Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, dari W.J.S. Poerwadarminta, budaya sama dengan
pikiran, akal budi (penulis: intuisi); kebudayaan = hasil kegiatan, dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat
istiadat, dan sebagainya. Jadi kebudayaan dapat berarti benda abstrak atau non
materiil maupun benda materiil. Menurut kamus Poerwadarminta dan juga kamus
Inggris – Indonesia dari John M. Echols dan Hassan Shadily: kebudayaan =
Culture = kultur. Jadi, norma-norma, kaidah kehidupan adat istiadat juga
merupakan kebudayaan (a man of culture = seseorang yang bertingkah laku baik,
sopan santun, dan beradat).
Karena
norma atau kaidah yang lama merupakan aspek kebudayaan, maka norma atau kaidah
dapat tercermin dalam ungkapan Arsitektur. Contoh konkret yang dapat ditemui
dalam Arsitektur Tradisional adalah cara menentukan diferensiasi tentang ruang
dan tempat yang membedakan antara milik pribadi seseorang dengan ruang yang
dapat dimasuki orang luar rumah. Pembagian ini dapat dijumpai pada arsitektur
tradisional daerah di Indonesia, dalam contoh ini misalnya adalah Jawa. Pada
rumah Jawa tradisional dapat ditemukan sekat yang umumnya terbuat dari kayu
berukir yang disebut “rono/gebyok” untuk memisahkan antar ruangan dalam rumah
dan diletakkan dengan menutupi pintu atau jalan masuk antar ruangan. Penggunaan
sekat ini dapat mencegah orang-orang luar untuk masuk secara sembarangan ke
ruangan yang lebih memiliki privasi. Selain itu, sekat gebyok dapat menutupi
benda-benda di ruangan lain yang tidak ingin diperlihatkan. Jika seseorang
hendak menuju ke ruangan yang lebih privasi, seseorang harus melalui bagian
samping sekat tersebut. Untuk keperluan yang lebih penting seperti membereskan
rumah, sekat ini dapat disingkirkan.
Pembagian
ruangan pada rumah tradisional Jawa juga bertujuan untuk memisahkan antara
daerah pria dan daerah wanita. Rumah / bagian utama dari rumah tradisional Jawa
disebut “dalem”. Dalem ini merupakan ruang privasi keluarga untuk berkumpul dan
terdapat beberapa kamar tidur. Sedangkan dapur dapat berada di belakang atau
samping dalem. Secara bentuk, dapur terlihat sebagai bangunan tersendiri dan
terpisah dengan rumah utama/dalem. Hal ini dapat dilihat dari adanya bentuk
atap limasan tersendiri untuk setiap dalem dan dapur, jadi dapat ditemukan dua
atap limasan pada rumah tradisional Jawa, depan belakang atau kanan kiri. Pada
zaman dahulu menurut ibu dan orang-orang tua, laki-laki tidak boleh masuk ke
dapur, hanya wanita saja yang boleh berada di dapur terutama untuk memasak.
Dalem dan dapur dapat dipisahkan dengan sebuah gang kecil dan dapat pula
dipisahkan dengan semacam koridor tertutup. Namun di zaman sekarang, laki-laki
boleh masuk ke dapur karena tata ruang dapur yang sudah berkembang seperti
adanya kamar mandi modern.
Untuk
pembagian antara ruang publik dan ruang privasi pada arsitektur Jawa, terdapat
sebuah paviliun terbuka di depan rumah utama yang disebut pendapa. Pendapa
berfungsi sebagai ruang publik dan orang-orang dapat masuk ke pendapa untuk
melakukan kegiatan tertentu tanpa mengganggu kegiatan pribadi pemilik rumah di
bangunan dalem. Pemilik rumah dapat menerima tamu di pendapa dengan nyaman
tanpa khawatir jika bagian dalam rumahnya dapat diketahui oleh orang lain
secara sembarangan. Struktur pendapa yang tanpa dinding membuat suasana lebih
rileks sambil menikmati pemandangan di sekitar tanpa halangan.
Pendapa Peradaban
Penataan
pada desain maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu Raya) memerhatikan pembagian
ruang dengan jelas berdasarkan arsitektur nusantara. Pendapa Peradaban pada
bagian depan berfungsi sebagai ruang publik yang terbuka dan relatif bebas
dimasuki oleh siapa saja. Sedangkan Bangunan Utama Betterpad-Ray yang berada di
bagian belakang Pendapa Peradaban berfungsi sebagai ruang yang lebih tertutup
dan relatif eksklusif, artinya hanya orang-orang yang memiliki kepentingan saja
yang dapat masuk ke Bangunan Utama. Pembagian ini pada dasarnya sudah
diterapkan pada sebagian kantor-kantor pemerintahan di Indonesia.
Bangunan Utama Betterpad-Ray
Pendapa
Peradaban digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang biasanya bersifat massal dan
terdapat keramaian. Sedangkan ruang-ruang administrasi dan hal-hal bersifat
khusus berada di Bangunan Utama, seperti kantor-kantor lain pada umumnya.
Bangunan Utama memiliki fungsi utama sebagai tempat untuk mengurus berbagai hal
yang bermacam-macam dan masing-masing berada di setiap ruangan yang banyak. Kegiatan
di kantor utama biasanya membutuhkan konsentrasi dan ketenangan. Maka perlu
dibagi antara ruang yang digunakan untuk keramaian dan ruangan yang butuh
ketenangan. Maket Betterpad-Ray telah memerhatikan ini dan menerapkannya sesuai
kebudayaan arsitektur Indonesia. Antara Pendapa Peradaban dan Bangunan Utama
sudah terpisah oleh jalan kendaraan. Jadi, jika ada kegiatan yang menimbulkan
suara di Pendapa Peradaban, maka tidak akan mengganggu kegiatan di Bangunan
Utama. Sebagai tambahan, jika hendak melakukan sembahyang (Islam) maka dapat
dilakukan di Masjid Syahadat di sebelah barat Pendapa Peradaban.
Masjid Syahadat
Demikianlah
penjelasan dari artikel mengenai desain maket Betterpad-Ray (Benteng Terpadu
Raya). Insya Allah bisa diwujudkan. Aamiin.
Referensi:
·
Prof.
Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. Jati Diri Arsitektur Indonesia. 1997. Bandung:
Penerbit Alumni. *Termasuk oleh:
Prof.Ir.Sidharta, seperti yang tercantum dalam buku referensi. (https://archive.org/stream/BukuArsitektur/1140_Jati%20Diri%20Arsitektur%20Indonesia#page/n1/mode/2up)
No comments:
Post a Comment