Setelah
peristiwa perang Bani Nadhir yang hasilnya kaum muslimin mampu membuat Bani
Nadhir Yahudi keluar dari Madinah karena mereka hendak mengkhianati Nabi
Muhammad, Nabi Muhammad tinggal di Madinah selama bulan Rabiul Awal dan
sebagian Jumadil Ula tahun 4 Hijriah. Kaum munafik mencoba untuk tidak memusuhi
kaum muslimin secara teranga-terangan. Kemudian Nabi Muhammad dan pihak
muslimin akan berusaha untuk membendung serangan suku-suku Arab lainnya yang
mencoba melawan kaum muslimin.
Setelah itu, beliau menerima kabar bahwa ada
sebuah kelompok di Ghatafan di Najd yang hendak menyerang beliau. Nabi Muhammad
selalu memiliki taktik untuk menyergap musuh secara mendadak sebelum musuh
sempat bersiap untuk mempertahankan diri. Kemudian, beliau pergi ke Najd bersama
400 orang untuk berperang melawan Bani Muharib dan Bani Tsa’labah dari Ghatafan.
Beliau menunjuk Abu Dzar Al Ghifari untuk menjadi imam sementara di kota Madinah.
Ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad memberi amanah kepada Utsman bin
Affan untuk menjadi imam sementara di kota
Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam,
perang tersebut dinamakan perang Dzatu ar-Riqa’ karena kaum Muslimin menjahit
dan memperbaiki panji-panji perang di sana. Namun ada juga pendapat lain bahwa
dinamakan perang Dzatu ar-Riqa’ karena Dzatu ar-Riqa’ adalah nama pohon di
kawasan tersebut. Wallahu A'lam.
Di Dzatu
ar-Riqa’, Rasulullah SAW menghadapi pasukan Ghatafan yang berjumlah sangat
banyak. Namun tidak terjadi perang sungguhan di antara mereka, karena
masing-masing pihak sama-sama khawatir terhadap pihak lain sehingga Rasulullah
mengerjakan Shalat Khauf (artinya takut) bersama para sahabat. Riwayat lain
menyebutkan bahwa saat Bani Muharib dan Bani Tsa’labah sudah berkumpul, pasukan
Rasulullah segera menyerbu ke tempat-tempat mereka sehingga mereka lari
tunggang-langgang dengan meninggalkan harta, kaum wanita dan anak-anak. Apa yang dapat
dibawa oleh kaum Muslimin, maka mereka bawa dalam pulang ke Madinah.
Namun, karena
pihak muslimin khawatir jika musuh akan menyerang balik, mereka melakukan
penjagaan secara bergantian saat siang dan malam. Saat itulah mereka melakukan
Sholat Khauf yang diimami oleh Rasulullah. Sebagian dari mereka menghadap ke
arah musuh agar dapat mengantisipasi serangan musuh jika terjadi, sedangkan
sebagian yang lain sholat dua raka’at bersama Rasulullah. Namun selama itu
tidak ada pergerakan musuh yang tampak. Lalu Rasulullah bersama para sahabat
kembali ke Madinah setelah 15 hari meninggalkan kota itu. Mereka kembali dengan
sukses dengan perasaan gembira.
Ibnu Hisyam
berkata: Abdul Warits bin Said At Tannuri yang bernama asli Abu Ubaidah berkata
kepadaku bahwa Yunus bin Ubaid berkata kepadaku dari Al Hasan bin Abu Al Hasan
dari Jabir bin Abdullah yang berkata tentang Sholat Khauf: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan Sholat Khauf dua raka’at bersama dua
kelompok secara bergiliran. Pertama beliau sholat dengan kelompok pertama lalu
salam, kemudian kelompok yang tadinya menghadap musuh datang dan lalu
Rasulullah mengimami lagi sholat dua raka’at yang lain bersama mereka lalu
salam.
Ibnu Hisyam
berkata: Abdul Warits bin Sa’id bin At Tannuri berkata kepadaku bahwa Ayyub
berkata kepadanya dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata: Imam melaksanakan
sholat bersama shaf pertama yang berdiri bersamanya sedangkan shaf kedua
menghadap musuh, kemudian imam ruku’ dan sujud diikuti shaf pertama, kemudian
mereka bergerak mundur ke belakang dan mengganti shaf yang tadi menghadap
musuh, kemudia shaf kedua maju ke depan, lalu imam ruku’ bersama mereka satu
raka’at dan sujud bersama mereka, kemudian masing-masing shaf sholat satu
raka’at sendiri-sendiri. Jadi masing-masing shaf shalat satu raka’at bersama
imam dan mereka sholat satu raka’at secara sendirian.
Referensi:
·
Haekal,
Muhammad Husain, dan Audah, Ali (Penerjemah). Sejarah Hidup Muhammad.
·
Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
· Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
· Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.
No comments:
Post a Comment