Sebagai
refleksi gaya hidup, rumah atau bangunan dapat dilihat dari struktur maupun
denah pokoknya. Contohnya adalah rumah-rumah orang Jawa pada zaman dahulu,
setidaknya dapat diketahui dari rumah-rumah yang masih bertahan hingga sekarang
atau menurut cerita orang tua (Ibu saya) dan orang yang sudah tua. Biasanya, rumah-rumah
orang Jawa pada zaman dahulu memiliki atap dengan bentuk limasan, ada juga
sebagian yang memakai atap joglo, dan pada atap pusatnya ditopang oleh
tiang-tiang yang disebut “soko guru”. Untuk rumah Jawa limasan, biasanya ada 8
buah tiang yang menopang atap pusat. Jika dilihat secara denah lantai, maka
bentuk rumah limasan Jawa adalah persegi panjang yang simetris dan biasanya ada
dua bangunan, yaitu rumah utama di bagian depan dan dapur yang luas di bagian
belakang. Pada bagian depan rumah utama terdapat teras yang memanjang mengikuti
panjang rumah dengan lebar kira-kira 2 meter. Teras ini berguna sebagai tempat
untuk berangin-angin, berbincang-bincang, beristirahat, atau digunakan untuk
menyimpan hasil panen untuk sementara. Memang pada zaman dahulu di Jawa, ragam
mata pencaharian memang masih terbatas. Hampir semua penduduk desa mempunyai
sawah dan bekerja sebagai petani. Bahkan penduduk desa memiliki hewan ternak
sendiri seperti kambing dan sapi. Ada juga yang menambah penghasilan dengan
berdagang yang dapat dilakukan di pasar atau di depan (bagian) rumah. Ada juga
orang yang bisa mampir berteduh di teras rumah seseorang saat hujan. Ini adalah
hal yang biasa dan pemilik rumah pun merasa tidak masalah dan ini memang
manfaat teras rumah secara sosial.
Contoh maket Pendapa Joglo
Biasanya
pada zaman dahulu, mungkin karena masih sedikitnya penduduk, rumah-rumah di
Jawa memiliki halaman rumah yang luas. Halaman yang luas ini berguna sebagai
tempat penjemuran hasil panen, seperti beras, jagung, dan kacang-kacangan
dengan alas tikar bambu. Jika masuk ke dalam rumah utama, maka akan langsung ke
dalam ruang keluarga yang luas atau bisa digunakan sebagai ruang tamu. Bagi
orang yang punya dana lebih, di depan rumah utama terdapat pendapa (paviliun)
yang digunakan untuk menerima tamu, sehingga privasi di dalam rumah utama lebih
terjaga. Di ruang utama ini, para anggota keluarga bisa berbincang-bincang,
makan, atau tiduran. Di samping atau bagian belakang rumah utama Jawa limasan
terdapat kamar-kamar yang letaknya dapat sesuai kebutuhan. Sedangkan di
belakang rumah utama terdapat bangunan dapur yang luas. Dapur yang luas ini
memang berguna jika digunakan untuk memasak dalam jumlah besar, biasanya untuk
acara syukuran atau pernikahan. Dapur model lama di Jawa menggunakan tungku
berbentuk balok atau kotak yang terbuat dari batu atau semen yang memiliki
lubang di atasnya untuk wadah panci dan lubang di samping untuk memasukkan kayu
bakar atau sekam bila ada, sehingga biasanya menghasilkan asap yang cukup
banyak. Dapur menjadi tempat untuk penyimpanan peralatan memasak, bahan makanan
termasuk hasil panen, dan tempat sampah. Sebenarnya posisi dapur juga bisa
berada di samping rumah utama, tergantung dari kebutuhan atau kondisi lahan.
Sedangkan pada zaman dahulu, sumur berada di belakang atau samping rumah dan
ada bangunan kecil yaitu kamar mandi denga mengambil air langsung dari sumur
timba. Ada juga kamar mandi yang berada di dalam bangunan dapur. Untuk
rumah-rumah tertentu, toilet sudah menjadi satu bagian dengan kamar mandi,
meskipun bentuknya masih sederhana. Zaman dahulu di Jawa, tidak semua orang
memiliki toilet, sehingga mereka harus pergi ke sungai atau dekat kumpulan
tumbuhan bambu.
Semakin
lama, zaman semakin modern hingga masa kini sehingga rumah-rumah di Jawa
mengalami perubahan meskpiun tetap ada yang menunjukkan unsur rumah tradisional
Jawa limasan. Yang paling sederhana, listrik sudah ada di rumah-rumah di Jawa
sehingga sudah ada lampu listrik, televisi, pompa air, dan sebagainya. Karena
adanya televisi parabola maka akan terlihat adanya parabola penangkap sinyal di
bagian atap rumah-rumah Jawa. Karena pembagian warisan, kadang-kadang rumah
lama harus dibongkar dan diganti dengan rumah modern dengan lahan yang telah
dibagi. Rumah-rumah modern memiliki ukuran yang lebih kecil dari rumah utama. Atap
limasan telah diganti dengan atap pelana maupun atap perisai sesuai bentuk
rumah. Teras rumah menjadi lebih kecil, kira-kira setengah dari teras rumah
Jawa tradisional. Bangunan yang tadinya berbahan kayu sudah diganti dengan
bahan dari batu bata dan semen. Tadinya yang lantai rumahnya mungkin hanya
berupa tanah telah digantikan dengan keramik. Tadinya menggunakan jendela yang
hanya berbahan kayu sudah diganti dengan jendela kaca. Ruang keluarga lebih
sempit dari sebelumnya tanpa adanya tiang-tiang penyangga seperti rumah Jawa
lama. Terkadang ada yang membuat ruang keluarga sekaligus sebagai ruang tamu
dan ada juga memisahkannya (membedakannya). Posisi kamar-kamar juga diatur
sesuai kebutuhan. Dapur terletak di bagian belakang dan lebih sempit dari dapur
tradisional, karena sudah memakai kompor gas. Namun tetap ada yang masih
mempertahankan dapur utama atau membuat dapur utama yang baru karena masih ada
yang memakai tungku kayu, untuk menyimpan hasil panen, atau memasak bila ada
acara. Biasanya posisi kamar mandi (termasuk kloset) menjadi satu dengan dapur
pada rumah modern di Jawa. Karena ada mesin pompa air dan tandon, maka tidak
perlu menimba air di sumur, walaupun ada yang wujud sumur timbanya masih ada.
Karena adanya kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil, maka juga
dibuat garasi di samping depan rumah. Hal ini berbeda dengan rumah Jawa pada
zaman dahulu. Meskipun ada orang-orang relatif kaya, namun jarang sekali ada
yang memiliki sepeda motor atau mobil karena Indonesia baru merdeka (tahun
1945), perekonomian yang belum stabil, dan tidak ada industri mobil nasional
hingga sekarang. Industri mobil nasional masih belum berjalan serius. Berbeda dengan
Amerika Serikat yang pada adab ke-20 sudah memiliki industri mobil dan sudah ada
banyak warganya yang memiliki mobil.
Di zaman
modern, adanya berbagai macam pekerjaan di pemerintahan, pabrik, atau kantor
membuat sebagian penduduk desa pindah kota, minimal kota terdekat. Maka muncullah
pemukiman baru baik pemukiman biasa maupun perumahan. Para pekerja kantor dan
pabrik tidak memiliki hasil panen seperti generasi sebelum mereka yang bekerja
sebagai petani, sehingga tidak perlu ada ruang penyimpanan panen yang luas
seperti dapur atau halaman yang luas untuk penjemuran. Rumah cukup sebagai
tempat istirahat dan berlindung. Jika ada acara pernikahan maka tidak
dilakukan di rumah seperti di desa-desa, namun resepsi diadakan di gedung
pernikahan. Hal-hal seperti ini pasti juga terjadi di daerah-daerah lain di
Indonesia dalam kehidupan masyarakat modern. Selain itu, perbedaan status sosial juga menyebabkan perbedaan gaya hidup yang tampak pada rumah. Kelompok masyarakat menengah ke bawah hanya memiliki rumah sederhana dengan ruangan yang secukupnya. Sedangkan kelompok menengah ke atas biasanya memiliki rumah yang mewah, besar, dengan berbagai fasilitas yang jarang ditemukan pada rumah biasa.
Contoh Rumah Jawa dengan Atap Limasan
Maket
Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya “Tembok Mural”) adalah desain kompleks
bangunan yang merefleksikan gaya hidup masyarakat Indonesia yang sesungguhnya
dan gaya hidup modern dengan mengambil sisi positifnya. Contoh paling jelas
adalah adanya pendapa yang luas yang disebut Pendapa Peradaban. Masyarakat Indonesia
pada dasarnya suka berkumpul dan bermusyawarah sambil berbincang-bincang dengan
disuguhi jamuan. Maka Pendapa Peradaban dapat digunakan sebagai tempat
bermusyawarah mengenai berbagai masalah dengan adanya jamuan. Di Pendapa
Peradaban juga dapat ditampilkan berbagai kesenian daerah dari seluruh
Indonesia sebagai hiburan yang positif dan bermanfaat. Lalu Bangunan Utama
Betterpad-Ray adalah bangunan yang merefleksikan gaya hidup modern. Orang-orang
yang melihat tampilan Bangunan Utama dapat menduga bahwa bangunan tersebut
digunakan sebagai kantor, meskipun ada niat untuk merencanakannya sebagai
museum. Kantor adalah bangunan dengan berbagai pekerjaan dalam ruangan yang
biasanya berurusan dengan komputer dan kertas untuk tujuan instansi atau
organisasi. Maka dibuatlah desain bangunan yang di dalamnya terdapat berbagai
ruangan dengan setiap tugas atau pekerjaan.
Masjid
Syahadat di Betterpad-Ray dibuat sebagai tempat ibadah (umat Islam). Sudah menjadi
kewajiban bagi manusia untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masjid
Syahadat didesain agar dapat memberikan kenyamanan bagi para jamaah saat
beribadah. Dengan luasnya bangunan, maka diharapkan mampu menampung jamaah
dalam jumlah banyak. Selain itu, aktivitas olahraga adalah gaya hidup yang
penting untuk menjaga kesehatan. Maka halaman Betterpad-Ray dibuat dengan
ukuran yang luas agar dapat digunakan untuk berolahraga, bisa senam, jogging
mengelilingi kompleks bangunan, bersepeda, olahraga atletik di lapangan, dan
sebagainya.
Masjid Syahadat
Pendapa Peradaban
Bangunan Utama Betterpad-Ray
Demikianlah
penjelasan dari artikel mengenai desain maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu
Raya). Insya Allah bisa diwujudkan. Aamiin. Mohon maaf apabila ada kesalahan
terutama di artikel ini.
Referensi:
·
Prof.
Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia. 1997. Bandung:
Penerbit Alumni. *Termasuk oleh: Prof.
Dr. S. Budhisantoso, seperti yang tercantum dalam buku referensi. (https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
(Hobi Arsitektur)
No comments:
Post a Comment