Hal yang perlu diketahui tentang arsitektur Indonesia pada zaman
sekarang adalah bagaimana penerapan budaya atau adat pada bangunan-bangunan
baru secara tepat dan bagaimana identitas arsitektur Indonesia di masa depan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut didasari oleh adanya arsitektur tradisional yang merupakan sarana bagi
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Kegiatan ini
tetap dapat terus berlangsung hingga masa depan, misalnya kumpul bersama. Di zaman
sekarang memang sudah ada media sosial yang membuat orang-orang dapat
berdiskusi dari jarak jauh. Namun, keinginan untuk bertemu langsung membuat
mereka tetap ingin berkumpul bersama-sama dalam suatu tempat. Selain bertemu
langsung, ada hal-hal lain yang memang harus dilakukan dalam satu tempat,
seperti makan bersama, mengerjakan sesuatu yang harus dilakukan dengan kerja
sama, dan sebagainya. Oleh karena itu, saya memberi contoh penggunaan bangunan
untuk tujuan tersebut, misalnya desain Pendapa Peradaban yang merupakan bagian
dari maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya "Tembok Mural"). Pendapa atau sejenis Paviliun di
Indonesia sudah digunakan sejak zaman dahulu sebagai tempat berkumpul dan
bermusyawarah. Posisi pendapa yang biasanya berada di depan rumah dan bersifat
terbuka membuat orang-orang mudah masuk ke dalamnya dan saling berinteraksi
dengan orang lain tanpa mengganggu privasi pemilik rumah.
Arsitektur Tradisional dapat menunjukkan identitas budaya suatu
daerah. Jadi, pendapa yang memiliki ukuran luas, lantai tanpa kursi, dan
terbuka, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia suka bermusyawarah dan
berinteraksi dengan sopan santun. Duduk bersila di pendapa adalah salah satu
bentuk sikap sopan santun dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Namun khususnya
di zaman sekarang, pendapa menyediakan kursi bagi orang-orang yang
berkepentingan dan tidak duduk bersila lagi. Hal ini sebenarnya dapat disesuaikan
dengan keinginan dari si pemilik pendapa. Memang diakui bahwa arsitektur
tradisional Indonesia dilatar belakangi oleh budaya suku bangsa yang telah
berkembang melewati berbagai kurun waktu. Pendapa di pulau Jawa tetap masih
digunakan di zaman sekarang terutama pada kantor-kantor pemerintahan maupun
rumah besar yang mempertahankan budaya Jawa. Keberadaan pendapa-pendapa tersebut
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Misalnya yang paling sederhana, pendapa telah
menggunakan lampu listrik. Lalu di kantor-kantor pemerintahan, bagian belakang
pendapa tidak selalu terbuka, namun sudah diberi dinding pembatas belakang
(seperti layar, untuk memasang spanduk tentang acara yang dilakukan) beserta
panggung yang lebih tinggi dari permukaan lantai lainnya.
Pendapa Peradaban
Usaha-usaha untuk meneliti arsitektur Tradisional sebenarnya sudah
lama dilakukan sebelum masa modern ini, misalnya penelitian terhadap
bangunan-bangunan bersejarah era Hindu-Buddha, dan awal masa Islam. Namun hal
ini tertulis dalam bahasa Belanda aau bangsa Eropa lainnya dan tersimpan dalam
perpustakaan museum di Indonesia dan khususnya Belanda. Banyak para ahli-ahli
dari Eropa yang sudah lebih dahulu mempelajari kebudayaan Indonesia khususnya
bidang arsitektur dengan giat dan penuh ketelitian. Sebagai contoh, Thomas
Stamford Raffles telah membuat buku “History of Java” yang intinya membahas
budaya Jawa, meskipun tidak khusus dalam hal arsitektur sesuai tema artikel
ini. Buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dapat
dijumpai di perpustakaan-perpustakaan. Bahkan, beberapa candi di Indonesia
ditemukan oleh bangsa luar. Intinya, hal ini seharusnya dapat memacu bangsa
Indonesia melestarikan dan mempelajari
budaya sendiri meskipun pada awalnya juga harus menggunakan referensi dari luar
negeri. Jika orang luar negeri bisa, mengapa bangsa Indonesia tidak bisa melakukannya.
Bangsa Indonesia yang seharusnya meneliti kebudayaan sendiri, khususnya
arsitektur. Jangan sampai suatu bangsa harus mempelajari budayanya sendiri ke
luar negeri.
Masjid Syahadat dengan Atap Tajug
Meskipun sudah ada pendapat para ahli, terutama luar negeri, belum
tentu sesuai dengan masa kini, namun dapat dijadikan sebagai acuan bagi bangsa
Indonesia untuk mencari identitas Arsitektur Indonesia. Mungkin sudah ada orang
Indonesia yang menguasai bahasa Belanda dan telah menerjemahkan tulisan-tulisan
tersebut. Saya sendiri hanya lulusan SMA dan belum kuliah dan sebenarnya belum
tahu referensi-referensi tentang arsitektur secara lengkap. Namun saya berharap
bahwa tulisan-tulisan yang berhasil diterjemahkan maupun catatan-catatan dari
bangsa Indonesia tentang budaya Indonesia tidak disia-siakan. Harus ada gerakan
yang sungguh-sungguh untuk mempelajarinya. Meskipun hanya masih berupa desain,
saya berharap bahwa desain Bangunan Utama Betterpad-Ray dapat digunakan sebagai
sarana untuk mempelajari kebudayaan dan peradaban bangsa.
Bangunan Utama Betterpad-Ray
Demikianlah
penjelasan dari artikel mengenai desain maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu
Raya). Insya Allah bisa diwujudkan. Aamiin.
Referensi:
·
Prof.
Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia. 1997. Bandung:
Penerbit Alumni. *Termasuk oleh:
Prof.Ir.Sidharta, seperti yang tercantum dalam buku referensi. (https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
No comments:
Post a Comment