Kaum Muslimin
Mekkah mulai hijrah meninggalkan kampung halaman mereka menuju ke Yatsrib (Madinah)
setelah peristiwa Bai’at Aqabah kedua. Hal ini karena Kaum Anshar (berarti
“penolong”, Muslimin Yatsrib/Madinah) telah menjamin untuk memberikan tempat
tinggal dan rasa aman kepada Muslimin Mekkah yang disebut kaum Muhajirin (yang
hijrah). Maka pada masa itu, Kaum Muslimin telah mendapatkan wilayah yang siap
menampung mereka sekaligus sebagai titik tolak perjuangan penyebaran ajaran
Islam. Hijrahnya para sahabat ke Yatsrib ini telah diizinkan oleh Nabi Muhammad
SAW.
Setelah Bai’at
Aqabah, pihak kafir Quraisy merasa khawatir karena ada segolongan dari Yatsrib
yang telah masuk Islam. Kafir Quraisy telah mengenal kenabian Muhammad SAW
selama tiga belas tahun. Selama itu juga mereka terus melakukan serangan
terhadap Rasulullah. Namun selama itu juga Rasulullah berpegang teguh pada
prinsip beliau. Beliau tak dapat dibujuk dan pantang menyerah dalam menghadapi
berbagai gangguan, begitu juga dengan pengikut beliau. Dengan adanya ikrar dari
kawan Muslimin Mekkah, kemenangan akan menjadi milik pihak Muslimin. Kafir
Quraisy berpikir jika mereka tidak bisa melawannya, mereka akan selalu gelisah
dengan kemenangan Rasulullah. Mereka memikirkan rencana untuk menggagalkan
usaha Rasulullah dalam menyerukan ajaran Islam. Rasulullah pun juga memikirkan
cara agar usaha dakwah beliau berhasil. Dengan sikap bijaksana, beliau
memerintahkan para sahabat untuk menyusul kaum Anshar ke Yatsrib.
Walaupun sudah
ada titik terang bagi kaum Muslimin, namun perjuangan untuk hijrah sangatlah
berat dan penuh tantangan. Para sahabat harus menghadapi berbagai macam resiko
agar dapat hijrah. Ada yang harus meninggalkan sanak saudaranya, hartanya,
bahkan ada yang nyawanya terancam. Terlebih lagi meninggalkan negeri sendiri
adalah hal yang berat bagi setiap orang. Dalam hijrah, tentu mereka tidak bisa
menduga apa yang akan mereka alami di sana, entah itu suka maupun duka. Ada
kemungkinan bahwa mereka akan lama meninggalkan Mekkah atau bahkan tidak bisa
pulang ke Mekkah.
Menurut Ibnu
Ishaq, orang yang pertama kali hijrah ke Yatsrib (Madinah) adalah Abu Salamah Al
Makhzumi. Nama aslinya adalah Abdullah. Sebenarnya dia telah hijrah setahun
sebelum peristiwa Bai’at Aqabah. Dia menemui Rasulullah dari Abbisinia. Saat
para kafir Quraisy menindasnya dan dia mendengar masuk Islamnya kaum Anshar,
dia hijrah ke Madinah. Kemudian orang yang pertama kali tiba di Madinah setelah
Abu Salamah adalah Amir bin Rabi’ah beserta isterinya, Laila binti Abu Hatsmah.
Kemudian Abdullah bin Jahsy hijrah bersama isterinya dan saudaranya, Abd bin
Jahsy yang lebih dikenal dengan nama Abu Ahmad. Abu Ahmad adalah orang buta
yang mengelilingi Mekkah Atas dan Mekkah Bawah tanpa penuntun. Dia juga seorang
penyair.
Ketika Umar bin
Khattab, Ayyasy bin Abu Rabi’ah, dan Hisyam bin Al Ash ingin hijrah ke Madinah
dan sepakat untuk bertemu di suatu anak sungai, mereka berkata, “Jika salah
seorang dari kita besok pagi tidak berada di tempat tersebut, berarti ia
tertahan dan hendaklah dua orang lainnya berangkat ke Madinah”. Keesokan
harinya, Hisyam tidak bisa datang karena disiksa. Maka Umar dan Ayyasy
berangkat dan tiba di Madinah. Abu Jahal bin Hisyam dan Al Harits bin Hisyam
pergi ke Madinah untuk menemui Ayyasy. Saat itu Rasulullah masih di Mekkah.
Mereka membujuk Ayyasy untuk pulang dengan menipunya bahwa ibunya ingin
melihatnya. Sebenarnya Umar sudah mencegahnya, namun Ayyasy memutuskan untuk
kembali ke Mekkah. Di perjalanan, Abu Jahal dan Al Harits menangkap Ayyasy dan
membawanya ke Mekkah untuk disiksa.
Saat Rasulullah
sudah di Madinah, dia meminta siapa saja untuk membebaskan Ayyasy dan Hisyam
bin Al Ash. Al Walid bin Al Walid bin Al Mughirah menyanggupinya dan segera ke
Mekkah secara diam-diam. Maka dia berhasil membebaskan Ayyasy bin Abu Rabi’ah
dan Hisyam bin Al Ash dan membawa keduanya ke Madinah.
Satu per satu,
orang-orang muslim berhasil melakukan hijrah ke Yatsrib. Sebagian besar dari
mereka pergi berkelompok dan secara sembunyi-sembunyi, hanya sedikit saja yang
pergi terang-terangan. Namun hal itu sudah diketahui oleh musyrikin Quraisy.
Mereka segera bertindak dengan berusaha mengembalikan orang-orang yang masih
dapat dikembalikan ke Mekkah lalu dibujuk agar mau kembali ke agama lama
mereka, jika tidak mau maka akan dianiaya dan disiksa. Salah satu cara mereka
adalah dengan memisahkan suami dari isteri, jika si isteri dari pihak Quraisy
dia tidak diperbolehkan ikut suami. Yang tidak menurut, isteri yang masih bisa
mereka kurung akan dikurung.
Namun musyrikin
Quraisy tidak akan mampu berbuat lebih dari itu. Mereka khawatir akan terjadi
perang saudara antar kabilah jika mereka mencoba membunuh salah seorang dari
kabilah tertentu.
Berturut-turut
kaum Muslimin hijrah ke Yatsrib, sedangkan Rasulullah masih berada di Mekkah.
Saat itu tak ada yang tahu bahwa Rasulullah akan tetap berada di Mekkah atau
mengambil keputusan untuk ikut berhijrah. Hal ini juga sama dengan peristiwa
hijrahnya sebagian kaum Muslimin ke Abbisinia/Ethiopia, bahwa ternyata
Rasulullah tetap di Mekkah untuk menyerukan ajaran Islam kepada anggota-anggota
keluarganya. Bahkan saat Abu Bakar meminta izin untuk hijrah ke Yatsrib,
Rasulullah hanya berkata, “Jangan terburu-buru, kalau-kalau Tuhan menyertakan
seorang kawan”, dan tak lebih dari itu.
Selang dua bulan
lebih beberapa hari setelah Bai’at Aqabah kedua, akhirnya tak ada kaum muslimin
yang tersisa kecuali Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib
radhiallahuanhuma, serta mereka yang ditahan oleh kaum musyrikin.
Sementara itu,
Rasulullah sedang menunggu waktu ketika Allah mengizinkannya berhijrah. Abu
Bakar yang saat itu juga telah siap berhijrah, diminta Rasulullah untuk ikut
mendampinginya.
Pihak kafir
Quraisy berusaha menggagalkan rencana Rasulullah, bahkan berencana membunuh
beliau. Namun Allah Ta’ala selalu melindungi hamba-hamba-Nya yang terpilih.
Rasulullah pasti selamat dari gangguan kaum musyrikin dan berhasil mencapai
Yatsrib, tempat di mana beliau akan berjuang menegakkan agama Islam dengan berbagai
upaya hingga berhasil mencapai kesuksesan.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal, Muhammad
Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah
Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu Muhammad
Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment