahului unta
berwarna abu-abu dan di unta tersebut terdapat dua karung; satu karung berwarna
hitam dan karung satunya bersinar (putih).’ Orang-orang segera pergi ke
Tsaniyyah dan mereka mendapatkan apa yang telah dijelaskan Rasulullah SAW
kepada mereka. Mereka bertanya kepada kafilah tersebut tentang bejana air,
kemudian kafilah tersebut menjelaskan bahwa mereka mengisinya penuh dengan air
dan menutupnya setelah itu tidur. Ketika mereka bangun tidur didapati bejana
tersebut tertutup seperti semula, namun mereka tidak mendapatkan air di
dalamnya. Mereka juga bertanya kepada orang-orang lain di Mekkah, kemudian
orang-orang yang ditanya tersebut menjawab, ‘Demi Allah, dia berkata benar.
Sungguh, kita lari kalang kabut di lembah seperti yang dia sebutkan, kemudian
kami mendengar suara orang memanggil dan kami datang kepadanya’.”
Referensi:
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment