Setelah
kekalahan kaum muslimin di perang Uhud, Nabi Muhammad memikirkan bagaimana
situasi Madinah. Beliau waspada terhadap gerakan Quraisy yang baru saja merasa
unggul. Mereka pasti akan menuju Madinah untuk kedua kalinya. Maka Nabi
Muhammad menyusun rencana untuk melakukan pengejaran terhadap musuh.
Pada tanggal 16
Syawwal tahun 3 Hijriah, setelah peristiwa perang Uhud, penyeru dari Nabi
Muhammad mengumumkan kepada kaum Muslimin agar mereka mengejar musuh (musyrikin
Quraisy) dan agar hanya orang-orang yang pernah ikut dalam perang Uhud saja
yang berangkat dalam pengejaran. Nabi Muhammad bersama para sahabat mengejar
musuh untuk menakut-nakuti mereka agar jika kaum musyrikin mendengar bahwa kaum
muslimin mengejar mereka, maka mereka akan berpikir bahwa kaum muslimin jauh
lebih kuat dan bahwa kekalahan yang baru saja menimpa kaum muslimin tidak membuat
mereka kehilangan semangat juang. Nabi Muhammad menunjuk Ibnu Ummi Maktum
sebagai imam untuk sementara di Madinah.
Abdullah bin
Ubay, tokoh munafik, juga sempat ingin ikut dalam operasi tersebut, namun
Rasulullah menolaknya dengan tegas. Seorang muslim bernama Jabir bin Abdullah
juga meminta izin untuk ikut dalam operasi tersebut. Sebelumnya dia tidak ikut
dalam perang Uhud karena disuruh ayahnya untuk menjaga anak-anak perempuan
ayahnya. Rasulullah mengizikan Jabir untuk ikut serta. Lalu Rasulullah dan para
sahabat mulai bergerak.
Rasulullah
beserta para sahabat sudah sampai di Hamra Al Asad, sejauh 8 mil dari Medinah.
Sedangkan pihak Abu Sufyan dari musyrikin Quraisy sudah berada di Rauha’. Saat
Ma’bad bin Abu Ma’bad dari Khuza’ah berjalan melewati Rasulullah. Orang Muslim
dan orang kafir Khuza’ah dipercaya oleh Rasulullah dalam hal-hal yang bersifat
rahasia di Tihamah. Beliau telah membuat kesepakatan dengan mereka agar tidak
menyembunyikan apa pun yang terjadi di Khuza’ah. Saat itu, Ma’bad adalah
musyrik. Dia berkata, “Wahai Muhammad, demi Allah, sungguh kami turut berduka
terhadap apa yang telah menimpa sahabat-sahabatmu dan kami berharap bahwa Allah
SWT menyelamatkanmu di tengah-tengah mereka”, lalu Ma’bad pergi. Sedangkan
Rasulullah tetap berada di Hamra Al Asad.
Saat Abu Sufyan
beserta anak buahnya berencana kembali ke Madinah untuk menghabisi sisa-sisa
sahabat Rasulullah, Shafwan bin Umayyah bin Khalaf berkata kepada mereka,
“Janganlah kalian kerjakan itu, karena mereka sedang marah besar. Kita khawatir
jika mereka memiliki semangat tempur yang tidak ada pada mereka sebelumnya,
maka kembalilah kalian ke Mekkah, kemenangan sudah di tangan kalian. Aku khawatir
jika kalian ke Madinah, maka kemenangan itu akan dirampas”. Namun pendapat ini
tidak disetujui oleh mayoritas kelompok Abu Sufyan.
Abu Sufyan bin
Harb memang telah memutuskan untuk kembali melawan pihak Rasulullah.
Kelompoknya berkata, “Kita telah berhasil mengalahkan para sahabat Muhammad,
tokoh-tokoh, serta pemimpin-pemimpin mereka. Apakah kita akan pulang sebelum
berhasil mengalahkan mereka hingga habis? Sekarang kita akan kembali untuk
menghabisi sisa-sisa mereka”. Abu Sufyan bin Harb melihat Ma’bad bin Abu Ma’bad
dan bertanya, “Wahai Ma’bad, berita apa yang engkau ketahui?”. Ma’bad menjawab,
“Muhammad beserta para sahabatnya sedang melakukan pengejaran terhadap kalian
yang pernah aku lihat sebelumnya, karena mereka marah kepada kalian. Para
sahabat yang tidak ikut dalam perang Uhud juga bergabung dengannya dan menyesal
karena tidak ikut perang. Mereka benar-benar marah pada kalian, sesuatu yang
belum pernah kulihat sebelumnya”.
Abu Sufyan bin
Harb berkata, “Celakalah engkau, lalu apa pendapatmu?”. Ma’bad berkata, “Demi
Allah, aku berpendapat bahwa sebaiknya engkau pergi hingga melihat ubun-ubun
kuda”. Abu Sufyan bin Harb berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami telah
bersepakat untuk mendatangi mereka dan menghabisi sisa-sisa mereka”. Lalu
Ma’bad terus mencegah kelompok Abu Sufyan agar tidak meneruskan niatnya untuk
melawan kaum muslimin.
Memang bagaimana
jika Abu Sufyan lari dari Rasulullah dan tidak sampai menghadapinya setelah
meraih kemenangan? Maka Quraisy akan menerima cemoohan dari orang-orang Arab
seperti yang mereka harapkan bahwa hal itu terjadi kepada Rasulullah beserta
para sahabat. Jika kelompok Abu Sufyan menghadapi Rasulullah dan dikalahkan
oleh kaum Muslimin, maka Quraisy akan kehilangan kebanggaan lagi. Maka ketika
Abu Sufyan melihat sebuah kafilah dari suku Abdul Qais menuju Madinah, dia
menyuruh kafilah tersebut untuk memberitahu Nabi Muhammad bahwa kelompok Abu
Sufyan sudah memutuskan akan berangkat untuk menyerbu dan menghabisi kaum
muslimin sampai ke akar-akarnya. Abu Sufyan berjanji untuk membawakan buah
kismisnya kepada mereka di pasar Ukaz nanti.
Rombongan Abdul
Qais telah menyampaikan pesan Abu Sufyan bin Harb kepada Rasulullah. Namun
semangat beliau dan para sahabat tidak menurun dan tetap tabah. Rasulullah pun
bersabda, “Cukuplah Allah bagi kita dan Dia sebaik-baik pelindung”.
Surat Ali Imran
ayat 173-174:
ٱلَّذِينَ
قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدۡ جَمَعُواْ لَكُمۡ فَٱخۡشَوۡهُمۡ
فَزَادَهُمۡ إِيمَٰنٗا وَقَالُواْ حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِيلُ ١٧٣ فَٱنقَلَبُواْ بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ
وَفَضۡلٖ لَّمۡ يَمۡسَسۡهُمۡ سُوٓءٞ وَٱتَّبَعُواْ رِضۡوَٰنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ
ذُو فَضۡلٍ عَظِيمٍ ١٧٤
173. (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan
Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya
manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah
kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik Pelindung".
174. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia
(yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Bahkan sepanjang
malam selama tiga hari berturut-turut, kaum muslimin membuat api unggun yang
menunjukkan kepada musyrikin Quraisy bahwa mereka tetap siap-siaga dan menunggu
kedatangan mereka. Rasulullah sempat menahan Abu Izzah Al Jumahi, tawanan
perang Badar yang dibebaskan Rasulullah secara gratis, namun berkhianat saat
perang Uhud. Rasulullah menjatuhkan hukuman mati kepada Abu Izzah. Rasulullah
juga memberi hukuman mati kepada Muawiyah bin Al Mughirah bin Abu Al Ash,
seorang mata-mata musyrikin Mekkah.
Maka kelompok
Abu Sufyan merasa tidak bersemangat lagi dan merasa lebih suka bertahan dengan
kemenangan di Uhud. Maka mereka kembali pulang ke arah Mekkah. Pihak Rasulullah
juga kembali ke Madinah.
Dari hal ini
dapat dikatakan bahwa pihak musyrikin Quraisy memang tida mendapatkan
kemenangan yang sebenarnya, meskipun saat perang Uhud mereka mampu menyerang
balik. Abu Sufyan mundur karena takut akan mengalami kekalahan jika harus
bertempur melawan kaum muslimin lagi. Secara garis besar, kedua pasukan pulang dengan
tidak membawa kemenangan.
Menurut Ibnu
Ishaq, perang Uhud adalah ujian, pembersihan, dan seleksi. Allah menguji kaum
mukminin dengan memperlihatkan orang-orang munafik yang sebenarnya, seperti
ketika Abdullah bin Ubay beserta anak buahnya memutuskan untuk mundur dari
pasukan muslimin menjelang perang Uhud, padahal sudah di tengah perjalanan. Dia
lebih suka jika kaum muslimin bertahan di Madinah saja ketika diserang
musyirikin Quraisy dengan tujuan bahwa dia tidak akan ketahuan jika tidak ikut menyerang
musyrikin Quraisy saat bertahan di dalam kota. Dia merasa bahwa bertempur di
Uhud sama saja dengan bunuh diri, tanpa mengetahui hakikat sebenarnya dari
berjuang di jalan Allah. Selain tadi, perang Uhud juga waktu bagi orang-orang
mukmin agar mati syahid sesuai kehendak Allah.
Referensi:
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
Al-Mubarakfuriyy,
Syeikh Safy Al-Rahman. Seerah Nabawiyyah,
Al-Raheeq Al-Makhtum.
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment