Atap adalah unsur bangunan yang
berfungsi sebagai penutup bagian atas suatu bangunan. Bentuk atap dapat
bermacam-macam, tergantung dari budaya, kebiasaan, kegunaan, dan keinginan.
Bentuk atap tertentu dapat menunjukkan budaya daerah atau bangsa dari
penampilan bentuk atap bangunan. Umumnya, bentuk atap masjid di Jawa atau
Indonesia adalah bentuk tenda atau tajug. Bentuk atap tersebut sudah menjadi hal
yang biasa dan menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia saat pembangunan
masjid. Saat orang-orang Indonesia melihat ada bangunan yang besar memiliki
bentuk atap tenda, maka mereka akan langsung berpikir adalah bangunan itu
adalah masjid. Bentuk atap tenda pada masjid di Indonesia sering digunakan karena
bangunan masjid memiliki bentuk persegi. Atap tenda adalah bentuk yang cocok
bagi bangunan berbentuk persegi. Pada bagian puncak atap tenda dapat dipasang
kubah yang dapat menunjukkan ciri-ciri bangunan masjid, walaupun sebenarnya hal
ini bukanlah keharusan. Secara pribadi, saya suka dengan bentuk atap tenda
karena bentuknya yang semakin ke atas semakin mengerucut dan berkumpul pada
satu titik. Hal ini memiliki makna bahwa masjid adalah tempat untuk beribadah
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Tinggi. Hanya kepada-Nya kita
menyembah dan memohon pertolongan. Maka saya juga memberi bentuk atap tenda
pada desain masjid Syahadat yang merupakan bagian dari maket kompleks bangunan
Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya).
Di artikel ini, saya akan menjelaskan
berbagai bentuk atap secara umum dan akan menjelaskan bentuk atap pada desain
masjid Syahadat.
Bentuk atap yang termasuk sederhana
dan mudah ditemukan di rumah-rumah, terutama di Indonesia adalah bentuk atap
pelana. Atap ini memiliki dua permukaan bidang datar yang miring (umumnya
berbentuk segiempat) yang salah satu sisi dari masing-masing permukaan saling
bertemu pada bagian paling atas yang disebut bubungan sehingga jika dilihat
dari arah samping membentuk segitiga. Biasanya kemiringan atap berkisar antara
300 – 450. Atap ini dapat mengalirkan air hujan dengan
baik dan apabila terdapat kebocoran maka titik bocornya mudah ditemukan.
Perawatan dan perbaikan bentuk atap ini juga cukup mudah. Rangka dari atap ini
ditahan oleh kuda-kuda yang berbentuk segitiga. Bubungan dan gording dari
struktur atap pelana bertumpu pada kuda-kuda serta dinding bangunan yang pada
bagian atasnya membentuk segitiga, sesuai bentuk kuda-kuda.
Menurut
saya, bentuk atap pelana memang mudah dibentuk. Bentuknya yang sederhana
membuat banyak dipakai untuk rumah-rumah yang berukuran kecil hingga sedang dan
sederhana. Namun saya tidak berniat menggunakan bentuk atap pelana untuk
bangunan induk masjid atau banguna penunjangnya, karena terlalu sederhana dan
kurang memiliki nilai keindahan untuk masjid.
Bentuk
atap perisai adalah bentuk yang satu tingkat lebih kompleks dari bentuk atap
pelana. Atap ini memiliki empat bidang permukaan, yaitu dua bentuk trapesium
yang sisi atasnya (yang terpendek, sejajar dengan alas) saling bertemu pada
bubungan dan dua permukaan lainnya berbentuk segitiga yang puncaknya bertemu
pada ujung bubungan sehingga terbentuk bangun ruang yang menutupi bagian atas
bangunan. Pertemuan antara bidang trapesium dan bidang segitiga disebut jurai.
Jurai juga merupakan rangka penghubung antara pertemuan dua arah kaso. Jurai
inilah yang membedakannya dengan bentuk atap pelana. Bentuk atap ini umumnya
digunakan untuk bangunan yang memanjang. Struktur kuda-kudanya juga hampir sama
dengan atap pelana, hanya saja bubungan dan gording tidak bertumpu/menempel
pada dinding bangunan.
Saya
menggunakan bentuk atap perisai untuk bagian serambi bangunan utama (bagian
belakang), bangunan kantor pengurus, dan tempat parkir teduh. Alasannya adalah
bahwa bentuk atap perisai memberi kesan menutupi seluruh bagian atas bangunan
dengan kesan yang sederhana. Perancangan konstruksi atap bentuk perisai juga
mudah dilakukan dan mudah dimengerti bagi para pekerja bangunan. Untuk serambi,
bentuk atap ini juga memiliki langit-langit yang tinggi sehingga udara di dalam
serambi terasa lebih sejuk saat cuaca panas. Ini juga menjadi alasan yang sama
untuk tempat parkir teduh dan kantor pengurus.
Bentuk
atap tenda umumnya memiliki kemiringan permukaan atap sebesar 300 –
450. Bentuk atap ini digunakan untuk bangunan berbentuk persegi,
termasuk desain ruang sholat utama pada masjid Syahadat, untuk menunjukkan
ciri-ciri masjid. saya membentuk bangunan ruangs sholat berupa persegi untuk
memberikan kesan keseimbangan dan terkumpul. Bentuk atap tenda tidak hanya
tunggal saja, namun juga dapat dibuat bertingkat agar lebih indah dan lebih
megah seperti gunung. Umumnya atap tenda pada masjid-masjid di Indonesia dapat
bertingkat dua atau tiga. Biasanya antara tingkat atap teratas dan tingkat atap
di bawahnya terdapat sekat dengan bentuk alas persegi yang dapat diberi
hiasan-hiasan tertentu atau kaca-kaca. Sekat ini terbuat dapat terbuat dari
dinding bata dan tersambung dengan sruktur atap tenda yang terbuat dari beton
bertulang. Pemberian kubah pada puncak atap tenda memberikan kesan tersendiri
dari budaya arsitekur Indonesia.
Saya
memberikan bentuk atap tenda bertingkat tiga dengan sekat yang memiliki
kaca-kaca tebal dengan bagian atas kacanya yang melengkung untuk memberikan
gaya Islami pada desain masjid Syahadat. Pada tingkatan atap teratas, bentuknya
cenderung lancip dan tidak saya beri bentuk kubah karena cukup sulit untuk
membuatnya dengan kertas. Untuk pertemuan antara bentuk atap tenda dan bentuk
atap perisai pada desain ini, saya berniat untuk memberi talang di antara
keduanya sebagai tempat aliran air hujan dengan arah kemiringan menurun ke
samping masjid.
Atap
piramida adalah atap yang memiliki lebih dari empat bidang datar yang sama yang
membentuk piramida. Saya memberi bentuk atap ini pada bagian puncak menara
Syahadat untuk memberi makna memuncak ke atas sebagai tanda bahwa Allah adalah
Tuhan yang Maha Esa dan Maha Tinggi. Menara Syahadat didesain sebagai bangunan
tertinggi di area masjid Syahadat dan maket kompleks bangunan Betterpad-Ray.
Untuk mimbar dan teras kantor masjid, saya menggunakan atap sandar. Untuk teras
samping dan belakang masjid Syahdat, saya memberikan bentuk atap yang mirip
atap sandar, namun seperti menggantung karena tumpuan penyangga atapnya berada
di dinding masjid, bukan dengan tiang yang tumpuannya berada di lantai/tanah.
Sebenarnya
ada jenis bentuk atap lain yang sering dilihat dan digunakan, yaitu atap datar
yang biasanya terbuat dari dak beton. Bentuk atap ini hampir tidak mempunyai
kemiringan kecuali sangat kecil untuk mengalirkan air turun ke bawah bangunan.
Namun saya tidak menerapkannya pada desain masjid Syahadat, karena terkesan
kurang menunjukkan budaya arsitektur bangsa. Namun ada beberapa masjid yang
mengombinasikannya dengan kubah, seperti masjid Istiqlal di Jakarta sebagai
masjid negara.
Masjid Istiqlal (dari Google Maps)
Demikian artikel dari saya ini.
Semoga desain Masjid Syahadat yang merupakan bagian dari maket Betterpad-Ray
(Benteng Terpadu Raya) dapat memberikan inspirasi dan dapat diwujudkan. Aamiin.
Referensi:
·
Susanta,
Gatut, dkk. Membangun Masjid & Mushola. 2007. Depok: Penebar
Swadaya. (https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1048_Membangun%20Masjid%20dan%20Mushola#mode/2up)
No comments:
Post a Comment