Setelah selesai
membangun Masjid Nabawi sebagai pusat pertemuan dan interaksi umat Islam, Nabi
Muhammad mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Hal itu dilakukan
di rumah Anas bin Malik. Saat itu berkumpul sembilan puluh orang yang terdiri
dari kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Nabi Muhammad bersabda bahwa Ali bin Abi
Thalib adalah saudara beliau. Lalu Nabi Muhammad mempersaudarakan mereka satu
per satu untuk saling tolong menolong dan saling mewarisi. Kemudian Allah
menurunkan firman-Nya dalam surat Al Anfal ayat 75:
وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ مَعَكُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ
مِنكُمۡۚ وَأُوْلُواْ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضٖ فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِۚ
إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمُۢ ٧٥
75. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu
kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk
golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Maka setelah itu,
warisan hanya diberikan kepada kerabat saja, namun persaudaraan mereka tetap
berlaku.
Orang-orang yang
dipersaudarakan adalah:
1. Hamzah bin Abdul
Muththalib dipersaudarakan dengan Zaid bin Haritsah, mantan budak Nabi. Hamzah
mewasiatkan sesuatu kepada Zaid bin Haritsah pada Perang Uhud jika terjadi
sesuatu pada dirinya.
2. Ja’far bin Abu Thalib
dipersaudarakan dengan Muadz bin Jabal.
3. Abu Bakar Ash Shiddiq
dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair.
4. Umar bin Khattab
dipersaudarakan dengan Utban bin Malik.
5. Abu Ubaidah bin
Abdullah bin Al Jarrah (nama aslinya Amir bin Abdullah) dipersaudarakan dengan
Sa’ad bin Muadz bin An Nu’man.
6. Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’.
7. Zubair bin Awwam
dipersaudarakan dengan Salamah bin Salamah bin Waqs. Ada yang mengatakan bahwa Zubair
dipersaudarakan dengan Abdullah bin Mas’ud.
8. Utsman bin Affan
dipersaudarakan dengan Aus bin Tsabit bin Al Mundzir.
9. Thalhah bin Ubaidillah
dipersaudarakan dengan Ka’ab bin Malik.
10. Sa’id bin Zaid bin Amir
bin Nufail dipersaudarakan dengan Ubai bin Ka’ab.
11. Mush’ab bin Umair bin
Hasyim dipersaudarakan dengan Abu Ayyub Khalid bin Zaid.
12. Abu Hudzaifah bin Utbah
bin Rabi’ah dipersaudarakan dengan Abbad bin Bisyr bin Waqsy.
13. Ammar bin Yasir
dipersaudarakan dengan Hudzaifah bin Al Yaman. Ada yang mengatakan bahwa Tsabit
bin Qais bin Asy Syammas dipersaudarakan dengan Ammar.
14. Abu Dzar Al Ghiffari
dipersaudarakan dengan Al Mundzir bin Amr.
15. Hathib bin Abu Balta’ah
dipersaudarakan dengan Uwaim bin Saidah.
16. Salman Al Farisi
dipersaudarakan dengan Abu Ad Darda’ Uwaimir bin Tsa’labah.
17.
Bilal,
mantan budak Abu Bakar, sang Muadzin, dipersaudarakan dengan Abu Ruwaihah
Abdullah bin Abdurrahman Al Khats’ami.
Persaudaraan tersebut
benar-benar diwujudkan oleh kaum muslimin dengan penuh ketulusan dan
kesungguhan. Kaum Anshar memiliki rasa kepedulian yang besar kepada
saudara-saudara seiman mereka dari kaum Muhajirin. Mereka sangat menyayangi
saudaranya, membantu dengan harta mereka, bahkan lebih mementingkan saudaranya
meskipun mereka juga sedang kesusahan. Sementara kaum Muhajirin menerima dengan
secukupnya, tidak menjadikannya sebagai kesempatan untuk meminta lebih banyak.
Rasulullah menjadikan persaudaraan itu sebagai suatu hal yang berarti, bukan
hanya sekadar kata yang kosong tanpa makna.
Sesuai pernyataan
Muhammad Al Ghazali, tujuan persaudaraan ini adalah untuk menghilangkan
kebiasaan jahiliyah hingga hanya ada ruh Islam saja dan agar perbedaan
keturunan, warna kulit, dan kedaerahan sudah tidak dipedulikan lagi dan hanya
ada Islam. Seseorang tidak boleh membanggakan seseorang atau merendahkannya
kecuali dengan nilai ketaqwaan.
Baca Juga, Penting untuk Diketahui saat Ada Ancaman Virus: Hebatnya Empon-Empon, dari Bumbu Dapur hingga Penambah Daya Tahan Tubuh
Baca Juga, Penting untuk Diketahui saat Ada Ancaman Virus: Hebatnya Empon-Empon, dari Bumbu Dapur hingga Penambah Daya Tahan Tubuh
Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari bahwa Rasulullah mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dengan
Sa’ad bin Rabi’.
Sa’ad berkata, “Saya
orang Anshar yang kaya, saya akan bagi dua harta saya, dan saya memiliki dua
isteri, yang mana yang kamu suka, sebutkan saja, saya akan menceraikannya dan
jika telah selesai masa iddahnya, nikahilah”.
Namun Abdurrahman bin
Auf menjawabnya dengan santun, “Semoga Allah memberkahimu, keluargamu dan
hartamu, mohon tunjukkan kepada saya di mana letak pasar Madinah?”.
Lalu Sa’ad memberitahu
letak pasar Bani Qainuqa’ kepadanya untuk melakukan kegiatan perdagangan di
sana. Abdurrahman bin Auf membawa barang-barang yang akan dijual seperti keju
dan mentega. Dan tidak berapa lama, Abdurrahman sudah memperoleh laba yang
besar. Dia juga menikahi wanita Madinah dengan mas kawin berupa emas. Selain
Abdurrahman, banyak juga dari kalangan Muhajirin yang melakukan hal serupa itu.
Hal itu terjadi karena kepandaian orang-orang Mekkah dalam perdagangan, sampai
ada orang yang mengatakan, “Dengan perdagangannya, dia dapat mengubah pasir
gurun menjadi emas”.
Kaum Muhajirin yang
tidak melakukan perdagangan di antaranya adalah Abu Bakar, Umar, Ali bin Abi
Thalib, dan lain-lain. Keluarga-keluarga mereka bekerja di bidang pertanian
dengan menggarap lahan miliki kaum Anshar bersama pemiliknya.
Tindakan
mempersaudarakan ini sangat efektif dalam mengatasi problem kesenjangan sosial
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Kehidupan mereka menjadi lebih tenteram.
Sudah pasti bahwa hal ini adalah tindakan yang bijaksana dan menunjukkan adanya
suatu strategi yang tepat serta berpikir ke depan.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment