Pada bulan
Shafar tahun 4 Hijriah, selain terjadi tragedi Ar Raji’ yang terjadi pada bulan
itu, juga terjadi tragedi yang lebih memilukan yang juga terjadi pada bulan itu
juga, yaitu tragedi Bi’ru Ma’unah. Peristiwa ini berawal dari permintaan Abu Barra’
bin ‘Amir bin Malik yang merupakan seorang ahli tombak. Dia menemui Nabi
Muhammad di Madinah. Nabi Muhammad menawarkan Islam kepadanya dan mendakwahinya.
Abu Barra’ menolak masuk Islam tetapi dia tetap mendukung Islam. Dia berkata,
“Jika ada para sahabatmu yang dapat diutus ke Najed dan mengajak mereka untuk
menerima agamamu, saya berharap bahwa mereka mau menerimanya”. Nabi Muhammad
berkata, “Aku khawatir jika penduduk Najed dapat berbuat jahat terhadap
sahabat-sahabatku saat kapanpun”. Tentu kekhawatiran ini didasarkan pada peristiwa
yang menimpa Khubaib dan kawan-kawan saat tragedi Ar Raji’. Abu Barra’ berkata,
“Aku akan memberi perlindungan untuk mereka. Maka utuslah mereka untuk
menyampaikan risalahmu kepada orang-orang di sana”.
Abu Barra’
adalah orang yang ditaati di kalangan masyarakatnya dan perkataannya didengar
oleh mereka. Siapa pun yang sudah diberi perlindungan olehnya, dia tak akan
khawatir akan mendapat serangan dari pihak lain.
Maka Rasulullah
mengutus Al Mundzir bin Amr dari Bani Saidah yang memimpin empat puluh orang
para sahabat Nabi yang merupakan orang-orang pilihan dan terbaik dari kaum
Muslimin. Lalu mereka berangkat hingga perjalanan sampai di Bi’ru Maunah,
terletak antara daerah Bani Amir dan Bani Sulaim, dan mereka berhenti di tempat
itu. Lalu mereka mengutus Haram bin Milhan mengantarkan surat Rasulullah kepada
musuh Allah yaitu Amir bin Ath Thufail. Saat Haram bin Milhan tiba di sana,
Amir bin Ath Thufail tidak membuka surat Rasulullah, namun malah membunuh Haram
bin Milhan. Konon, Haram sempat berkata, “Allah Maha Besar, aku telah beruntung
demi (Allah) Tuhannya Ka’bah”.
Amir bin Ath
Thufail memprovokasi kaumnya yaitu Bani Amir untuk menyerang para utusan
Rasulullah, namun mereka menolak perintahnya. Mereka berkata, “Kami tidak akan
pernah mengkhianati janji Abu Barra’”. Memang sudah ada perjanjian bahwa Abu
Barra’ untuk melindungi utusan Rasulullah, namun Amir bin Ath Thufail tidak
menyerah. Dia terus memprovokasi kabilah-kabilah Bani Sulaim seperti Ushaiyyah,
Ri’l, dan Dzakawan untuk menyerang para utusan Rasulullah dan ternyata mereka
menyambutnya. Lalu terjadilah pertempuran antara mereka dengan para utusan Nabi.
Semua utusan terbunuh kecuali Ka’ab bin Zaid dari Bani Dinar An-Najjar, karena
kabilah-kabilah Bani Sulaim membiarkannya dalam keadaan antara hidup dan mati. Ka’ab
bin Zaid mengalami luka parah namun tetap hidup. Ka’ab bin Zaid yang masih
selamat pulang ke Madinah. Dia baru mati syahid saat perang Khandaq.
Ada dua orang
muslim bernama Amr bin Umaiyyah Adh Dhamri dan salah seorang dari kaum Anshar
dari Bani Amr bin Auf yang bernama Al Mundzir bin Muhammad. Mereka tidak tahu
tentang musibah yang menimpa para sahabat Nabi hingga mereka melihat
burung-burung terbang di atas tempat tragedi. Keduanya berkata, “Demi Allah,
adanya burung-burung tersebutcmenandakan terjadinya sesuatu”. Lalu keduanya
berjalan menuju lokasi untuk mengetahui apa yang sesungguhnya telah terjadi.
Saat mereka melihat para utusan Nabi telah bersimbah darah sedangkan kuda
mereka berdiri, maka Al Mundzir berkata kepada Amr bin Umaiyyah, “Bagaimana
pendapatmu?”. Amr bin Umaiyyah berkata, “Aku berpikir bahwa sebaiknya kita
segera menghadap Rasulullah untuk menjelaskan apa yang telah kita lihat”. Al
Mundzir bin Muhammad berkata, “Sementara aku mereka gembira dengan tempat
tewasnya Al Mundzir bin Amr dan apa yang menimpaku nanti pasti akan
diberitahukan orang-orang”. Setelah itu, sahabat dari Anshar tersebut melawan
kabilah-kabilah Bani Sulaim hingga terbunuh, sedangkan Amr bin Umaiyyah
ditawan. Saat Amr bin Umaiyyah mengatakan kepada mereka bahwa dia berasal dari
Mudhar, Amir bin Ath Thufail membebaskannya dan mencukur rambut di
ubun-ubunnya.
Saat Amr bin
Umaiyyah berjalan, di tengah perjalanan dia bertemu dua orang dari Bani Amir.
Kedua orang tersebut mampir di tempat Amr bin Umaiyyah dan berteduh di bawah
sebuah pohon. Amr bin Umaiyyah tidak tahu bahwa Bani Amir telah membuat
perjanjian dengan Rasulullah. Amr bin Umaiyyah bertanya kepada keduanya, “Dari
manakah asal kalian berdua?”. Keduanya menjawab, “Kami dari Bani Amir”. Lalu
Amr bin Umaiyyah menunggu hingga keduanya telah tertidur dan menghabisi
keduanya. Ia beranggapan bahwa apa yang dia lakukan telah mampu membalas dendam
perbuatan orang-orang Bani Amir karena menyangka bahwa mereka telah membunuh
para sahabat Nabi. Saat Amr bin Umaiyyah sampai di tempat Rasulullah dan
menjelaskan apa yang dialaminya, Rasulullah bersabda, “Sungguh, engkau telah
membunuh dua orang dan aku akan membayar diyat (tebusan) kepada keluarga mereka
berdua”. Beliau bersabda lagi, “Semua ini terjadi karena Abu Barra’, aku memang
tidak menyukai hal tersebut dan aku khawatirkan sebelumnya”.
Saat sabda
Rasulullah sampai ke telinga Abu Barra, dia marah besar kepada Amir bin
Ath-Thufail atas tindakan brutalnya karena meremehkan perjanjiannya dengan
Rasulullah dan merasa bahwa terjadinya tragedi memilukan yang menimpa para
sahabat Nabi ini karena ulah dan perlindungannya.
Begitu dalamnya
rasa duka cita Rasulullah sehingga sebulan penuh setiap selesai sholat Subuh
dia berdoa kepada Tuhan agar memberi balasan terhadap mereka yang telah
membunuh para sahabat. Inilah yang disebut Qunut Nazilah. Seluruh kaum muslimin
juga merasakan kesedihan karena musibah yang telah menimpa saudara-saudara
seiman mereka, meskipun mereka yakin bahwa mereka mati syahid dan akan masuk
surga.
Referensi:
·
Mubarakfuri,
Syekh Shafiyyur-Rahman, dan Haidir, Abdullah (Penerjemah). 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah.
Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang Al-Sulay.
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment